Aspirasi

Islam Melindungi Perempuan dari Eksploitasi

Dok Pribadi

Dok Pribadi

Oleh Nina Erlina*

Saat ini perempuan merupakan salahsatu isu yang masih dibicarakan. Dari berbagai sudut melihat keeksistensian perempuan sebagai makhluk yang dapat diberdayakan. Sebelum datangnya Islam perempuan dipandang sebelah mata, hanya digunakan sebagai pemuas semata. Bahkan keberadaannya tak dianggap sama sekali hingga memunculkan kehinaan bagi yang keluarga yang memiliki anak perempuan.

Pada saat sekarang eksploitasi dan trafficking (perbudakan) terhadap perempuan tak kunjung berhenti.  Salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah menampakkan sensualitas dan keindahan tubuh perempuan untuk kepentingan bisnis. Sales promotion girl (SPG) berpakaian seksi menjajakan barang dagangan dengan sasaran utama kaum laki-laki. Dalam industri media elektronik, perempuan menjadi obyek seksual. Tubuh perempuan dan kemolekan tubuh dijadikan salah satu alat untuk memancing daya tarik. Keindahan atau sensualitas tubuh perempuan dijadikan alat untuk menjual produk yang diiklankan atau memperoleh keuntungan dari industri pornografi dalam media elektronik seperti TV dan internet.

Kasus pekerja pabrik perempuan yang harus shift siang dan malam banyak ditengarai sebagai bentuk eksploitasi.  Begitu juga kasus trafficking (perbudakan) terus terjadi.  Tenaga Kerja Perempuan (TKW) yang tidak jarang berakhir pada prostitusi dan tindakan kekerasan tidak dapat dipisahkan dari trafficking.  Trafficking juga mewujud dalam perekrutan remaja putri sebagai pekerja seks komersial atau dipaksa dijual untuk melunasi hutang dan keuntungan materi.

Hal apa yang menyebabkan hal itu terjadi? Pergaulan yang membiarkan mengumbar aurat, tekanan kemiskinan, serta kurangnya pendidikan menjadi latar belakang masalah tersebut, namun hal itu bersumber dari akar yang rusak yaitu keberadaan sistem kapitalisme yang mendorong dan membelenggu kita saat ini. Eksploitasi terjadi pada perempuan tanpa mereka sadari, bahkan dengan perasaan yang biasa dan tak bersalah mereka lakukan sesuka hati, yang pada dasarnya telah melanggar syariat.

“Berdampingan dengan itu, ideologi Kapitalis yang eksploitatif dan materialistik ini telah menempatkan produksi kekayaan di atas semua nilai-nilai kehidupan, yang berkorelasi pada arah pemberdayaan perempuan hanya pada ketenagakerjaan, merendahkan peran keibuan, dan mengikis konsep perwalian laki-laki dan negara terhadap perempuan – semua ini adalah upaya mendorong kaum perempuan terjun ke dunia kerja. Hal ini telah menjadi tekanan sosial yang berat bagi perempuan untuk mencari pekerjaan agar ia merasa dihargai, dan memaksa kaum perempuan untuk mengambil peran ganda yang menindas mereka, yakni sebagai pencari nafkah sekaligus ibu rumah tangga. Semua itu akhirnya mengakibatkan para perempuan mengkompromikan peran utama mereka sebagai pengasuh dan pendidik dari generasi di masa depan. Sistem ini telah mendehumanisasi perempuan menjadi sekedar komoditas ekonomi yang bisa membawa keuntungan finansial bagi negara mereka, dan membiarkan banyak kaum perempuan terabaikan tanpa seorang pun yang menafkahi mereka dan anak-anak mereka.” Ungkap Nazren Nawas pada Konferensi Perempuan internasional (22/12/12).

Berbeda dengan itu, Islam dengan tegas memberi batasan yang jelas. Islam agama yang sempurna dan paripurna memiliki pandangan yang khas dalam menyikapi persoalan ini.

