SUAKAONLINE.COM-Infografis-Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab dari disfungsi yang terjadi pada suatu keluarga. Kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi hanya dengan orang dewasa yang mencari nafkah, akhirnya memilih jalan mengorbankan masa tumbuh kembang anak untuk ikut mencari nafkah. Dewasa ini keputusan mengikutsertakan anak di bawah umur melakukan pekerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang dewasa semakin marak terjadi. Tidak hanya di perkotaan namun sudah merambah ke daerah pemukiman masyarakat desa.
Melibatkan anak di bawah umur untuk melakukan pekerjaan orang dewasa sebenarnya sudah dilarang dan diatur oleh negara ,yakni dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 68 tentang ketenagakerjaan. Disebutkan bahwa batas usia minimal tenaga kerja di Indonesia adalah 18 tahun. Negara pun dengan tegas mencantumkan sanksi pidana penjara empat tahun atau denda maksimal Rp 400 juta bagi pihak yang melakukan pelanggaran.
Mengurangi bahkan menghilangkan hak anak untuk bermain dan belajar merupakan sebuah kejahatan dan pelanggaran hukum. Kendati demikian, fakta ini seakan dianggap lumrah dan mulai diabaikan oleh masyarakat. Berdalih desakan kebutuhan ekonomi, para orang tua akhirnya membiarkan anaknya untuk ikut memikul tanggung jawab yang seharusnya menjadi beban orang dewasa. Padahal, secara tidak sadar orang dewasa khususnya orang tua sudah melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang hak-hak anak yang mana seorang anak harus memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Di Jawa Barat sendiri tercatat terdapat banyak kasus eksploitasi anak usia sekolah dalam kurun waktu 2021 hingga 2023. Fenomena memilukan di saat anak-anak ikut serta ke dalam hiruk pikuk dunia luar untuk mengais rupiah tanpa pendampingan dari orang tua di jalanan. Mengabaikan keselamatan dan keamanan anak bahkan mengesampingkan mental dan tumbuh kembang anak.
Mirisnya lagi, semakin banyak oknum yang mempekerjakan anak di bawah umur untuk nantinya dijadikan pekerja seks dan pelakon pornografi dengan imbalan yang tidak masuk akal. Tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan dialami sang anak setelahnya.
Campur tangan orang dewasa terhadap fenomena ini
Eksploitasi anak di kalangan masyarakat berangkat dari modus dan motif yang beragam. Dilansir dari Indonesia baik.id modus eksploitasi anak yang marak terjadi adalah eksploitasi seksual, dengan modus orang tua yang melakukan transaksi peminjaman uang harus menjadikan anak-anaknya sebagai jaminan untuk nantinya dijadikan pekerja. Terdesak kebutuhan pokok dan biaya hidup akibatnya mengorbankan anak karena tidak ada jalan lain. Profesi yang diberikan biasanya adalah pemandu lagu karaoke bahkan pekerja seks secara paksa.
Kurangnya pendidikan di kalangan orang tua dan masyarakat pun menjadi faktor yang menyebabkan munculnya pekerja anak. Pola pikir dan rendahnya kualitas pendidikan orang dewasa di sekitar anak, yang menciptakan sebuah pemikiran mencari uang lebih penting daripada sekolah. Hal ini disebabkan pada orientasi masyarakat bahwa setelah mengenyam Pendidikan tinggi pun akhirnya akan tetap bekerja.
Imbauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kepada masyarakat Indonesia
Permasalahan eksploitasi anak adalah bentuk kegagalan pemerintah, masyarakat dan orang tua dalam memberikan ruang aman kepada anak untuk bertumbuh dan berkembang. Negara sebagai pemegang hukum tertinggi harus lebih serius menyikapi setiap kasus yang melibatkan anak sebagai korban kejahatan. Penanganan pencegahan dan penyelesaian dalam bentuk nyata serta turun langsung ke lapangan sangatlah dibutuhkan.
Kegiatan-kegiatan seperti kampanye maupun program-program pemberdayaan dan edukasi yang ditujukan untuk masyarakat sebagai upaya untuk mengurangi lonjakan kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Orang tua juga sangat berperan penting dalam hal ini, bangun pola pikir bahwa setiap anak harus mendapat pendidikan dan memastikan anak menikmati fase berkembang tanpa adanya intervensi dan paksaan dari pihak mana pun.
Sumber: Jabarekspres.com, lucosonline.com, kompas.com
Peneliti: Wulan Exrianissa/ Suaka
Redaktur: Faiz Al Haq/Suaka