Fokus

Tindakan Prematur Menyikapi Pelecehan Seksual

Foto ilustrasi oleh Harisul Amal/SUAKA

Oleh Dhea Amellia

SUAKAONLINE.COM – Kasus terkait tindakan asusila kembali terjadi di UIN SGD Bandung, kasus tersebut mencuat setelah beberapa mahasiswi UIN SGD Bandung dan beberapa di antaranya berstatus alumni memberanikan diri untuk bicara kepada Suaka bahwa mereka adalah korban pelecehan seksual oleh dosen UIN SGD Bandung. Suaka melaporkan informasi tersebut pada Tabloid Suaka No. 31/Tahun XXXII/Edisi April/2018 pada Rubrik Laporan Utama.

Laporan tersebut menginformasikan perihal beberapa mahasiswi yang menjadi korban tindakan pelecehan oleh dosen. Mereka adalah  AS, BB, DK dan CL (bukan inisial sebenarnya). Dalam laporan tersebut AS dan BB bercerita, mereka dilecehkan dengan diraba bagian pahanya oleh seorang dosen X  saat di dalam mobil menuju sebuah pusat perbelanjaan di Kota Bandung. Perjalanan tersebut untuk perbaikan nilai dan bimbingan skripsi.  Tidak hanya itu, dosen tersebut juga mengirimkan foto alat kelaminnya dan mengatakan ingin memegang vagina kepada salah satu  korban.

Selanjutnya DK, dipeluk dari belakang dan akan dicium dosen Y saat berada di kostannya. Sementara CL, tangannya dipegang oleh dosen Z saat berada di  bioskop dengan modus awal perbaikan nilai. Empat dari korban tersebut, hanya AS dan BB yang sempat melaporkan perbuatan dosen X kepada ketua jurusannya. Namun ketua jurusannya hanya menyarankan untuk tetap fokus kuliah dan mengganti nomor ponselnya.

Ketika dikonfirmasi dan diwawancarai Suaka, Ketua Jurusan yang bersangkutan mengatakan siap tidak pandang bulu terhadap dosen yang melakukan pelecehan terhadap mahasiswinya, dan akan membawanya ke rapat dekanat. Namun pernyataan ketua jurusan tersebut bersebrangan ketika ada korban yang mengadu, tidak ada jaminan keamanan yang korban terima. Begitu pula yang dirasakan AS, ketua jurusan cenderung melindungi dosen sekalipun dosen tersebut pelaku pelecehan seksual. Pada faktanya pun, belum ada tindakan tegas dari kampus untuk memberikan sanksi terhadap dosen yang melakukan pelecehan seksual.

Pilih Kasih Kampus dalam Menyikapi Kasus Pelecehan Seksual

Tiga tahun lalu, tepatnya pada Januari 2015 seorang mahasiswi UIN SGD Bandung bertindak ‘di luar kewajaran’. Ia adalah RA, mahasiswi Jurusan Hukum Pidana Islam (HPI), mengunggah foto bagian dadanya yang hanya menggunakan bra di sosial media. Sontak kejadian tersebut menggegerkan civitas kampus UIN SGD Bandung. Saat itu juga RA menerima ganjaran dari kampus, yakni drop out (DO). Keputusan mengeluarkan RA berdasarkan hasil keputusan Rapat Pimpinan yang sudah disepakati oleh pihak universitas.

Hukuman yang diterima RA disesalkan ayahnya, ia menyesalkan terkait proses pemberitahuan oleh pihak kampus dan kampus tidak menyebutkan secara jelas tentang mengapa RA dikeluarkan. Suaka pernah mengangkat kasus tersebut dalam Tabloid Suaka No.20/Tahun XXIX/Edisi April 2015 pada rubrik Sorot.

Apa yang dialami RA, kini kembali mengancam dua mahasiswa UIN SGD Bandung. Video berdurasi 11 detik yang tersebar yang menampilkan tindakan ‘asusila’ di lingkungan kampus UIN Bandung. Kabar cepat beredar, rumor mengatakan keduanya akan di keluarkan, ada juga yang mengatakan bahwa mereka mengundurkan diri dari status mahasiswa secara sukarela.

Menghindari kabar yang kian tidak jelas, Suaka berusaha menggali informasi dari pihak-pihak terkait yang berwenang. Kementerian Hukum dan Advokasi Mahasiswa (Kemenhukam) Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN SGD Bandung, Aji Mohamad Setiaji mengatakan, mereka sudah menemui perekam dan terekam video tersebut. Menurut pengakuan Aji, Kemenhukam telah melakukan pendampingan proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perekam dan terekam dalam video tersebut. Keputusan BAP adalah ketiganya diberi dua opsi sanksi, dikeluarkan atau mengundurkan diri.

Aji menambahkan, kabar terakhir yang ia dapat adalah terekam laki-laki sudah resmi mengeluarkan diri dari kampus, perekam video diberi sanksi berupa skorsing selama dua semester dan terekam perempuan tidak diberikan sanksi apapun. Bahkan kabarnya akan melanjutkan kuliahnya seperti biasa saat kondisi psikisnya sudah membaik, mengingat sanksi sosial yang secara otomatis diterima korban masih menghantui.

Setelah kasus tersebut terjadi dan tersebar di media, isu pelecehan seksual menjadi bahan diskusi kampus. Aji juga mengatakan kampus tak akan pandang bulu jika terjadi lagi kasus demikian, maka akan langsung Drop Out (DO). “Untuk selanjutnya Dema-U dan pihak kampus sepakat, jika ada kasus yang sama, tindakan DO akan dilakukan tanpa pandang bulu,” ujar Aji, Selasa (30/10).

Saat ini Dema-U juga sedang berusaha meredam kasus ini dengan banyak menyusun program-program baru untuk mengembalikan citra baik UIN SGD Bandung. Dengan mengadakan seminar gadget bertema pembinaan terhadap mahasiswa agar lebih bijak menggunakan media sosial dan tidak sembarangan menyebar luaskan sesuatu tanpa berpikir dampaknya.

Peran Pemangku Kebijakan

Salah satu mahasiswa dalam video tersebut merupakan mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI). Suaka pun mewawancarai Ketua Jurusan SPI, Samsudin dan ia membenarkan bahwa mahasiswa tersebut berasal dari Jurusan SPI. Ketika ditanya bagaimana keputusan akhir dari kasus tersebut, Samsudin mengatakan, kasus yang menimpa salah satu mahasiswanya kini telah berpusat di Al-Jamiah. Kendati orang tua pelaku sempat mendatangi jurusan, Samsudin tidak bisa berkutik karena semua tinggal menunggu keputusan dari pihak birokrat.

 “Hasil rapat jurusan dan fakultas semua  satu pintu di Al- Jamiah jadi keputusan tergantung Al-Jamiah, walau di sini jurusan juga merasa dirugikan,” kata Samsudin saat ditemui siang hari di ruang jurusan SPI, Kamis (8/11).

Samsudin pun menyesalkan atas peristiwa yang menimpa jurusannya. Hal ini dikarenakan ia menilai peristiwa ini bersifat internal jurusannya, tidak seharusnya menjadi viral. “Jurusan juga merasa dirugikan karena peristiwa kemarin. Itu harusnya cuman cakupan internal saja tapi karena ada orang yang menyebarluaskan jadi isu itu nyebar ke mana-mana,” lanjut Samsudin.

Senada dengan Samsudin, Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora, Dadan Rusmana menuturkan, saat ini kasus yang menimpa mahasiswa fakultasnya tersebut tengah diproses oleh pihak Al-Jamiah. “Kasus ini menunggu keputusan dari Al-Jamiah, karena kasus sudah sampai ke Al-Jamiah,” tutur Dadan saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (30/10).

Kini, mahasiswa tersebut jarang masuk kelas. Walau demikian Dadan mengatakan, status sebagai mahasiswa tetap melekat pada mahasiswa itu selama belum ada surat dari rektor atau surat putusan yang menyatakan penghapusan status mahasiswa.

Sementara itu, menanggapi rumor sanksi berupa DO yang beredar di kalangan mahasiswa, ia selaku perwakilan dari pihak fakultas beranggapan itu semua bergantung pada keputusan dari Al-Jamiah. Keputusan berupa sanksi tersebut berdasar pada kode etik yang dilanggar oleh pelaku.

“DO atau tidak itu gimana keputusan nanti dari Al-Jamiah karena kasus sudah sampai ke Al-Jamiah dan  keputusan itu pun berdasarkan pada kode etik. Kita (pihak fakultas -Red) apapun nanti keputusan yang diputuskan oleh Al- Jamiah  itu bagi kita putusan yang terbaik,”  tambahnya.

Mendadak Membentuk Tim Investigasi

Menanggapi beredarnya video ‘asusila’ tersebut pihak universitas  membentuk tim investigasi  untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. Tim investigasi tersebut diketuai langsung oleh Wakil Rektor III Bagian Kemahasiswaan, Mukhtar Solihin, Ketua Biro Administrasi  Akademik dan Kemahasiswaan (A2KK), Jaenuddin dan beranggotakan Wakil Dekan III dari seluruh fakultas yang ada di lingkungan UIN SGD Bandung.

Suaka menemui Jaenuddin untuk mengkonfirmasi sejauh mana investigasi kasus ini telah berjalan. Saat ditemui di ruang kerjanya, Jaenuddin mengungkapkan, tim investigasi telah membuat kesimpulan bahwa  kasus video tersebut tidak sampai ke perbuatan zina, hanya bercumbu namun dilakukan di ruang publik.

Jaenuddin melanjutkan, tim investigasi bersama dekan dari beragam fakultas pun telah sepakat, sesuai dengan kesimpulan hasil investigasi  hukuman yang diberikan sesuai dengan pelanggaran kode etik mahasiswa. Hukuman tersebut pun telah diusulkan oleh ia beserta tim kepada rektor.

Ketika ditanya lebih lanjut terkait hukuman apa yang diusulkan kepada rektor, Jaenuddin berdalih dan mengungkapkan bahwa semua bergantung kepada putusan rektor beserta jajarannya. Tim investigasi pun sudah membuat laporan terakhirnya. “Tim investigasi kewenangannya hanya sampai situ, selebihnya tergantung pak rektor dan jajarannya. Kita menunggu saja,” ungkap Jaenuddin, Selasa (13/11)

Dan ketika ditanya seputar keputusan apa yang telah diketuk palu, Jaenuddin kembali berdalih dan menyarankan agar Suaka bertanya secara langsung kepada rektor. “Belum, kalau oleh tim sudah ada usulan. Kalau mau ke pak rektor nanya,” tegasnya.

Menanggapi rumor sanksi DO yang beredar, ia beranggapan bahwa semua itu tergantung pada tingkatan pelanggaran yang dilakukan. Hal ini dikarenakan terdapat tiga kategori tingkat pelanggaran, yaitu rendah, menengah dan berat. Dalam setiap tingkatan tersebut memiliki sanksi yang berbeda.

Dalam hal usulan hukuman, Jaenuddin menuturkan, usulan hukuman diberikan tim investigasi sampai dengan perekam kemudian yang menyebarkan. Usulan ini pun kembali berpaku pada kode etik mahasiswa. “Kalau misalnya pelanggaran IT itu ada di situ di UU IT. Jadi misalnya diskor atau pemberhentian. Saya kira kalau soal itu sudah masuk konten hukuman, saya tidak berani karena bukan kewenangan kami tetapi kita sudah usulkan,” tambahnya.

Sementara itu Wakil Rektor III Bagian Kemahasiswaan sekaligus Ketua Tim Investigasi, Muhtar Solihin, ketika diwawancarai oleh Suaka, enggan memberikan tanggapan secara langsung kepada Suaka mengenai kasus yang menimpa mahasiswa SPI tersebut. Dalih untuk melindungi citra kampus pun dijadikan alasan oleh Muhtar Solihin.

Warek III Enggan Memberi Keterangan

Suaka sempat berusaha beberapa kali untuk menemui Wakil Rektor III untuk dimintai pernyataan mengenai sanksi apa yang sudah disepakati diberikan kepada perekam dan terekam, namun Suaka tidak mendapat keterangan apapun.

Pada Kamis (22/11) reporter Suaka mendatangi langsung ke ruangannya, dan diminta untuk membuat surat permohonan wawancara terlebih dahulu ke Bagian Umum Al-Jamiah. Selanjutnya pada Senin (3/12) Suaka kembali menyambangi ke ruangannya, namun sekretaris pribadinya mengatakan sedang rapat.

Kemudian Senin (10/12), sekretaris pribadinya menyatakan Warek III sedang dinas di luar. Lalu, Selasa (11/12), sekretaris pribadinya meminta daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada Warek III untuk dikirim via surel. Dan terakhir Jumat (14/12), Sekretaris Pribadi Warek III, Awijaya menyampaikan pesan dari Warek III terkait pertanyaan yang Suaka ajukan.

“Sudah jangan diangkat dan dibahas lagi soal itu. Itu kan sudah selesai, kasihan ke mahasiswanya, soalnya itu juga udah diangkat sama media. Terus kasian juga ke kalian nanti dan alumni UIN, nanti kerja  ditanya alumni mana terus jawab UIN nanti dibilang ‘oh yang pernah ada video viral itu’,” ucap Sekretaris Pribadi Wakil Rektor III, Awijaya yang menyampaikan pesan dari Muhtar Solihin saat ditemui di ruang kerjanya, Jum’at (14/12).

Mengacu pada Kode Etik

Berdasarkan pada Pedoman Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, video ‘asusila’ tersebut masuk ke dalam perbuatan yang dilarang sebagaimana termaktub pada BAB VII Pasal 16 ayat (9) yaitu melakukan zina. Lebih dalamnya, pelanggaran berupa melakukan zina ini dibahas kembali pada Pasal 25.

