Fresh

Lobang Jepang, Napak Tilas Sejarah di Ranah Minang

Untuk memasuki Lobang Jepang, para pengunjung harus menuruni terlebih dahulu 132 anak tangga. Sebelum direnovasi, Lobang Jepang tidak memiliki anak tangga, masih dilapisi oleh tanah biasa. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Untuk memasuki Lobang Jepang, para pengunjung harus menuruni terlebih dahulu 132 anak tangga. Sebelum direnovasi, Lobang Jepang tidak memiliki anak tangga, masih dilapisi oleh tanah biasa. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

SUAKAONLINE.COM, Bukittinggi, Sumatera Barat — Menelusuri berbagai peninggalan sejarah yang panjang di Indonesia memang tak ada habisnya. Dari Sabang sampai Merauke, dari kota sampai ke desa. Peninggalan sejarah selalu dapat ditemukan oleh generasi saat ini. Peninggalan yang masih ada tentunya menjadi kenangan bagi rakyat Indonesia dan membuka tabir sejarah perjuangan para pahlawan tempo dulu. Kali ini, Suaka berkunjung ke kota Bukittinggi, Sumatera Barat.

Tanah Minang yang terkenal dengan Jam Gadangnya ini banyak menyimpan jejak sejarah di masa penjajahan Jepang. Salah satunya situs Lobang Jepang. Jepang mulai mengambil alih kekuasaan ketika Belanda merangkak pergi meninggalkan tanah Indonesia. Jepang Mulai berkuasa di Indonesia dari tahun 1942-1946 M.

Untuk memasuki peninggalan para Romusha ini, para pengunjung cukup merogoh kocek Rp 8.000. Tapi jika ingin merasa puas dan mendapatkan informasi yang lengkap, para pengunjung harus membayar lebih untuk menyewa jasa pemandu sesuai dengan permintaan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengitari lobang ini sekitar 40 menit.

Dalam menikmati wisata sejarah ini, pihak pengelola menyediakan salah seorang pemandu wisata yang bernama Jefri Chong. Perjalanan memasuki Lobang Jepang dengan menuruni 132 anak tangga pun dimulai. Suasana gelap dan dingin mulai terasa menghampiri. Lobang Jepang yang memiliki panjang 64 meter tersebut memiliki nuansa yang berbeda. Dingin dan sunyi meyelimuti perjalanan kali ini.

Lobang Jepang atau bahasa minangnya, Lubang Japang adalah salah satu peninggalan para penjajah Jepang di Kota Bukittingi. Proses pembuatan Lobang Jepang ini memakan waktu lebih kurang 3 tahun sejak Jepang menduduki Kota Bukittinggi.

“Para pekerja Romusha berdatangan dari seluruh wilayah Indonesia, bukan hanya orang Minang sendiri yang berada di Kota Bukittinggi,” ujar Jefri Chong saat menerangkan sejarah Lobang Jepang, Rabu (6/8).

Tempat ini adalah Ruang sidang yang digunakan oleh penjajah Jepang. Kegiatan yang dilakukan di ruangan ini tidak hanya sidang, tapi juga membicarakan hal-hal penting lainnya. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Tempat ini adalah Ruang sidang yang digunakan oleh penjajah Jepang. Kegiatan yang dilakukan di ruangan ini tidak hanya sidang, tapi juga membicarakan hal-hal penting lainnya. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Perjalanan pun berlanjut dengan informasi-informasi unik yang diberikan oleh Pemandu Wisata. Perjalanan ini melewati semua terowongan yang berjumlah 21 terowongan. Di antara banyaknya terowongan tersebut pernah difungsikan sebagai barak militer, penyimpanan senjata dan ruang sidang.

Asal mula dari Lobang Jepang ini sendiri, sebenarnya Penjajah Jepang secara tidak sengaja menemukan sebuah lobang yang memang sudah ada sebelumnya. Dari sanalah pihak Jepang mulai melakukan penggalian lobang utama.

Banyak hal-hal unik yang diketahui dari proses pembuatan Lobang Jepang ini. Jefri Chong, menjelaskan lagi bahwa hal yang paling unik dari pembuatan Lobang Jepang adalah tidak diketahuinya oleh masyarakat Bukittinggi itu sendiri.

“Pembuatan Lobang Jepang cukup unik, Masyarakat Bukittinggi tahu bahwa ada Jepang yang sedang menjajah, tapi mereka tidak tahu bahwa Jepang sedang membuat Lobang di bawah sini.” Ujarnya.

Hal aneh lainnya yang ditemui saat proses pembuatan Lobang Jepang yang bersih dan cepat ini adalah tanah Galian. Hal ini dituturkan oleh Jefri Chong bahwa ia memiliki rasa penasaran tersendiri akan tanah galian tersebut.

Tanah galian Jepang dalam pembuatan lobang ini tidak ditemukan saat proses pengalian. Namun, saat ditanyakan kepada pemuka masyarakat, ada yang mengatakan bahwa tanah galian tersebut dibuang sedikit demi sedikit ke Ngarai yang airnya cukup deras.

Perjalanan terus berlanjut mengitari lobang yang dibuka sejak tahun 1986 ini. Hawa dingin yang menusuk menemani perjalanan mengitari satu per satu terowongan. Dimulai dari terowongan gudang senjata sebanyak enam terowongan. Dalam gudang tersebut terdapat berbagai macam senjata, ada senjata laras panjang dan pendek, peluru dan lain sebagainya.

Lobang ini adalah lobang pembuangan mayat bagi para pekerja Romusha yang telah mati. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Lobang ini adalah lobang pembuangan mayat bagi para pekerja Romusha yang telah mati. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Terowongan selanjutnya yaitu barak militer. Tempat mereka melakukan segala aktivitas yang berjumlah dua belas terowongan. Sedangkan untuk tiga terowongan lagi yaitu Ruang Sidang yang dipergunakan untuk rapat atau membicarakan hal-hal tertentu.

Lobang Jepang memiliki tinggi 2,5 meter dan panjang lebih kurang 1.470 meter. Orang-orang yang bekerja dalam proses pembuatan Lobang ini disebut Romusha. Mereka bukanlah orang Bukittinggi ataupun Sumatera Barat, namun mereka adalah orang-orang yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan beberapa pulau lainnya.

Orang Jepang memperlakukan sistem kerja berkelompok dalam proses Lobangnya. Setiap Kelompok berjumlah sekitar lima belas orang diperintahkan bekerja keras hingga batas kemampuan mereka. Setelah mereka mati karena kelelahan atau kelaparan maka mereka akan dibuang.

Tempat selanjutnya yang dikunjungi adalah dapur pembantaian. Di dapur tersebut terdapat dua lubang yang cukup besar. Satu lubang yang berada di bawah adalah tempat pembuangan mayat jika para pekerja telah mati. Mayat pekerja tersebut akan dibuang melalui lubang dan diseret oleh orang Jepang hingga jatuh ke Ngarai. Sedangkan tempat yang tepat berada di atas lubang mayat tersebut, adalah lubang pengintaian bagi tentara Jepang untuk merampas bahan makanan ataupun melihat kondisi di luar.

Satu situs lagi yang menjadi saksi bisu kekejaman Jepang adalah penjara. Bangunan yang persis ada di sebelah dapur pembataian tersebut menjadi tempat bagi pekerja Romusha yang membangkang terhadap para Jepang. Di dalam penjara tersebut mereka dibiarkan mati kelaparan atau bahkan ada yang disiksa dan akhirnya mati.

Jefri Chong mengatakan bahwa cukup banyak orang-orang Indonesia yang mati di Lobang ini sebagai pekerja Romusha.”Kalau dipikir-pikir perkiraan manusia yang mati dalam penjara dan dibuang ke Lobang itu ada sekitar 500 orang”, ujarnya sembari melanjutkan perjalanan.

Lobang Pengintaian, tepat berada di atas lobang pembuangan Mayat. Lobang ini digunakan oleh orang Jepang untuk melakukan  pengintaian terhadap penduduk serta untuk perampasan bahan makanan. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Lobang Pengintaian, tepat berada di atas lobang pembuangan Mayat. Lobang ini digunakan oleh orang Jepang untuk melakukan pengintaian terhadap penduduk serta untuk perampasan bahan makanan. (Foto : Restia Aidilia Joneva)

Jepang memang menjajah Indonesia hanya dalam waktu yang singkat daripada Belanda. Tapi, penjajahan Jepang meninggalkan luka yang mendalam bagi masyarakat Indonesia termasuk di Kota Bukittinggi. Lobang Jepang adalah salah satu sisa sejarah yang ditinggalkan Jepang di provinsi Sumatera Barat. Banyak cerita dan kisah para Jepang serta Romusha yang kini menjadi tempat wisata yang terus dilestarikan oleh masyarakat sekitar.

Meskipun Jepang sebagai penjajah di Ranah Minang, namun mereka telah meninggalkan bekas berbentuk lubang yang berarti bagi masyarakat Minangkabau. Lobang Jepang kini menjadi tempat wisata yang menarik banyak wisatawan lokal ataupun asing walaunpun sudah mengalami beberapa kali renovasi. Tapi, ada beberapa ruangan yang masih memiliki sisa tanah alami dari lobang zaman dahulu yang masih kokoh.

“Itu salah satu yang membuat kami heran, waktu gempa di Padang beberapa waktu silam banyak semen-semen dari lobang ini yang rusak. Tapi, tanah dan lobang itu sendiri sampai sekarang masih aman dan tidak mengalami kerusakan,” Ujar Jefri Chong yang sudah 22 tahun menekuni profesi sebagai Pemandu wisata tersebut.

Kini, Lobang Jepang tetaplah peninggalan sejarah yang menjadi pengetahuan baru bagi generasi muda. Meskipun lobang Jepang telah mengalami beberapa kali renovasi, namun keaslian bangunan masih dapat terlihat. Pada tahun 2004, Lobang jepang diresmikan oleh Wali Kota Bukittinggi. Pada tahun 2015 mendatang, Setiap terowongan akan dijadikan museum, tempat pemutaran film dokumenter, teater dan sebagainya. Hal tersebut bertujuan agar pengunjung merasa lebih nyaman saat berkunjung.

Reporter              : Restia Aidilia Joneva

Redaktur             : Adam Rahadian Ashari

3 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas