SUAKAONLINE.COM, Infografis – Sungai merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di sekitar aliran sungai. Meskipun indonesia merupakan negara maritim, namun permasalahan air bersih menjadi momok menakutkan yang tak kunjung usai bagi bangsa ini, pasalnya masih banyak sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat mengalami pencemaran.
Hal tersebut yang terjadi pada kondisi sungai Citarum saat ini. Air yang mengalir melalui Citarum telah tercemari oleh berbagai limbah, yang paling berbahaya adalah limbah kimia beracun dan berbahaya dari industri. Hal ini diakibatkan banyaknya pabrik yang berkembang di kawasan sepanjang aliran sungai yang membuang limbahnya langsung ke sungai Citarum.
Greenpeace menemukan adanya bahan-bahan kimia berbahaya di muara sungai yang terdapat di delapan area industri yaitu di Majalaya, Rancaekek, Cisirung – Dayeuhkolot, Margaasih – Leuwigajah, Batujajar, Padalarang, Jatiluhur dan Karawang. Dari investigasi tersebut terindikasi kuat bahwa bahan-bahan kimia berbahaya tersebut utamanya berasal dari industri tekstil.
Beberapa temuan penting adalah menemukan adanya kandungan Krom heksavalen (Cr6+) dan beberapa logam berat lainnya berada pada level yang mengkhawatirkan. Karena sifat dari logam berat tersebut yang tidak dapat diurai maka dampaknya iala kepada mahluk hidup yang ada di sungai dan tentunya juga berdampak terhadap rantai makanan lainnya sampai kepada manusia.
Selain logam berat, juga teridentifikasi beberapa senyawa kimia organik beracun di beberapa titik sampel, diantaranya Diethyl phthalate (DEP) dan kelompok alkylphenol yang dapat mengganggu kerja endokrin dan bersifat toksik bagi biota akuatik.
Kondisi sungai Citarum yang diambang kritis ikut direspon oleh pemerintah dengan menyediakan opsi untuk penanganan masalah tersebut. Sejak tahun 2000 sampai 2003 bahkan telah dilakukan upaya restorasi terhadap sungai Citarum dengan diluncurkannya program ‘Citarum Bergetar’. Sepuluh tahun berselang tanpa progres yang berarti, tahun 2013 pemerintah kembali meluncurkan program dengan nama baru ‘Citarum Bestari’. Hingga tak jauh berbeda dengan program sebelumnya yang tak memenuhi target, pada tahun 2018 kembali diluncurkan program serupa dengan nama ‘Citarum Harum’.
Sumber : greenpeace.org, CNBC Indonesia, VOA Indonesia, mongabay.co.id,, beritalingkungan.com
Peneliti : Ahmad Fauzi
Desain : Shania Anwar