SUAKAONLINE.COM – Founder Drone Emprite, Ismail Fahmi hadir sebagai pembicara tunggal dalam seminar nasional yang diselenggarakan jurusan Teknik Elektro di Aula Abdjan Soelaiman, Sabtu, (23/11/2019). Dalam seminar bertajuk ‘Inovasi sains dan teknologi berkelanjutan dalam menyongsong revolusi industri 4.0’ Ismail Fahmi menyinggung perihal pola media sosial, budaya penelitian dan kaitannya dengan kesiapan terhadap cita-cita Industri 4.0 di Indonesia.
Dalam wawancara dengan Suaka, Ismail Fahmi menyebut budaya bermedia sosial dapat menjadi barometer untuk melihat kesiapan terhadap wacana revoluasi Industri, utamanya pada konten yang diperbincangkan. Perbincangan terkat riset dan pengetahuan disebutnya akan mendominasi obrolan
“Orang ngetweet silahkan nggak ada masalah, tapi sekarang isinya. Dia siap (revolusi industri 4.0) atau enggak itu kelihatan dari isinya. Mereka yang sangat siap tweetnya itu (kebanyakan) nggak berisi politik, nggak berisi hoaks, tapi akan berisi ilmu, informasi, capaian dia, kegiatan dia terkait IoT. Jadi kalau memang nggak banyak (terkait Iot, dll) berarti isi kepala kita terkait industri 4.0 itu kita hanya berbicara jargon,”sebutnya, Sabtu, (23/11/2019)
Dalam sesi pemaparan materi, ia juga sempat menunjukkan hasil riset lembaganya terkait kebiasaan ngetweet mahasiswa luar negeri. Hasilnya, Pembicaraaan terkait Artificial Intelegence (AI) juga Internet of Things (IoT) mendominasi percakapan mahasiswa di Stanford University dan juga Harvard.
Kebiasaan ngetweet mahasiswa di luar negeri disebut Fahmi sangat kontras dengan perbincangan yang rutin dilakukan kebanyakan mahasiswa Indonesia. Kata kunci yan disebutkannya ialah komunikasi ilmiah, mahasiswa luar negeri ungkapnya gemar membagikan pengetahuan dan informasi hasil penelitian terbaru di media sosial.
Pada bagian berbeda, Fahmi memperlihatkan konten yang mendominasi pembicaraan kebanyakan mahasiswa dari tiga Universitas Bonafide di Indonesia yaitu UI, UGM dan ITB di Twitter. Hasilnya Mahasiswa dari tiga kampus tersebut paling gemar membicarakan isu politik.
“Ketika kita melihat di Indonesia, komunikasi ilmiah kita nggak kelihatan, mahasiswa kita percakapannya justru banyak dipengaruhi politik. Jadi apa isu yang lagi ramai di luar itulah yang juga menjadi ramai di percakapan mereka di media sosial. Dan ini yang membuat nggak fokus, harusnya fokus di bidangnya,”ungkapnya.
Meski begitu Fahmi menekankan kondisi tersebut bukan menjadi kunci utama dalam mempersiapkan diri menuju revolusi industri. Ia mengatakan yang terpenting ialah hal mendasar berupa budaya penelitian di Indonesia yang harus berkembang. Mahasiswa perlu fokus pada perbincangan seputar inovasi teknologi yang selanjutnya mengubah pola komunikasi ilmiah di media sosial.
Selain itu, faktor lainnya yang juga penting dalam pengembangan budaya riset menurut Fahmi ialah penghargaan riset di Indonesia yang masih minim. Selain itu untuk mahasiswa, Fahmi menyarankan agar memulainya dari lebih peka terhada permasalah di lingkungan sekitar, baru kemudian menemukan solusi lewat peluang menciptakan inovasi teknologi.
“Mahasiswwa harus sadar bahwa ada banyak sekali peluang, teknologi baru dan masalah-masalah yang bisa dipecahkan dengan teknologi ini. Cari ide cari masalah coba pecahkan, teknologi nggak harus canggih IoT sederhana kadang sudah cukup memecahgkan masalah,” harapnya.
Sebagai informasi, seminar nasional Teknik Elektro merupakan agenda tahunan dalam rangkaian perayaan Gema Tekno yang ke-11. Ketua Pelaksana, Lia Kamelia menyebut tujuan diselenggarakannya seminar dengan tema kunci teknologi dan industri 4.0, agar menjadi ajang saling bertukar informasi terkait penelitian terbaru. Utamanya untuk mempersiapkan rencana revolusi industri di kalangan akademisi.
“Kita punya kegiatan tahunan sebagai rangkaian gema tekno, kita mengundang para pemakalah dari 22 Institusi yang kami berharap itu bakal ada semacam sharing ilmu, membagikan penelitian terbaru juga sebagai ajang pembelajaran khususnya bagi mahasiswa teknik elektro UIN Bandung untuk mendapatkan banyak ilmu baru,” ungkapnya.
Reporter : Abdul Azis Said
Redaktur : Lia Kamilah