Editorial Tabloid Suaka, edisi akhir Mei
Setiap empat tahun sekali UIN Bandung melaksanakan Pemilihan Rektor (PILREK). Pada PILREK kali ini terdengar isu yang berhembus, “bahwa salah satu calon melakukan jual beli suara.” Perebutan kekuasaan menjadi hal yang biasa dalam perpolitikan, tapi alangkah indahnya jika tidak diiringi money politik.
Munculnya opini bahwa “PILREK UIN Bandung belum membawa perubahan seperti yang diharapkan mahasiswa,” seharusnya opini menjadi tolak ukur bagi para bakal calon rektor jika saatnya nanti dia terpilih nantinya.
Namun, kendati PILREK mengundang berbagai opini negatif, kembali ke rektor sebelumnya jelaslah bukan pilihan. Kita, misalnya, tidak ingin kebebasan berpendapat kembali dibelenggu, pers diberedel dan orang bisa menjadi presiden selama 2 periode.
Rektorat seolah-olah menjadi tempat berhimpun para cendikiawan. Mereka merasa diri serba hebat, tanpa cacat, dan memonopoli kebenaran. Padahal pada dasarnya setiap manusia pasti terdapat kesalahan.
Meski berbagai kelakuan rektorat sering dikritik bertubi-tubi oleh mahasiswa, mereka tidak juga berubah. Mereka bahkan kian bernafsu berebut kekuasaan meski tidak mampu melaksanakan dengan baik dan benar.
Cukup lama sudah kampus ini sepi dari teladan. Mencari pemimpin yang rela berkorban dan ikhlas memperjuangkan kepentingan mahasiswa, betul-betul seperti mencari jarum di antara jerami. Hingga kini, ruang publik lebih banyak diisi dengan pertarungan memperebutkan kepentingan pragmatis oleh elite yang haus kekuasaan dan materi.
Karena itu, kerakusan demi kerakusan pun dipertontonkan secara amat telanjang. Sudah tahu masih banyak ribuan mahasiswa yang menginginkan dosen-dosen berkualitas dan menginginkani ruang praktek, mungkin itu hanya mimpi belaka kalaupun terwujud entah kapan.
Harus kita akui bahwa memang masih banyak perkara-perkara yang dihadapi kampus ini yang belum berhasil dibereskan. Pembangunan, misalnya, tak kunjung cepat bisa diselesaikan dan dituntaskan. Masih banyak mahasiswa yang terdampar di sekolahan-sekolahan SMA, yang dikarenakan dampak dari pembangunan.
Suara mahasiswa dianggap seperti, “bak air bah hanya dianggap angin semilir oleh para rengrengan orang berkepentingan busuk itu.” Masih banyak yang harus dibenahi. Termasuk kualitas pemimpin kampus, jangan sampai sejarah kemudian mencatat pemimpin periode 2011-2015 buruk.
Katakanlah: ”Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-’Imran (3):26)