Lintas Kampus

Prima Mulia : Wartawan Harus Beradu Cepat dengan Media Sosial

Wartawan foto Tempo, Prima Mulia (baju hijau) dan pengajar fotografi, Henrycus Napitsunargo (baju abu-abu) sedang memaparkan materi dalam seminar ‘Foto jurnalistik di era milenial’, di Aula Suradireja Fisip Unpas Bandung, Selasa (14/2/2018). (Novia Nurul Ulfah/Magang)

SUAKAONLINE.COM- “Zaman sekarang wartawan foto harus beradu cepat dengan media sosial,” ucap wartawan Tempo, Prima Mulia saat menjadi salah satu pemateri dalam diskusi Wartawan Foto Berbicara digelar oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (HIMAKOM) Universitas Pasundan di Aula suradireja, Selasa (14/2/2018). Selain Prima, pemantik diskusi bertemakan ‘Foto Jurnalistik di Era Milenial’ ini diisi oleh Pengajar Fotografi, Henrycus Napitsunargo dan dipandu oleh Wartawan Foto Pikiran Rakyat, Arif Danun Hidayah.

Prima menuturkan, ada beberapa perbedaan tentang foto jurnalistik  pada era milenial, salah satunya, dituntut untuk serba cepat. “Dulu, hasil foto yang diambil pagi, siang dan sore dikirim ke redaktur pada malam hari, tetapi sekarang, harus segera dikirim ke redaktur satu jam setelah liputan karena harus segera diunggah,” ujarnya.

Bukan tanpa alasan mengapa  wartawan dituntut untuk serba cepat. Semakin luasnya arus keterbukaan informasi lewat media sosial yang bersumber dari masyarakat atau warganet yang kadang menyebarkan beita tanpa diverifikasi terlebih dahulu, sedikit banyak mempengaruhi kevalidan informasi. Namun, menurut Prima, meski wartawan beradu cepat dengan informasi yang menyebar di media sosial, wartawan tetap harus disiplin verifikasi sebagai pembeda sekaligus berperan dan berfungsi sebagai wartawan sebagaimana mestinya.

Kemudian Henrycus Napitsunargo menuturkan, para fotografer era milenial  lebih mudah mencari bahan untuk jadi referensi berita. “Zaman sekarang sudah ada media sosial, hanya perlu menggoogling saja, kalau zaman dulu kita harus banyak membaca buku,” terangnya.

Ia pun mengatakan, untuk menjadi wartawan foto harus memiliki pendirian yang kuat, sebab profesi sebagai wartawan foto-bagi mereka yang menjiwainya- adalah salah satu profesi yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. “Pertama penulis, kedua aktor dan yang ketiga adalah fotografer,” jelasnya seolah menyegarkan ingatan peserta diskusi dengan sesosok Fotografer konflik yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, Kevin Carter.

Ia pun berpesan kepada semua calon jurnalis untuk lebih melatih kepekaan terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar, dan juga harus memiliki interaksi dengan tempat kejadian perkara yang ingin kita olah dan yang terakhir adalah memahami kode – kode yang ada pada masyarakat supaya lebih mudah dan paham untuk dikontrusikan dalam bentuk visual atau gambar.

Reporter : Novia Nurul Ulfah/Magang
 
Redaktur : Nizar Al Fadillah
Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas