Puluhan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengangkut bongkahan kios dagang di samping Kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Jalan Cijagra, Kota Bandung, Kamis (23/2/2023) (Foto: Nur Ainun/Suaka)
SUAKAONLINE.COM – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) mengadakan aksi terkait penggusuran 38 kios pedagang di samping kampus ISBI, Jalan Cijagra, Kota Bandung, Kamis (23/2/2023). Aksi penolakan ini berlangsung secara damai dan diwarnai dengan teatrikal, orasi, hingga negosiasi pedagang dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Aksi damai ini menyuarakan empat tuntutan dari kebijakan Wali Kota Bandung terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL), terkhusus PKL dekat ISBI. Adapun tuntutan yang dilayangkan diantaranya; penolakan penggusuran tanpa relokasi dan ganti rugi, penolakan larangan berjualan untuk PKL, pembenahan teknis dalam penataan ruang PKL, dan pemberantasan oknum pemungutan liar.
Presiden Mahasiswa (Presma) BEM ISBI, Putri Maghfiroh mengatakan aksi yang dilakukan mahasiswa bukan bentuk penolakan tindak penggusuran, tetapi sebuah upaya untuk membantu para PKL mendapatkan solusi dari masalah ini. Ia mengatakan bahwa dia bersama mahasiswa akan terus mengawal dan mengadvokasi hal-hak para pedagang.
“Jadi, termasuk ke dalam bangunan liar. Makanya ada penggusuran, nah, yang dilakukan teman-teman ISBI ini, mengadakan aksi bukan menolak penggusuran terhadap bangunan liarnya. Lebih ke mengawal advokasi, hak-hak teman pedagang yang belum diterima, gitu,” ujar Putri saat diwawancarai, Kamis (23/2/2023).
Putri mengungkapkan bahwa para mahasiswa sangat bergantung pada PKL di sekitar ISBI. Karena para mahasiswa dapat menemukan makanan yang lebih murah dibanding tempat yang lainnya. Ia pun menegaskan bahwa mahasiswa tidak menolak penertiban, melainkan berkeinginan agar para pedagang tetap bisa berjualan dengan memenuhi standar PKL.
“Teman-teman mahasiswa itu, enggak kontra sama penggusuran ini. Silakan bangunan liarnya ditertibkan, cuman mahasiswa pengennya pedagang-pedagang ini tetap bisa berdagang di sekitar kampus dengan memenuhi standar PKL. Karena teman-teman mahasiswa ini sangat bergantung sama pedagang,” sambungnya.
Selain itu, Putri juga mengeluhkan jika penggusuran ini tanpa relokasi untuk pedagang akan membuat mahasiswa kebingungan mencari makanan. Pasalnya, kantin yang ada di ISBI belum lagi dibuka pasca pandemi, sehingga mahasiswa mengandalkan pedagang yang berada di sekitar kampus.
“Penggusuran ini akan memberatkan mahasiswa juga, karena kantin belum bisa buka, jadi kan enggak mungkin kalau enggak ada PKL, jajan Mixue tiap hari, KFC tiap hari kan enggak mungkin,” ujarnya.
Putri sebagai representasi BEM ISBI akan tetap mengawal pedagang setelah penertiban oleh Satpol PP. “Supaya nantinya kalau mengawal tuntutan-tuntutan kita yang lain, entah sampai Wali Kota atau menagih janji Satpol PP yang menjanjikan relokasi. Itu semuanya di jembatani dari aksi hari ini,” imbuhnya.
Sebelumnya, pada akhir Januari lalu, para pedagang menerima Surat Peringatan (SP) 1, selanjutnya SP 2 di awal Februari, dan terakhir SP 3 pada Selasa (21/2) kemarin. Penjual ayam geprek yang ikut tergusur, Yopi, mengeluhkan bahwa belum ada solusi yang diberikan pemerintah Kota Bandung pasca penertiban berlangsung.
“Kita juga nggak pernah dikasih solusi apa-apa. Gak ada relokasi juga. Sudah pernah melakukan negosiasi, tetapi tetap aja dari pihak sana nya (pemkot -red) bilang kalau ini udah keputusan akhir, keputusan dari sana nya,” keluhnya saat diwawancarai pasca penertiban kiosnya, Kamis (24/2/2023).
Yopi mengatakan bahwa pihak pemerintah sebenarnya menganjurkan untuk berdagang dengan jarak 100 meter dari lingkungan penggusuran, tetapi hal tersebut tidak memungkinkan karena berdekatan dengan pemukiman warga. Ia pun mengeluhkan pemberitahuan SP sangat mepet dengan SP yang lainnya.
Yopi yang sudah berjualan secara turun-temurun dari tahun 80-an hanya bisa berpasrah. Ia berharap pemerintah segera merelokasi dan mengganti rugi atas tempat berjualannya, agar ia dan para pedagang lain tidak kehilangan mata pencahariannya. “Mau gimana lagi. Kalau jualan kan perlu modal lagi, sekarang mah berharap ada keajaiban aja,” ucap Yopi.
Kepala Bidang Ketertiban Umum Ketenteraman Masyarakat (Tibum Tranmas) Satpol PP Kota Bandung, Yayan Ruyandi menuturkan bahwa para pedagang diperbolehkan berjualan dengan syarat, tidak mengganggu masyarakat, tidak menggunakan bangunan secara permanen, dan tidak meninggalkan alat dagang setelah berjualan.
“Sesuai dengan aturan diperbolehkan untuk berjualan, tapi kehadirannya jangan sampai mengganggu warga masyarakat yang lainnya. Dalam arti, etika dan sopan santun harus terus diperhatikan. Terus kemudian jualannya jangan permanen dan meninggalkan tempat dagangannya dan juga barang jualannya.,” ujar Yayan dalam negosiasi bersama pedagang.
Pasalnya, 38 kios pedagang tersebut membuat bangunan di trotoar Jalan Cijagra, yang mana melanggar Peraturan Walikota (PERWALI) Nomor 32 tahun 2019 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011.
Reporter: Mohamad Akmal Albari dan Aurora Rafi N/Suaka
Redaktur: Muhammad Fajar Nurohman/Suaka