Islam Memuliakan dan Menjaga Kehormatan Perempuan

Ketika Islam datang ke muka bumi ini, dibawa oleh Rasulullah Muhammad saw sebenarnya telah sangat nyata jika Islam meninggikan derajat kaum wanita. Islam mencela dengan keras  tradisi jahiliyah, di antaranya mengubur hidup-hidup anak perempuan yang baru dilahirkan atau pewarisan istri ayah kepada anak laki-lakinya menunjukkan bahwa Islam sangat memuliakan dan meninggikan derajat kaum wanita,.  Mari kita simak ayat dan beberapa hadits berikut ini :

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan ia sangat marah.  Ia menyembunyikan dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya.  Apakah ia akan memeliharanya dan menanggung kehinaan atau menguburkannya ke dalam tanah hidup-hidup ?  Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu (TQS An-Nahl : 58-59) 

“Barangsiapa yang memiliki anak wanita dan tidak menguburnya hidup-hidup atau menghinakannyadan tidak lebih menyukai anak laki-laki dibandingkan dengan anak wanitanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam syurga.”

Ayat dan hadits ini juga menunjukkan keharaman memperlakukan seorang wanita dengan semena-mena dan tidak adil sekaligus mengingatkan umatnya agar mendidik anak wanita sama seperti perlakuan terhadap anak laki-laki.

 ”Perempuan adalah saudara kandung laki-laki” 

“Tidak dapat memuliakan derajat kaum wanita kecuali orang yang mulia, dan tidak dapat merendahkan derajat kaun wanita kecuali orang yang jahat budi pekertinya” (HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Asakir dari Ali ra)

“Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kamu sekalian untuk berbakti kepada ibumu, kepada ibumu, kepada ibumu, lalu kepada ayahmu baru kemudian kepada orang yang lebih dekat dan seterusnya.” (HR Bukhari, Ahmad dan Ibnu Majah)

Sebuah hadits dari Anas ra, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : “Syurga berada di bawah telapak kaki ibu” (HR Al-Khatib).

Islam telah memberikan peran terhormat bagi kaum perempuan: ibu dan pengatur rumah.  Berkaitan dengan peran ini di dalam salah satu kaidah disebutkan al-ashlu fi al-mar`ati annaha ummun wa rabbatu baitin wa hiya ’irdhun yajibu an yushana.  Kaidah ini bermakna ’hukum asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah, dan ia adalah kehormatan yang harus dijaga’.  Dengan peran utama ini, kaum ibu akan membina anak-anak mereka; menggelorakan semangatnya; dihunjamkan kecintaan mereka kepada Allah, Rasul, dan al-Quran; dan ditempa kepemimpinannya.  Di tataran domestik inilah ada cikal bakal generasi umat terbaik. Kedudukan mulia lagi strategis ini benar-benar dijaga oleh Islam.

Sampai-sampai, Baginda Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap istrinya.  Dan aku adalah yang terbaik  pada istri dari kamu sekalian “ (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban).  Bahkan, Rasulullah saw  bersabda: “Sesunggguhnya istri-istrimu adalah surga dan nerakamu” (HR Ahmad).   Demikian pula, pernah ada seorang sahabat berkata kepada Rasulullah, ”Ya, Rasulullah, saya hendak ikut berperang.  Beliau seraya menjawab: ’Apakah kamu punya ibu?’  Dia menjawab: ’Ya’.  Beliau pun segera bersabda: ’Tetaplah bersama ibumu karena sorga itu ada di bawah kedua kakinya’.”  (HR. An-Nasa`i, hadits hasanun shahîh).

Tidak sedikit orang, terutama kaum feminis yang memandang bahwa sebagian aturan-aturan Islam membatasi ruang gerak atau mengekang kaum wanita, hal ini didasarkan kepada adanya hadits-hadits yang sepintas lalu memang terlihat seperti itu, akan tetapi jika kita perhatikan dengan cermat, maka justru Islam sangat  melindungi dan menjaga kehormatan wanita.  Misalnya aturan memakai kerudung dan jilbab, hadits  tentang safar ataupun keharusan seorang istri meminta izin kepada suami ketika ia harus keluar rumah dan sebagainya.

