SUAKAONLINE.COM, Infografis – Puasa Ramadan merupakan suatu kewajiban yang perlu ditunaikan seluruh umat muslim. Namun, pada beberapa kondisi yang mendesak, umat muslim tidak diberikan kewajiban untuk menjalankan puasa Ramadan, dengan syarat mereka perlu membayarnya dikemudian hari baik melalui qadha maupun fidyah.
Dilansir dari kemenag.go.id, utang selama puasa wajib untuk dibayar sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Artinya, orang yang meninggalkan puasa tanpa ada halangan akan terhitung sebagai dosa. Sebab, tingkatan ibadah puasa qadha setara dengan puasa Ramadan. Sebagai sanksinya, perlu menyelesaikan terlebih dahulu puasa Ramadan yang sedang berjalan, lalu mengganti puasa di bulan-bulan selanjutnya.
Apabila utang puasa tetap belum terbayar hingga puasa tahun berikutnya tiba, maka tetap dibebankan kewajiban menjalankan ibadah puasa tetapi wajib membayar puasa di tahun berikutnya dan membayar kaffarah (denda) berupa fidyah yang ditujukan kepada kaum fakir miskin.
Mengenai waktu membayar fidyah terdapat perbedaan pendapat. Mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa pembayarannya dapat dilakukan hingga bulan Ramadan tahun berikutnya. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi, pembayarannya dapat dilakukan kapan saja, baik dalam kurun waktu satu tahun, maupun tahun-tahun berikutnya.
Penentuan besaran fidyah yang perlu dikeluarkan juga terbagi menjadi dua pendapat yang bersebrangan. Mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali serta mayoritas ulama sepakat untuk membayar fidyah sebesar 1 mud gandum atau 675 gram. Adapun menurut Mazhab Hanafi, besaran fidyah yang perlu dikeluarkan ialah sebesar 2 mud.
Selanjutnya, jumhur ulama mewajibkan untuk membayar fidyah dengan makanan pokok sesuai yang biasa dimakan sehari-hari. Namun dalam hal ini, Mazhab Hanafi memperbolehkan untuk membayar fidyah dengan uang. Karena menurut Mazhab Hanafi, tujuan dari pembayaran fidyah adalah untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin, sehingga dengan membayar menggunakan uang, telah memenuhi tujuan yang harus dicapai.
Terakhir, dapat disimpulkan bahwa kewajiban mengganti utang puasa baik secara qadha maupun fidyah telah diserukan oleh berbagai pandangan. Kendati demikian, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa perbedaan yang membutuhkan penyesuaian dari masing-masing pandangan.
Sumber: kemenag.go.id., fai.uma.ac.id.
Peneliti: Sri Wahyuni/Magang
Redaktur: Ighna Karimah Nurnajah/Suaka