SUAKAONLINE.COM – “Tidak ada satu Pilkada pun yang tidak ada kecurangan di dalamnya,” uca Mahfud MD saat menjadi pemateri diskusi dan bedah buku Intelijen dan Pilkada karya Stepi Andriani di Gramedia Matraman, Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Selasa (3/4/2018). Menurutnya, walaupun terkadang tidak signifikan, kecurangan tersebut dapat berupa pemalsuan dokumen, politik uang ataupun penghadangan.
Mahfud mengatakan, pengalaman menangani banyak kasus sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuannya. Sehingga pada 2012 lalu, Mahfud sempat berdiskusi dengan Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Ketua KPU saat itu untuk menggali solusi.
Kembali ke Pilkada Tetutup
Kesimpulan dari pertemuan tersebut, Pilkada harusnya dikembalikan kembali kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau bersifat tertutup. Melihat kondisi saat ini sudah tidak bisa lagi Pilkada dilakukan secara langsung, karena itu dapat merusak. Sedangkan jika lewat DPRD, kecurangan dan kerusakan itu dapat dilokalisir, karena lingkup orang yang diawasi hanya sebatas DPRD saja.
“Nah, jika Pilkada lewat DPRD, pengawasannya lebih mudah, kita bisa mengawasi keseluruhan anggota DPRD misalnya di sebuah kabupaten, sehingga kerusakan yang terjadi itu terbatas pada sedikit orang, sementara rakyat tetap terdidik. Sedangkan jika Pilkada secara langsung itu seluruh rakyat bisa rusak, atau dirusak lah, seperti yang sering terjadi sekarang,” ungkapnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menegaskan, pemilihan lewat DPRD tetap sesuai dengan regulasi yang berlaku dan demokratis sesuai dengan pasal 18 UUD 1945. “Demokratis itu boleh lewat DPRD, boleh lewat langsung. Itu sama sama boleh. Oleh karena itu tidak ada permasalahan konstitusional disitu jika Pilkada dikembalikan kepada DPRD,” tambahnya.
Senada dengan Mahfud MD, Pakar Komunikasi Politik, Effendi Gazali mengatakan, ada lima hal penting yang harus dipenuhi jika pemerintah ingin tetap melakukan Pilkada langsung seperti sekarang.
Pertama, Pilkada Threshold, yaitu keharusan mempunyai 20% persen suara untuk maju sebagai calon Pilkada. Kedua, batasi juga batas atasnya maksimal 30% dukungan untuk menghindari adanya calon tunggal. ketiga, mudahkan calon perorangan, untuk menghindari harga mahar politik yang tinggi. Keempat, hapuskan politik uang, dan yang terakhir, harus adanya pendidikan politik yang sangat serius kepada masyarakat.
“Jka kelima hal ini tidak dapat dipenuhi, maka Pilkada sebaiknya dikembalikan kembali kepada DPRD,” ujar pria yang juga berprofesi sebagai Dosen Universitas Indonesia tersebut.
Reporter : Harisul Amal
Redaktur : Nizar Al Fadillah