Dalam pasal 25 ayat (1) tertera pelanggaran terhadap ketentuan pasal 16 ayat (9)  dikenakan sanksi sebagaimana mana diatur dalam ketentuan pasal 14 ayat (4) dan/atau ayat (5). Sanksi berdasarkan pada pasal 14 ayat (4)  yaitu berupa diberhentikan (drop out) dengan hormat dari kedudukannya sebagai mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sedangkan untuk ayat (5) tidak ditemukan penjelasannya dalam kode etik yang  Suaka dapatkan.

Sementara itu pada pasal 25 ayat (2) termaktub perbuatan seperti yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (9) akan ditangani apabila terdapat laporan dan atau pengaduan dari pihak manapun kepada pimpinan universitas, fakultas, maupun kepada pimpinan jurusan terkait secara tertulis.

Menanggapi kasus video ‘asusila’ tersebut, Wakil Dekan I Fakultas Psikologi UIN Bandung, Nani Nuranisah Djamal, mengatakan, kasus ini selain pada pelanggaran kode etik mahasiswa tetapi juga pada akhlaknya. Merujuk pada visi dan misi UIN Bandung, yakni wahyu memandu ilmu dalam bingkai akhlakul karimah, itu pelanggaran utamanya.

Nani juga menyadari bahwa membina mahasiswa itu juga dirasa dilematis, karena mahasiswa itu kebutuhan otoritasnya sudah tinggi. Dimana diri sudah merasa cukup dewasa, namun masih ada karakter remajanya ketika menghadapi permasalahan dalam lingkungan. Terjadi tarik-menarik di satu sisi keinginan otonominya sudah tinggi, di sisi lain kematangan dia juga belum bagus.

Kaitannya dengan kasus kemarin, lanjut Nani, menurut hasil analisis tahap adiktif yang dilakukan kedua pelaku di dalam video. Timbul pertanyaan apakah sistem pembinaan di UIN SGD Bandung ini sudah baik atau malah semakin memburuk dan terjadi hal seperti ini. Apabila tidak stimulasi dari awal, seseorang akan berani melakukan hal-hal nekat seperti kasus ini.

Peduli Terhadap Kasus Pelecehan Seksual

Beberapa mahasiswa peduli terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi di kampus, khususnya UIN SGD Bandung. Meski tak banyak, namun mereka bersuara. Kamis sore akhir November lalu sekelompok orang berkumpul menggunakan payung hitam di depan Rektorat UIN SGD Bandung, mereka melakukan Aksi Kamisan, sebuah tindakan atas kekhawatiran terhadap sikap kampus yang setengah-setengah dalam menyikapi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu dosen kepada mahasiswanya.

Aksi ini menuntut agar pihak kampus mampu mengusut secara tuntas dan mengambil sanksi tegas dalam menyikapi kasus pelecehan seksual. “Jangan sampai ada anggapan sepele terhadap kasus ini, kita sudah lapor ke dosen yang lain atau ke Kajur katanya mau diusut, namun faktanya hingga saat ini tidak ada tindakan tegas dari kampus,” kata salah satu massa aksi, Muhammad Haikal, Kamis (29/11).

Aksi Kamisan bukan satu-satunya tindakan yang dilakukan mahasiswa dalam merespon kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan UIN SGD Bandung.  Konsolidasi  dilakukan oleh perwakilan mahasiswa dari Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN SGD Bandung (Dema-U), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Unit Kegiatan Khusus (UKK), Himpunan Mahasiswa Jurusan (Hima-J) serta perwakilan dosen dan tim investigasi.

Dikatakan oleh salah seorang dosen yang hadir dalam konsolidasi tersebut yang juga merupakan Ketua Jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI), Dudy Immanuddin Effendi bahwa kasus pelecehan seksual oleh seorang dosen yang sudah tersebar tersebut tidak bisa ditindak karena tidak adanya delik aduan dari korban.

Aksi Kamisan dan Konsolidasi merupakan respons kekhawatiran mahasiswa yang menilai pihak kampus belum mampu mengambil sanksi tegas terhadap kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen kepada mahasiswanya. [Kru Liput: Lia Kamilah, Anisa Dewi, Rizky Syahaqy]

Redaktur             : Elsa Yulandri

Keterangan: Artikel ini merupakan Laporan Utama 1 di Majalah LPM Suaka Edisi 2018.

Baca Fokus lainnya.

Fokus 2: Kampus Minim Edukasi, Gencar Eksekusi

Fokus 3: Mengenal Revenge Porn

Fokus 4: Ikhaputri Widiantini: Kampus Harus Menjadi Tempang Bernaung yang Aman Bagi Mahasiswa

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas