Pasal karet Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) berkali-kali terbukti mengancam kebebasan pers di Indonesia, bukan hanya mengancam jurnalis tetapi juga kebebasan pers yang diusung media.
Pada Selasa (25/4) lalu, Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo lewat kuasa hukumnya dari Partai Perindo melaporkan media online Tirto.id. dengan tuduhan melakukan fitnah dan pencemaran nama baik ke Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Laporan tersebut diterima Polda Metro Jaya dengan LP/2000/IV/20n17/PMJ/Dit Reskrimum dengan kasus dugaan pencemaran nama baik melalui media elektronik dengan terlapor masih lidik dan diancam dengan Pasal 310 KUHAP atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 27 Ayat 3 Jo Pasal 45 A Ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Langkah serupa juga hampir digunakan oleh Markas Besar Tentara Nasional Indonesia meskipun belakangan sikap TNI melunak dan tidak jadi melaporkan ke kepolisian, tetapi ke Dewan Pers.
Laporan ini terjadi sejak dimuatnya tulisan jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, Allan Nairn, di media Tirto.id dengan judul “Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar”. Tulisan tersebut merupakan alihbahasa dari tulisan Allan Nairn dengan judul “Trump’s Indonesian Allies in Bed with ISIS-Backed Militia Seeking to Oust Elected President” yang pertama kali diluncurkan di situs The Intercept.
Tulisan itu menyebut kasus Al-Maidah yang menyangkut penistaan agama oleh Ahok hanyalah pintu masuk untuk menggulingkan pemerintahan Jokowi. Tulisan tersebut menyebut sejumlah nama, baik sipil maupun militer aktif dan pensiunan yang terlibat di dalam rencana makar, seperti: Fadli Zon, Hary Tanoesoedibjo, Munarman, Kivlan Zein, Tommy Soeharto, SBY, Gatot Nurmantyo, Prabowo, Ryamizard Ryacudu, Wiranto dan sejumlah nama lain, termasuk Donald Trump, Mike Pence dan Freeport.
Dalam keterangan persnya, kuasa hukum Hary Tanoesoedibjo mengatakan alasan pelaporan karena tulisan di Tirto.id bukan produk jurnalistik. Karena itu pihaknya menempuh jalur hukum ketimbang mengadu ke Dewan Pers.
“Ini tulisan dari orang yang baru bangun tidur berilusi. Dia merasa menjadi spionase, dia tulis dan dimuat, tapi hati-hati tuduhan ini tidak main-main, tuduhannya ini makar,” ujar Ketua Bidang Hukum dan Advokasi DPP Perindo, Christophorus Taufik kepada sindonews pada hari Selasa 25 April 2017 setelah resmi melaporkan Tirto.id ke polisi.
Sedang Mabes TNI mengatakan lewat siaran pers nomor: SP-147/IV/2017/Pen pada tanggal 21 April 2017 bahwa berita tersebut adalah berita bohong (hoax).
“Jadi mengenai tulisan Allan Nairn, saya menyatakan yang berkaitan dengan TNI itu hoax,” kata Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (21/4).
Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto menyatakan TNI mempertimbangkan untuk melapor ke polisi. Namun belakangan Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan laporan itu tak akan dilakukan.
Berkaitan dengan hal tersebut, para akademisi, aktivis organisasi masyarakat sipil, dan individu ikut menandatangani surat pernyataan bahwa:
Pertama, mengecam tindakan pelaporan pidana terhadap pemberitaan tirto.id oleh Hary Tanoesoedibjo melalui kuasa hukumnya, karena sebagaimana dalam UU Pers bahwa pekerjaan media dilindungi oleh UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu juga persoalan pemberitaan seharusnya terbebas dari ancaman pemidanaan dan oleh karena jika ada keberatan terkait pemberitaan maka seharusnya langkah yang harus diambil oleh Hary Tanoe adalah mengajukan hak jawab atau hak koreksi atau mengadukannya kepada Dewan Pers. Karena Dewan Pers mempunyai kewenangan untuk menilai kode etik wartawan atau media yang dianggap mencemarkan nama baik.
Kedua, mendorong Mabes TNI dan pihak-pihak lain yang merasa dirugikan oleh tulisan di media Tirto.id tersebut untuk menempuh jalur sengketa pers yang akan dimediasi oleh Dewan Pers dan bukan menggunakan pasal defamasi di dalam UU ITE.
Ketiga, khawatir jika tindakan Hary Tanoesoedibjo ini dibiarkan akan memberi dampaksemakin banyak orang akan mempidanakan media jika ada persoalan pemberitaan yang menurutnya tidak menguntungkan salah satu pihak. Dan semangat tersebut adalah semangat yang jauh dari menjunjung tinggi kemerdekaan pers.