Allah berfirman dalam QS An-Nuur ayat 31 yang artinya “… Janganlah mereka menampakkan perhiasannya selain yang biasa nampak pada dirinya.  Hendaklah mereka menutupkan kerudung (khimar) ke bagian dada mereka …”,

dan QS Al-Ahzab ayat 59, yang artinya :  “Wahai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu” 

Kedua ayat ini memerintahkan kaum perempuan untuk menutup aurat dan memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya agar para wanita tidak menampakkan tempat-tempat perhiasannya.  Jelas bahwa Islam sangat melindungi dan menjaga kehormatan  perempuan dengan memerintahkannya untuk menutup tempat-tempat perhiasannya sehingga terhindar dari gangguan orang-orang yang akan mengganggu atau menyakitinya.  

“Tidak diperbolehkan seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Akhir melakukan perjalanan (safar) selama sehari semalam kecuali jika disertai mahrom-nya”

Ibnu Bathah telah menuturkan sebuah riwayat yang bersumber dari penuturan Anas ra.  Disebutkan bahwa ada seorang pria yang bepergian seraya melarang istrinya keluar rumah.  Kemudian dikabarkan bahwa ayah wanita tersebut sakit.  Perempuan  itu meminta izin kepada Rasulullah agar diperbolehkan menjenguk ayahnya.  Rasulullah saw kemudian menjawab : “Hendaklah engkau takut kepada Allah dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu,” Tidak lama kemudian ayahnya meninggal, wanita itupun kembeli meminta ijin kepada Rasul untuk melayat jenazah ayahnya, Rasulullaah bersabda :   “Hendaklah engkau takut kepada Allah dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu,” Allah swt kemudian menurunkan wahyu kepada nabi saw : “Sungguh aku telah mengampuni wanita itu karena ketaatan dirinya kepada suaminya.”

Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda : Tidak halal seorang perempuan berpuasa (sunnat), sementara suaminya menyaksikannya, kecuali dengan izinnya.  Tidak halal baginya memberi izin masuk (kepada orang lain) di rumahnya, kecuali dengan izin suaminya.  Tidak halal pula baginya membelanjakan harta suaminya tanpa seizin suaminya, karena sesungguhnya harta yang ia belanjakan tanpa seizin suaminya harus ia kembalikan kepadanya separuhnya.”

Hadits-hadits di atas mencerminkan betapa Islam melindungi dan menjaga kehormatan para wanita, dimana secara tidak langsung terkandung perintah bagi mahrom ataupun suaminya untuk senantiasa menjaga para wanita dari segala bentuk gangguan yang ada di sekitarnya. Di samping itu banyak hadits-hadits lain yang memerintahkan para suami untuk memperlakukan istrinya dengan makruf dalam kehidupan rumah tangga, juga larangan berkhalwat (bersunyi-sunyinya seorang laki-laki dengan seorang perempuan), kecuali ditemani mahrom, kesemuanya semata-mata bertujuan untuk melindungi dan menjaga kehormatan  perempuan, bukan mengekang kebebasan mereka,  sebagaimana yang dituduhkan.

Selain sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, perempuan memiliki hak untuk berperan di ranah publik. Perempuan memiliki hak dan kewajiban laki-laki kecuali dalam hal yang dikhususkan bagi laki-laki atau bagi perempuan. Perempuan berhak berkecimpung dalam bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, bisnis, dakwah, partai dan sebagainya. Kiprah perempuan pada peradanan Islam telah tercatat,

Sungguh Islam telah memuliakan dan menghormati perempuan dengan aturan sempurnanya. Wallahu ‘alam bi ash-shawab.

*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Matematika, Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas