Dampak pembangunan kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung mulai dirasakan oleh para pedagang. Pada 3 Januari lalu, para pedagang di kawasan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung mendapat surat pengusiran atas nama Pembantu Rektor II. Dalam surat tersebut, terdapat perintah untuk mengosongkan lokasi dagang, selambat-lambatnya 15 Januari 2011.
Menurut Didi, selaku Ketua Aspirasi Pedagang Lingkungan UIN (Aspilu), surat tersebut menyalahi kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. “Kesepakatan awalnya kami boleh tetap berjualan di lingkungan kampus UIN selama pembangunan berlangsung, dengan menempati lahan yang tidak terkena pembangunan,” kata Didi, Senin (10/01).
Sayangnya, kesepakatan tersebut tidak tertuang di atas kertas, sehingga para pedagang kini kesulitan untuk menuntut realisasinya. Seluruh pedagang di lingkungan kampus UIN akhirnya berkumpul untuk mengadakan audiensi dengan pihak rektorat. “Kami sudah memberikan surat yang berisi meminta kejelasan dari pihak rektorat melalui perantara LSM Cipadung. Sekarang kami masih menunggu tanggapan dari pihak Rektorat,” ungkapnya.
Para pedagang tersebut menyatukan suara untuk tidak meninggalkan lokasi hingga mendapat kejelasan mengenai pengusiran ini. “Kami ingin tahu apakah ini pengusiran untuk selamanya atau hanya sementara. Kami harap setelah pembangunan selesai, kami bisa kembali berjualan di sini meskipun kami harus membayar sewa. Yang penting kami punya tempat.”
Dampak pembangunan pun dirasakan oleh para pedagang di lingkungan Koperasi Mahasiswa (Kopma). Hingga kini, mereka belum mendapatkan kejelasan akan pindah ke mana. “Saya sendiri bingung nanti akan berjualan di mana. Saya harap segera dapat pinjaman modal sebelum pindah,” terang Umar (36), pedagang batagor di Kopma.
Pengosongan tempat berjualan ini, kata Kepala Bagian Umum Jaenudin, bertujuan agar selama proses pembangunan tidak ada yang terganggu termasuk para pedagang. “Pihak rektorat bukan berarti tidak peduli dengan nasib para pedagang, hanya saja kami khawatir karena akan ada banyak alat berat yang masuk ke wilayah UIN,” tambahnya.
Di saat para pedagang dihantui kecemasan akibat pengusiran ini, pihak rektorat sudah membuat suatu rencana. Hal ini disampaikan langsung oleh Jaenudin. Menurutnya, pihak rektorat telah merencanakan membangun kantin baru. Kantin ini terdiri dari tiga lantai. “Kami tetap mengutamakan para pedagang yang telah lama berjualan di UIN. Namun, para pedagang yang nantinya berjualan di kantin baru harus menyesuaikan dengan kriteria kelayakan sesuai kebijakan rektorat,” jelasnya.
Kantin yang menurut rencana pembangunan terdiri dari tiga lantai ini, serupa dengan kantin di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Lantai satu diisi dengan kafe cangkir yang berfungsi sebagai kantin pusat atau kantin universitas. Jadi, kantin-kantin yang berada di lokasi lain dijadikan satu disana.
Namun, menurut salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tia Agnes, hingga saat ini kantin di setiap fakultas tetap ada dan menyebar tidak terpusat di kantin cangkir. “Dulu rencananya kafe cangkir untuk pusat kantin di kampus. Tapi tetap aja di setiap fakultas ada kantin juga. Sedanmgkan lantai dua dan tiga belum beres dibangun,” terangnya. []Ikhmah Umaida, Aida Kania Lugina, Sri Mulyani/Magang