SUAKAONLINE.COM – Komite Perguruan Tinggi Nasional (KPTN) regional Jawa Barat akan ajukan hasil study dan investigasi dalam Konferensi Nasional KPTN di Kampus Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta, Sabtu (30/6/2018).
Adapun hasil studi investigasi KPTN Jabar yang akan disampaikan dalam Konferensi Nasional KPTN tersebut meliputi 2 hal besar sebagai berikut :
- Adanya praktik komersialisasi dan liberalisasi perguruan tinggi (PT-BLU, PTN-BH, PTS) di Jawa Barat.
- Kampus dijadikan alat institusi untuk menjalankan program pemerintah yang merampas ruang hidup rakyat seperti Citarum Harum yang terhubung dengan program SDGs, pembangunan infrastruktur strategis nasional yang menjadi prioritas di Jawa Barat yaitu BIJB dan pelabuhan Patimban.
Menurut sekretaris umum KPTN Jabar, Ahmad Thoriq, hal tersebut terumuskan karena dianggap sebagai hal mendasar yang kongkrit dalam data hasil studi timnya. “Kami menilai bahwa, pemerintah telah lepas tanggung jawab dan abai pada persoalan pendidikan ini. Selain itu juga kami berkesimpulan bahwa hal tersebut bukan persoalan mahasiswa saja tetapi masalah umum dan berdampak pada kaum buruh dan tani sehingga perguruan tinggi menjadi hal yang sulit diakses dan didapat,” ujarnya.
Menurutnya hal tersebut menjadi foneman khas yang terjadi di Jawa Barat sehingga menjadi dasar bagi KPTN Jabar menarik hal tersebut dalam Konferensi Nasional KPTN yang dihadiri 70 organisasi ekstra dan intra kampus yang diselenggarakan di Kampus UGM Yogyakarta.
KPTN Jabar menyampaikan bahwa program KKN kampus di Jawa Barat melegitimasi perampasan ruang hidup rakyat melalui Citarum Harum, hal itu diutarakan dalam Konferensi Nasional dihadiri delegasi dari berbagai KPTN regional dan delegasi kampus yang diselenggarakan di Kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sabtu (30/6/2017).
Pemerintah dalam Perpres No.15 tahun 2018 mengatur pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) perguruan tinggi di Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk difokuskan di sekitar Citarum sebagai sinergitas dengan program Citarum Harum
KPTN Jawa Barat memaparkan dalam forum bahwa Citarum Harum yang dilaksanakan oleh pemerintah nyatanya bukan program revitalisasi sungai Citarum namun program sinergitas SDGs dimana pendidikan ada dalam salah satu 17 poin tersebut.
Alih-alih merevitalisasi sungai Citarum nyatanya, program yang mengerahkan sekitar 7000 militer dari hulu sungai Citarum di Kabupaten Bandung hingga hilirnya di Karawang ini, banyak merampas ruang hidup petani seperti Kecamatan Kertasari dan Pangalengan. Serta terjadi praktik tanam paksa pohon kopi demi memenuhi permintaan pasar pada kopi yang naik 20% seperti yang disampaikan Presiden Jokowi saat membuka Asian Agriculture & Food Forum (ASAFF) di Istana Negara, Jakarta, pada kamis (28/6/18).
Sekretaris KPTN Jabar, Ahmad Thariq, menambahkan. “Pelaksanaan KKN di sekitar sungai Citarum sebagai relasi struktural dimana kampus dijadikan alat institusi untuk melegitimasi berjalannya program yang borok,” tuturnya dalam forum.
Konferensi Nasional KPTN Bahas Isu Pendidikan
Dalam Konferensi Nasional KPTN tersebut dibahas pemaparan hasil kajian dari para delegasi untuk didiskusikan bersama, khususnya tentang situasi isu pendidikan. Selain itu akan dipaparkan pula platform pandangan umum dari berbagai delegasi regional mengenai isu-isu pendidikan, penyusunan rencana bersama.
Ketua Koordinator Nasional KPTN, Symphati Dimas, memaparkan akan ada penetapan struktur komite nasional. Dan rencananya akan ada aksi. Selain itu ia menambahkan dipilihnya Yogyakarta karena dirasa strategis dan lebih mudah diakses oleh KPTN regional lain. “Yogyakarta memiliki nilai politik ya kalo bicara soal pendidikan, karena katanya Yogya adalah kota pendidikan,” tambah Dimas.
Adapun Konferensi Nasional KPTN tersebut dihadiri oleh delegasi KPTN Jawa Barat, KPTN Jawa Tengah, KPTN Jawa Timur, KPTN D.I.Y serta perwakilan Bali dan Makassar. Empat KPTN dan delegasi tersebut menghimpun sekitar 80 Organisasi intra dan ektra kampus yang sama-sama merespon isu genting menyangkut regulasi perguruan tinggi
Reporter : Abddilah Hanifan/ Kontributor