Perpustakaan UIN Sunan Gunung Djati Bandung mengalami kemajuan dalam pelayanan dan fasilitas. Terbukti, baru-baru ini diberlakukan sistem gateway pada pengunjung perpustakaan dengan memakai kartu perpustakaan yang ber-barcode dan mengaksesnya pada sistem komputer yang ada di pintu masuk.
Namun, peningkatan kualitas ini terbilang cukup lambat, mengingat program komputerisasi perpustakaan telah dilaksanakan secara bertahap sejak tahun 2005. Bahkan, sampai saat ini belum ada layanan audio-visual dan layanan CD-ROM, sehingga Perpustakaan UIN Bandung masih jauh tertinggal dengan perpustakaan-perpustakaan lainnya.
Keterlambatan ini ditengarai Kepala Bidang (Kabid) Otomasi, Jajang Burhanudin akibat kurangnya perhatian dari pihak rektorat terhadap perpustakaan. “Misalnya dalam pengadaan komputer. Kami mengajukan 30 unit komputer untuk internet di dalam perpustakaan. Tapi pihak rektorat hanya memberikan 10 unit, sehingga kami pakai saja dulu untuk keperluan kantor,” kata Jajang, Kamis (10/11).
Jajang menilai pihak rektorat seharusnya memberikan otonomi pada pihak perpustakaan dalam mengelola keuangan Perpustakaan. Sehingga pihak perpustakaan lebih mudah mengalokasikan dana untuk keperluan perpustakaan. “Kalau dikelola sendiri kan lebih gampang, sehingga kami lebih mudah melakukan pengadaan buku tanpa harus ada proses yang lebih lama.”
Secara umum, Jajang tidak menampik pengelolaan perpustakaan memang masih dipandang sebelah mata oleh birokrasi kampus. Bahkan, perhatian terhadap urgensi perpustakaan di UIN bisa dikatakan secara teoritis hanya 5 % dari seluruh anggaran biaya. “Hal seperti ini terjadi bukan hanya di UIN saja,” katanya.
Padahal, menurutnya pengelolaan perpustakaan tidak bisa dianggap sepele. Ia berpendapat pengelolaan perpustakaan tidak hanya berhubungan dengan kepustakaan saja, tapi juga dengan informasi. “Bukan hanya buku, tapi juga berhubungan dengan berlangganan majalah elektronik seperti langganan majalah dan artikel sehingga mahasiswa UIN hanya cukup log in dengan menggunakan password dari perpustakaan,” kata Jajang.
Jajang juga prihatin dengan koleksi-koleksi buku Perpustakaan UIN yang tidak update. Menurutnya, selama ini pengadaan buku-buku terbaru dilakukan setahun sekali. “Pernah kejadian, buku yang sudah ada sejak tiga tahun ke belakang, perpustakaan UIN malah baru beli. Seharusnya membeli buku terbaru itu minimal tiga bulan sekali,” ungkapnya.
Selain itu, masalah kualitas SDM pun menjadi faktor yang tidak bisa dipisahkan dalam keberhasilan mengelola perpustakaan. Perpustakaan seharusnya dikelola oleh pustakawan atau tenaga ahli. Namun, sayangnya pustakawan atau tenaga ahli di Perpustakaan UIN minim sehingga pengelolaannya kurang efektif.
Meski demikian, menurut Jajang, saat ini Perpustakaan UIN yang terdiri dari 3 lantai ini telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Perpustakaan UIN telah mengembangkan pelayanan berbasis komputer dengan menggunakan program Sistem Informasi Openbiblio. “Dengan sarana ini pelayanan perpustakaan dilakukan secara on-line. Sehingga pengunjung dapat menelusuri koleksi buku perpustakaan melalui Online Public Access Catalogue (OPAK),” katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh mahasiswa Jurusan Jurnalistik semester VII, Eka Dwi Satya. Menurutnya, sejauh ini perpustakaan UIN mengalami banyak kemajuan terutama dalam pengadaan buku-buku baru.
Bagi Eka, peningkatan layanan perpustakaan sangat dibutuhkan agar pengunjung bisa betah berlama-lama di dalam perpustakaan. “Kalau bisa, perpustakan dirombak total, mulai dari buku-buku hingga tata letak. Pertahankan juga sistem komputerisasi seperti ini agar bisa digunakan oleh generasi selanjutnya,” katanya.
Berbeda dengan Eka, Ilmah menillai komputerisasi perpustakaan UIN menimbulkan efek negatif terhadap kinerja petugas perpustakaan. Saat ia dan teman-temannya tengah meminjam buku, petugas perpustakaan melarang dengan alasan komputernya sedang mati. “Padahal menurut saya masih bisa dilakukan manual, misalnya dengan mencatat di buku peminjaman. Ini kan bisa menghambat para pengunjung yang ingin meminjam buku,” ungkapnya.
Meski demikian, Ilmah tetap mendukung adanya komputerisasi perpustakaan demi meningkatkan kualitas mahasiswa UIN. “Asalkan dibarengi dengan kinerja petugas perpustakaan yang lebih bagus. Jangan terlalu ketergantungan pada teknologi,” kata Ilmah. []Aida Kania Lugina, Sonia Fitri/Suaka