Oleh karena hal tersebut, kami mendesak:
Pertama, Kapolda Metro Jaya untuk berkoordinasi dengan Dewan Pers dan meminta pelapor untuk menggunakan jalur sengketa pers dengan mengadukan pemberitaan kepada Dewan Pers sesuai dengan MOU Kesepahaman antara Kapolri dengan Dewan Pers tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakkan Hukum.
Kedua, Dewan Pers untuk proaktif berkoordinasi dengan Kapolda Metro Jaya, dalam upaya dekriminalisasi media tirto.id dan kemudian memeriksa pemberitaan tirto.id sebagaimana pedoman kode etik jurnalistik Dewan Pers.
Ketiga, Hary Tanoesoedibjo untuk mencabut aduannya pada media Tirto.id dan mendorong penyelesaian melalui mekanisme Dewan Pers karena pekerjaan jurnalistik telah dilindungi oleh UU Pers.
Keempat, Mabes TNI dan pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh tulisan di Tirto.id untuk menempuh cara penyelesaian melalui mekanisme Dewan Pers, daripada menggunakan pasal defamasi di UU ITE yang anti-demokrasi.
Kelima, Pemerintah dan DPR untuk mencabut pasal-pasal represif seperti pasal 27 ayat 3, pasal 28 ayat 2, pasal 29 dari UU ITE karena tanpa dicabutnya pasal-pasal tersebut, ancaman kebebasan pers, kebebasan ekspresi dan juga demokrasi akan selalu ada di negeri ini.
Jakarta, 28 April 2017
Narahubung:
Damar Juniarto : 08990066000
Asep Komarudin : 081310728770
Kami yang mendukung:
Organisasi/Institusi:
1. Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet
2. Pembebasan
3. Sejuk
4. KPJKB Makassar
5. LBH Pers
6. solidaritas.net
7. F-SEDAR
8. GSPB
9. Satunama
10. LSPP
11. JRKI
12. Klinik Hukum Media Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
13. Satudunia
14. YLBHI
15. LBH Yogya
16. BaleBengong
17. Civil Rights Defenders
18. Yayasan Desantara
19. LBH Jakarta
20. Bhinneka Nusantara
21. Remotivi
22. UKM Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) UIN SGD Bandung
23. LBH Padang
24. Purplecode Collective
25. Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP)
26. Garda Papua
27. Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE)
28. Yayasan Manikaya Kauci
29. Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI)
30. Aliansi Jurnalis Independen/AJI Jakarta
31. Indonesian Citizen Journalist Community/ICJC
32. Lembaga Pers Mahasiswa Independent mahasiswabergerak.com
33. LiterAksi Lengkong Besar
34. Link-AR Borneo
35. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
36. Komite Advokasi dan Studi Hukum Sultra
37. Lembaga Pers Mahasiswa Suaka UIN Bandung
38. Perpustakaan Jalanan Karawang
39. KOPIDEMO Makassar
40. YPKP 65 (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/66)
41. LBH Makassar
42. Asosiasi Sarjana Filsafat Indonesia (ASFI)
43. Komite Advokasi dan Studi Hukum Sulawesi Tenggara
44. Jaringan Advokasi Tambang JATAM
Individu:
1. Deni Erliana
2. Saut Situmorang
3. Fitri Matondang
4. Natasha Gabriella Tontey
5. Soen Tjen Marching
6. Donny Iswandono
7. Furqan Ermansyah
8. I Nyoman Mardika
9. Hartanto
10. Imam Munawir
11. Bobby Ganaris
12. Putu Hendra Brawijaya
13. Ni Made Ras Amanda (FISIP Universitas Udayana)
14. Agus Sumberdana
15. I Made Cock Wirawan
16. I Kadek Didi Suprapta
17. Osila
18. Luh De Suriyani
19. AG. Eka Wenats Wuryanta
20. Wida Semita
21. Okty Budiati
22. Joeni Arianto Kurniawan (Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya)
23. Aris Panji Ws (pegiat sosial Kebumen)
24. Budi Ayani
25. Bone
26. Nicky
27. Reza Muharam (IPT ’65)
28. Indra Suryadi
29. Bedjo Untung
30. Moh. Maulana (Yayasan LBH Makassar/YLBHM)
31. Verdi Adhanta
32. Moh. Maulana (YLBH) Makassar
33. Kristian Pradipa
34. Muchlis Ainur Rofik
35. Rianto
36. Ninus D Andarnuswari