SUAKAONLINE.COM – Pukul enam pagi, sebuah pesan berdering di telepon genggam milik kuasa hukum Eva Eryani, Dety Sopandi. Pesan singkat itu berasal dari warga Tamansari yang dulu menetap bersama Eva sebelum penggusuran terjadi tahun 2019 silam. Pesan singkat itu menginformasikan akan adanya penertiban atau penggusuran rumah Eva yang masih bertahan seorang diri, pada hari Rabu (18/10/2023).
Dengan sigap Dety segera menginformasikan kepada tim kuasa hukum lainnya, jaringan solidaritas, Jurnalis, hingga Warga Dago Elos untuk membersamai Eva di kediamannya. Sekitar pukul 11.00 WIB, di sana sudah berkumpul Ormas dan warga Tamansari dengan baju birunya bertuliskan Warga Tamansari RW 11 yang sudah melepaskan rumahnya untuk dijadikan rumah deret (rudet).
Eva bersama Dety saat itu langsung mengobrol dengan warga Tamansari dan sejumlah Ormas. Dety mengungkapkan bahwa saat ini Eva sudah tidak ada urusan lagi dengan warga Tamansari, melainkan dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk menyelesaikan tuntutannya, yaitu; mencabut kewarganegaraan Indonesia dan pengakuan hak tanah (rekognisi) milik Eva.
“Tapi di sana (pelataran rumah Eva) malah adu mulut dan cekcok sudah itu (warga Tamansari dan Ormas -red) kembali pulang,” ujar Dety saat konferensi pers berlangsung, di Pelataran Balai Warga Dago Elos, Kota Bandung, Rabu (18/10/2023).
Selang tiga jam, pada pukul 14.30, warga Tamansari kembali lagi berbarengan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Ormas. Tanpa basa-basi, Evi, Dety, warga Dago Elos, dan jaringan solidaritas langsung mendapatkan tindak represif. Sejumlah warga yang membersamai Eva dipaksa mundur untuk keluar di pelataran rumah Eva. Satpol PP, Ormas, dan warga Tamansari merangsek memasuki kediaman Eva yang dibatasi seng.
Di sana hanya menyisakan Eva dan Dety saja. “Kemudian seng-nya ditutup, di situ yang tersisa hanya aku dan Teh Eva di dalam. Kita coba menjaga rumah Teh Eva, namun tetap saja kita tidak bisa mengobrol dengan Satpol PP sama warga karena mereka ga bisa jernih,” lanjutnya.
Eva menyebut tidak menyangka bakal sericuh ini. Saat itu Eva mencoba memberi pengertian pada warga ex RW 11 (begitu Eva menyebut) bahwa dirinya sudah tidak ada lagi urusan bersama warga ex RW 11, melainkan dengan Pemkot. “Saya tidak ada masalah dengan kalian, masalah saya dengan Pemkot, kalian ini hadir di sini untuk dijadikan kaki tangan Pemkot,” ujar Eva.
Alasan Eva enggan bergabung dengan warga Tamansari lainnya lantaran menurutnya ia berhak untuk mendiami tanah yang sudah menjadi turun-temurun itu. “Tapi dengan bertahannya saya, saya pikir ini perjuangan yang saya berhak melakukan ini. Saya ini dijamin oleh konstitusi di negara ini,” lanjut Eva.
Menurut Eva bahwa Pemkot Bandung berupaya mengadu domba warga Tamansari untuk melawan Eva. Praktik tersebut menurutnya sudah dilakukan dua kali, namun Eva tetap teguh dengan pendiriannya untuk menolak bergabung dengan warga Tamansari lainnya. “Ini bukan kali pertama praktik adu domba rakyat diadukan dengan rakyat, ini adalah kali kedua dan ternyata praktik kotornya dilakukan lagi begitu,” jelasnya.
