Lintas Kampus

Panggung Rakyat, Aksi Merawat Berbagai Isu yang Dilupakan Publik

Massa Aksi yang tergabung dalam Aliansi Massa Rakyat Simpatik (ASIK) menggelar aksi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (17/10/2019). Aksi ini bertujuan untuk merawat isu-isu yang dilupakan publik akibat tumpang tindihnya dengan isu-isu nasional yang tidak terlalu penting.  (Aldy Khaerul Fikri/SUAKA)

SUAKAONLINE.COM – Menanggapi berbagai isu nasional yang saling tumpang tindih, Aliansi Massa Rakyat Simpatik (ASIK) menggelar aksi di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (17/10/2019). Aksi ini dibalut dengan santai dan kreatif, terlihat beberapa mural  dan tampilan-tampilan seni yang berisi kritikan kepada pemerintah. Tak hanya itu dalam aksi bertajuk Panggung Rakyat, ASIK juga membawa delapan tuntutan di antaranya :

  1. Menolak Rancangan Undan-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidan (RUU KUHP), RUU Mineral dan Batu bara, RUU Pertanhan, RUU Permasyarakatan, RUU Permasyarakatan, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Batalkan UU KPK, UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan dan UU Sumber Daya Alam. Cabut UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional dan segera sahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan UU Pekerja Rumah tangga.
  2. Batalkan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermasalah pilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
  3. Tolak TNI/Polri menduduki jabatan sipil.
  4. Stop Militerisme di Papua dan daerah lain. Bebaskan tahanan politik Papua segera.
  5. Hentikan Kriminalisasi Aktivis
  6. Hentikan pembarakan hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh korporasi dan pidanakan korporasi pembakar hutan, serta cabut ijinnya.
  7. Tuntaskan Pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM. Termasuk yang berada di lingkaran kekuasaan.
  8. Benrtuk tim independen untuk menginvestigasi dan mengadili aparat pelaku kekerasan.   

Abdul, salah satu humas ASIK menjelaskan bahwa aksi ini adalah perawatan isu terhadap delapan tuntutan diatas yang saat ini dilupakan publik karena terkikis oleh isu nasional pelantikan presiden dan penusukan Wiranto. “Kita mau kampanye merawat isu sih sebanarnya, karena beberapa isu nasional justru mengarah kepada pelantikan presiden dan Wiranto. Seolah-olah tuntutan yang kemarin itu dilupakan oleh publik,” ujarnya, Kamis (17/10/2019).

Abdul melanjutkan, framing media yang memainkan isu dan hanya memberiktakan tentang rezim  menjadi salah satu penyebab kedelapan tuntutan ini dilupakan oleh publik. “Media-media besar nasional yang kita tahu lah siapa pemiliknya,  kemudian kurang memberitakan aksi-aksi rakyat malah lebih mementingkan pemberitaan tentang rezim,” pungkasnya.

Salah satu orator aksi, Danvey mengatakan, Kota Bandung yang menjadi kota kreatif harus bisa membuktikan dengan aksi kreatif seperti melalui aksi Panggung Rakyat. “ Bandung yang menjadi kota kreatif harus bisa membuktikan dengan aksi yang kreatif juga, dengan pola-pola aksi apapun kita bisa untuk bersuara. Hari ini banyak anak-anak muda di luar almamater kampus yang ingin beruara karena revisi undang-undang ini mengancam mereka juga,” tutur Danvey.

Dalam satu bulan ini, masyarakat di Bandung telah menggelar beberapa aksi soal isu-isu nasional yang hangat diperbincangankan dimana-mana dan diantaranya berakhir rusuh. Dnvey menuturkan, aksi terus digelar karena aspirasi tidak dipenuhi dan itu merupakan bentuk dari ketidak sanggupan negara dalam mengakomodir kepentingan rakyat.

Menanggapi hal itu, salah satu massa aksi Rama Nanda mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya saat mengikuti  aksi yang selalu tegang, serius dan sampai berakhir rusuh, aksi yang dilakukan ASIK ini terlihat lebih santai, kreatif dan tetap mengkritik. Ini dilihat dari beberapa poster-poster tuntutan yang menggunakan gambar lukisan, tulisan-tulisan nyeleneh, lagu-lagu dari para musisi dan teatrikal.

Rama berharap aksi santai dan tetap satire yang dilakukan ASIK ini bisa meminimalisasi jumlah korban saat aksi yang akhir-akhir ini banyak berjatuhan. Bahkan ada korban yang meregang nyawa akibat aksi berakhir rusuh, tetapi tidak pernah diusut oleh aparat sampai saat ini.

Reporter              : Aldy Khaerul Fikri

Redaktur             : Dhea Amellia

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas