Persoalan teroris tentunya menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan. Dalam hal ini tentunya media adalah institusi pers yang paling getol mempersoalkannya. Sehingga selintingan miring terhadap media adalah sebuah kewajaran yang mesti diterima. Apalagi persoalan ini, kelompok-kelompok Islam menjadi tertuduh atas serangkain peristiwa dinegeri seribu pulau ini. Namun demikian kalangan Islam pun, membantah tuduhan yang dialamatkannya. Beberapa waktu lalu Ekos Koswara dari Suaka News mewawancarai Ketua STIKOM, Dedi Jamaludin Malik diruang kerjanya, berikut petikannya.
Bagaimana menurut Anda hubungan media dengan publik terkait persoalan teroris?
Jadi hubungan media dengan masyarakat itu sangat dekat, dari sudut sosiologis bahwa lahirnya media itu merupakan representasi dari aspirasi masyarakat. Sesungguhnya media itu tidak akan ada kalau taidak ada kelompok masyarakat yang menginginkannya, karena ada kelompok masyarakat yang menginginkan sebuah media itu muncul, maka munculah media itu. Jadi kesimpulannya adalah bahwa media merupakan representasi kepentingan dari aspirasi masyarkat.
Terkait dengan laporan media sat ini, bagaimana Anda melihatnya?
Dalam perkembangannya media telah menjadi intitusinya sendiri yang kadang-kadang keluar dari kepentingan–kepentingan masyarakat. Misalnya media telah terkooptasi oleh kepentingan bisnis, politik tertentu sehingga posisi dan peran media tidak independen lagi sebagaimana pada masa awalnya yaitu mengakomodasi dan mengartikulasikan kepentingan masyarakat. Sekarang dengan kondisi masyarakat yang industrinya tinggi ternyata media itu bukan milik masyarakat tetapi milik kaum kapitalis.
Laporan media yang terkesan menyudutkan suatu kelompok tertentu?
Disitulah bahwa media masa sekarang karena sudah bias dengan kepentingan kapitalis, pemilik modal, atau politik tertentu seperti Amerika dan barat. Bagaimana media barat mencitrakan fenomena orang-orang Islam, perilaku Islam kedalam jargon-jargon yang negatif misalnya sebutan teroris atau dulu Imam Khumaeni sebagai pemimpin yang haus darah. Jadi digambarkan dengan nama-nama buruk itu dalam rangka mendesakralisasikan yaitu kekuatan-kekuatan yang ada dalam Islam.
Seberapa besar pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat?
Untuk pembentukan imag, media itu epektif sehingga orang-orang bisa takut dengan orang islam sendiri, karena adanya pencitraan tadi seperti teroris dan lain sebagainya. Padahal itu belum tentu karena propaganda oleh pihak lain dan dalam propaganda seribu kali kebohongan diulang-ulang bisa menjadi kebenaran.
Caver both side-nya seperti apa?
Yaitu tidak seluruhnya mereka melakukan caver both side (pandangan dua sisi) kerana ada juga media yang terinterpensi oleh kepentingan–kepentingan antara lain bisnis dan idiologis. Dari sisi bisnisnya yaitu gimana sebuah media mengemas peristiwa sedemikian rupa menjadisenditif dimasyarakat dan sipatnya itu bombastis dengan begitu , prodaknya bisa di beli oleh banyak orang. Kadang-kadang hal itu dikasih bumbu yang sebetulnya tidak benar. Ini adalah gejala yang ada pada media sekarang ini.
Laporan yang terkesan menyudutkan kelompok Islam tertentu?
Ya. karena itu, ada juga pihak-pihak atau ulama yang menyayangkan dan mengkritisi pemberitaan yang sepihak terhadap gerakan–gerakan Islam. Hal itu bisa dipahami karena sekarang kekuatan media bukan dipihak Islam tetapi ada dipihak lain dalam hal ini adalah barat.
Sepihak, maksud Anda?
Sepihak itu, pertama, dalam kasus terorisme misalnya, belum apa-apa sudah dijustmen bahwa ini adalah kelompok Islam garis keras yang punya jaringan ini. Padalkan setiap orang mempunyai kesempatan untuk melakukan kekerasan. Kedua, apakah betul ini jihad untuk panggilan Islam atau kelompok-kelompok prustasi yang disuruh kelompok lain yang sedang menggembor-gemborkan itu. Kan bisa saja Amerika itu membuat kelompok untuk digunakan dalam jihad, kalau dulu Ali Murtopo dengan Islam jama’ah.
Dari sisi Komunikasinya bagimana Media dan masyarakat?
Ya… harus ada timbal balik dan dinamis artinya harus ada gerakan-gerakan masyarakat yang melakukan komplain terhadap laporan media, biar media tidak seenaknya. Jadi masyarakat harus melakukan kontrol pada media.
Siapa yang paling berperan diantara keduanya?
Tentu dalam hal ini masyarakat bisa lebih berperan, betapapun cara media ini menunjuk hidung orang, dia yang bersalah. Tetapi kalua masyarakat bisa kritis, bila informasi itu tidak betul, dia akan kuat untuk tidak terpengaruh informasi dari media itu.
Bagaiman dengan bahasa yang dipakainya?
Ada bahasa-bahasa media yang sipatnya insinuatif (menuduh) dan itu denga tegas dikatakan seperti itu, dan itu memang ada. Tetapi ada juga yang menggunakan secara ekstimisme (samar-samar) dan itu adalah soal gaya. Tetapi semua itu ada kepantingan-kepentingan untuk menjadikan informasi sebagai komoditas, kedua untuk membiaskan opini tentang Islam
Implikasi bagi media sendiri Karen adanya keberatan dari Publik?
Kalau masyarakat kuat menuntut media, maka media itu, pertama ia akan hati-hati, kedua bisa jadi media akan berhadapan dengan hukum karena adanya pengaduan ke pengadilan oleh masyarakat bahwa ia telah melakukan kebohongan atau kekeliruan.
Fakta yang disajikan menurut Anda seperti apa?
Apa yang sebetulnya fakta sesungguhnya disebut media itu. Antara fakta dan opini itu menjadi bercampur, tergantung pada perspektif mana orang melihatnya tetapi sesungguhnya fakta yang dimuat oleh media itu dipilih secara selektif dan tergantung pada kepentingannya.
Apa seleksi fakta itu bagian dari misinya?
Seleksi itu lahir karena adanya kepentingan-kepentingan, apa itu idiologi atau ekonomi kan gitu.coba Anda bayangkan kalau media itu perusahaan, hotel dan itu bermasalah, apakah yakin secara otomatis akan diberitakan padahal itukan keburukan dia, nah disitu artinya, ada fakta tetapi itu tidak diberitakan, karena itu grup saya, kalu diangkat ya… bisa habis.
Menurut Anda sejauhmana objektivitas pemberitaan media?
Sampai sekarang dengan kebebasan informasi. Kebebbasan pers ini, bahwa masyarakat tersebut sudah mulai meningkatkan kemampuan propfesionalismenya, tetapi memang belum seluruhnya bisa dilakukan, karena persoalan SDM dan kesejahteraan.
Pers yang mengaitkan terorisme itu dengan Islam, apa bisa dikatakan menyudutkan?
Ya…itu tidak bisa dikatakan sebagai upaya menyudutkan tetapi itu merupakan penyelidikan, apakah betul atau tidak, persoalannya adalah bagaimana media itu mengupas persoalan terorisme itu secara professional sampai ketemu kebenarannya. bukan berarti media Islam itu tidak mengangkat soal terorisme tetapi media Islam itu mengangkat isu terorisme secara professional artinya ia bisa objektif. Bukan dalam rangka menjelek-jelekan. Misalnya yang dilakukan oleh Tempo.
Peran organisasi pers sendiri bagainmana, AJI misalnya?
Ya… AJI itu masih merupakan paguyuban tetapi didalamnya ada semangat independen dan ini sangat penting
untuk pemberitaan, artinya objektif dan bisa memenuhi kepentingan masyarakat itu, yaitu ada pada wartawan yang tidak terjebak pada kepentingan. Jadi dalam hal ini begitu penting seorang wartawan professional yaitu mengambil jarak pada kepentingan, termasuk Agama, dalam arti sosiologis–kepentingan politik, sebab dapat menginterpensi pada pekerjaannya.
Lalu apakah dia mampu, kalau ada penugasan dari meja redaksinya?
Ya… penugasan itu lahir dari sebuah konprensi dan komitmen rapat artinya dia tidak begitu saja dikasih penugasan.
Profesionalime kerja wartawan itu seperti apa?
Pertama wartwan professional itu tidak bisa menukar informasi dengan uang atau kepentingan apapun, kedua dia bisa mengamankan intitusi persnya sepanjang memberiakn pekerjaan dan pemberitaan yang benar.
Bagaimana perkembangan Islam terkait dengan laporan-laporan media?
Sebagian mereka biasa-biasa saja, karena belum tentu orang Islam yang melakukannya. Tiba–tiba muncul seorang Amrozi, orang akan bertanya darimana itu. Tetapi lain kalau kiai Cipasung yang tiba-tiba muncul melakukan zihad, itu trak recordnya jelas. Tetapi orang-orang yang tidak jelas itu muncul mengembor-gemborkan zihad.orangpun akan bertanya. Kalau dia bunuh orang ya…dihukum dong.
Adanya komentar dari tokoh-tokoh Islam, bagaimana?
Ya itu merupakan bentuk klaripikasi, karena belum tentu dia adalah pejuang Islam.
Kalau Anda memahami zihad itu seperti apa?
Ya… saya meragukan, siapa mereka, kalau kita akan melakukan zihad yang betul, bukan berada pada kondisi perang, sekarang kita berzihad dengan cara cultur dan social. Ada orang-orang yang masih miskin akibat miskin structural itu yang harus dimanej dan dibela. Tetapi kalu zihad membunuh orang yang tak berdosa itu yang salah dari segi apapun. Jadi zihad harus diartikan pada gerakan yang revolusioner dalam pemikiran,budaya dan ekonomi. Sehingga tidak penting siapapun pemimpinnya yang penting sistemnya ini.
Bukankah pemikiran itu membuahkan tindakan yang riil?
Nah bentunya yang beda. kalau mereka menghancurkan sesuatu yang kita tidak tahu, siapa sih yang mereka bunuh? yang terbunuh kan orang Islam sendiri. Kasus di Marriot itukan, bukan orang Amerikan,.kan. apakah itu disebut dengan gerakan zihad? Berbicara tentang zihad yaitu bagaimana mengubah struktur-struktur kemiskinan umat islam dengan system ekonomi, gerakan protes dilakukan tetapi tidak membunuh, yaitu dengan gerakan pemberdayaan yang melibatkan para konseptor dan pemerintah.
Bagaiman dengan media yang berlabel Islam dan Independen?
Media Islam tentunya akan mengangkat isu-isu islam tetapi media independen akan mengangkat mana saja suatu isu yang patut diberitakan bisa Islam bisa tidak itu bedanya.
Lalu bagaimana Media Islam melakukan caver both side-nya?
Kalau islam itu berhikmat pada kebenaran, maka propaganda yang dilakukan tidak menapikan hak-hak orang lain, mentang-mentang media Islam lalu menapikan kebenaran pihak lain. Itu bisa menjadi tidak adil, propaganda itu dilakukan sepanjang ada pihak lain yang merusak citra Islam. Tetapi kalau orang Islam melakukan propaganda dengan menghalalkan segala cara, membohongi dan membunuh orang lain demi kepentingan agama itu bukan zihad namanya, itu adalah tindakan kriminal. Masyarakat kita cerdas kok, dan biarkan masyarakat menilai mana yang benar dan tidak.
Bagaimana Anda melihat pesan dari laporan media ?
Dimedia itu ada yang namanya analisis framing, sebagai analisi terhadap pemberitaan dan ternyata dalam pemberitaan sebuah media bisa menonjolkan sesuatu apa itu penting atau tidak penting. Bisa saja yang tidak penting itu menjadi penting. Jadi adanya penonjolan ini terkait dengan kepentingan media, baik segi ekonomi, idiologi maupun politik. Yang kedua mengemas sebuah fakta yang dilakukan oleh media yang dapat mengarah pada kepentingannya itu.
Hal terpenting bagi seorang wartawan seperti apa?
Pertama belajar untuk menjadi seorang wartawan yang professional, kedua harus punya integritas bahwa dia bekarja untuk mencari informasi yang benar tidak untuk memihak tetapi ingin menceritakan berita dengan apa adanya.