Solidaritas warga tanpa batas
Tersebar video yang di upload akun Instagram @tamansarimelawan, @lbhbandung dan @akskamisanbdg saat kerusuhan terjadi. Video tersebut menontonkan aksi tindak represif yang dilakukan ormas, Warga Tamansari, dan Satpol PP terhadap sejumlah massa solidaritas berupa cacian, tarik-menarik, hingga pukulan. Hal tersebut membuat warga di sana mengalami luka lebam dan cakaran.
Hal tersebut dialami oleh salah satu massa solidaritas, Ojan menyebut kericuhan terjadi saat massa solidaritas dan kuasa hukum mempertahankan seng yang telah dipasang. “Singkat cerita kami tidak bisa membersamai teh Eva dan teh Dety yang di sana pun mendapatkan tindak kekerasan, pemukulan, pelecehan verbal, dan banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh Satpol PP, Ormas dan warga,” ujar Ojan.
Saat massa solidaritas dipaksa mundur, ia dan sejumlah warga terkepung di depan masjid yang berada di sekitaran rumah deret. Di sana ia diancam tidak bisa pulang, bahkan diancam ke keluarga mereka yang bakal direpresi oleh Ormas. “Kita tidak bisa kemana-mana dan diancam tidak bisa pulang dan diancam juga keluarganya bakal ikut direpresi oleh ormas,” lanjut Ojan.
Menurut kesaksiannya, saat kerusuhan terjadi ada sejumlah Polisi dan TNI yang melihat kejadian tersebut. Namun menurut Ojan, Polisi dan TNI bersikap tak acuh. Tindak represif dan ancaman yang disaksikan langsung oleh aparat merupakan tindak pidana yang bisa dilaporkan.
Lebih lanjut, ia mengatakan penggusuran yang terjadi di Tamansari merupakan pelanggaran HAM, belum lagi tindak represif yang dilakukan aparat beberapa tahun silam hingga sekarang. Menurutnya hal yang mesti dilakukan adalah bersolidaritas antar warga untuk melawan pelanggaran dan penggusuran yang melawan hak asasi.
“Jadi kita harus terus bersolidaritas dan harus terus bersuara karena banyaknya Tindakan pelanggaran yang aparat serta ormas lakukan siang hari tadi,” tutur Ojan sebelum menutup laporannya di konferensi pers.
Pernyataan sikap Tamansari Melawan
Sebelum menutup konferensi pers, kuasa hukum Eva, Dety membacakan pernyataan sikap atas penggusuran yang diwarnai kekerasan. Dety meminta Pemerintah Kota Bandung untuk memenuhi tuntutan Eva yakni Pemerintah Indonesia untuk mencabut kewarganegaraan Indonesia milik Eva karena sudah lama dizolimi oleh Pemkot Bandung.
Kedua, minta Pemkot Bandung untuk rekognisi bahwa tanah yang dihuni oleh Eva merupakan tanah milik Eva yang telah dihuni dan digarap bertahun-tahun oleh Eva, dan mencabut pernyataan Pemkot yang menyebut ratusan warga RW 11 Tamansari adalah penghuni liar atau ilegal. ketiga, jika pengakuan rekognisi itu diberikan, Eva bersedia menghibahkan tanahnya kepada Pemkot Bandung.
Dari berbagai polemik saat penggusuran paksa terjadi, forum Tamansari bersatu menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengutuk praktek adu domba yang dilakukan oleh Pemkot Bandung kepada tamansari.
- Mengutuk tindakan pembiaran yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan TNI atas kekerasan, pelecehan, penyekapan, pengrusakan dan penjarahan yang dilakukan oleh Satpol PP dan Ormas Gemapeta.
- Meminta pemerintah Indonesia untuk mencabut kewarganegaraan Eva Riyani Effendi karena percuma jadi WNI dan meminta suaka perlindungan kepada negara lain yang lebih beradab.
Reporter: Yopi Muharram/Suaka
Redaktur: Mohamad Akmal Albari/Suaka