Kampusiana

Dari Bunker ke Kota Bercahaya: Kehidupan dan Moralitas pada Pertunjukan Eltra Teater

Paman Wiona, Yanos mengutarakan bahwa waktu adalah sungai yang mengalir untuk menggambarkan dirinya dalam pementasan “Memoar Bunker” di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Kota Bandung, Sabtu (16/11/2024). (Foto: Mila Ismawati/Suaka)

SUAKAONLINE.COM- Merayakan milad yang ke-6, Unit Kegiatan Jurusan (UKJ) Sastra Inggris Eltra Teater menyelenggarakan pementasan dengan mengusung tema road show dalam  produksian yang mana pementasan dilakukan di empat kota, yaitu Garut, Sukabumi, Cianjur dan Bandung. Di Kota Bandung Pementasannya dilakukan di gedung Rumentang Siang.

Post-apocalypse, tema yang diangkat untuk pementasan bercerita tentang kehancuran akibat peperangan dan wabah dengan isu-isu tentang kelangsungan hidup, lingkungan dan moralitas. Pementasan ini berjudul Memoar Bunker, di mainkan oleh 3 aktor, yaitu Yanos, Wiona, dan Kopral West Jaff.

Yanos dan Wiona meyakini adanya Kota Bercahaya yang akan menyelamatkan mereka. Mereka berusaha untuk mengirim pesan kepada Kota Bercahaya, hingga Yanos pergi ke puncak gunung untuk mengirimkan pesan. Wiona merasa kesal pada Yanos karena tidak diizinkan untuk ikut melakukan perjalanan.

Wiona sendirian di dalam bunker, memikirkan apakah ia harus melakukan perjalanannya sendiri atau memilih untuk tetap menunggu Yanos. Ia mencoba untuk keluar dari bunker namun terlalu berbahaya, sehingga ia memilih untuk diam. Berada dalam kesendirian dan merasa lapar, ia malah memakan jamur yang beracun.

Di perjalanan Yanos tidak sesuai dengan harapannya, naasnya hal buruk terjadi, ia mengalami kecelakaan yang membuat salah satu tangannya patah. Akankah Yanos dapat menemukan Kota Bercahaya dan kembali dengan selamat untuk menemui Wiona?. Apakah sebenarnya Kota Bercahaya itu?, dan apa peran Kopral West Jaff dalam pementasan ini?

Di samping itu, urgensi yang ingin disampaikan penulis naskah kepada para penonton adalah mengenai nilai atau posisi mengenai kebudayaan, keilmuan, kesenian ketika dihadapi oleh narasi yang sangat  materialistik atau diancam oleh bahaya. Apakah pada keadaan terdesak manusia tetap menerapkan nilai-nilai yang menjadikannya sebagai manusia.

Kisah dalam pementasan ini mengajarkan untuk lebih teliti dalam menentukan keputusan dalam kehidupan. Memikirkan kembali dampak positif dan negatif dari satu pilihan yang di ambil, sebab setiap langkah yang diputuskan selalu memiliki akibatnya. Kisah Memoar Bunker ini juga menyiratkan untuk tidak menilai sesuatu yang masih kelihatan abstrak.

Sesuai dengan apa yang di ungkapkan penonton, “kita sebagai manusia kalo ingin melakukan sesuatu berpikir dua kali, karena penyesalan akan datang di akhir bukan di awal”, ujar mahasiswa jurusan Sastra Inggris semester satu, Ajria, Sabtu (16/11/2024).

Pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara sekaligus penulis naskah dari pementasan ini adalah untuk dapat mempertimbangkan segala sesuatu. “Pesan yang ingin saya sampaikan dari kegiatan atau event ini adalah bahwasannya ada perspektif-perspektif tertentu yang mungkin meluput dari pandangan kita tetapi mungkin juga sangat perlu kita pertimbangkan”, ujar sutradara sekaligus penulis naskah, Zikri Suhe, Sabtu (16/11/2024).

Reporter: Risalatul Hasanah/Suaka

Redaktur: Zidny Ilma/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas