SUAKAONLINE.COM- Acap kali pembangunan dianggap sebagai sebuah jawaban penguasa untuk meningkatkan kualitas hidup rakyatnya. Sekalipun dalam praktiknya sering kali terjadi penindasan dan perampasan hak, pembangunan tetap menjadi satu – satunya jalan menuju kesejahteraan atas nama estetika, tata ruang, keindahan kota dan segala bentuk pembenaran versi penguasa, sekalipun subtansi dari kasus pembangunan tersebut adalah perampasan hak ruang hidup.
Sepenggal kalimat tersebut merupakan siaran pers rilis yang didapat sebelum sidang gugatan warga RW 11 Terhadap Surat Keputusan Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Prasarana Sarana Utilitas Pertahanan dan Pengamanann (SK DPKP3), Selasa (6/2/2018) dimulai. Sebelum dimulainya sidang ketiga, warga RW 11 Tamansari dan Aliansi Rakyat Anti Penggusuran melakukan aksi di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Mereka membawa spanduk-spanduk keresahan dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, salah satunya bertuliskan “Pemkot Bandung Melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Dalam aksi tersebut, mereka juga menyampaikan orasi dengan silih bergantian atas dasar keresahannya.
Sidang kali ini penggugat (warga) menanggapi jawaban dari DPKP3 tentang kewenangan dan hak pada sidang sebelumnya. “Intinya membantah dalil-dalil jawaban dari DPKP3,” ujar Hardiyansyah, kuasa hukum warga RW 11, Tamansari.
“Pertama kita tetep pada porsi gugatan yang di dalam reflik ini, kita membantah tergugat yakni DPKP3. Dia (DPKP3) bilang, penggugat ini tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan gugatan, sedangkan di dalam Undang-udang Peradilan Tata Usaha pasal 53, orang atau badan hukum yang haknya dilanggar dan menimbulkan kerugian dia berhak untuk melakukan gugatan. Artinya ada komplain (yang dirugikan) terhadap penerbitan SK tersebut,” ujar pengacara dari LBH Bandung ini.
Namun saat persidangan dimulai, kuasa hukum dari DPKP3 tidak lengkap, hanya satu orang dan baru terlihat dipersidangan. Akhirnya, sidang ditunda. “Mungkin itu yang menjadi pertimbangan hakim untuk menunda sidang,” ujar warga Tamansari RW 11, Eva, yang juga hadir dalam persidangan.
SK DPKP3 Cacat Prosedur
Menurut Hardi, yang menjabat Kepala Deparetmen dan Perburuhan di LBH Bandung, penerbitan SK DPKP3 tentang pembangunan di Tamansari ini cacat prosedur karena tak bersandar pada peraturan dalam undang – undang. Seharusnya, sesuai yang tertuang dalam undang – undang pengadaan tanah, penerbitan SK harus beriringan dengan pertimbangan dan pemberian perlindungan serta ganti rugi yang layak dan adil kepada warga yang mendiami tanah tersebut. “Tetapi dalam dalil jawaban DPKP3, Kuasanya bilang kami tidak penginduk pada Undang – undang Pangadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, padahal di dalam SK-nya harus ada ganti rugi,” paparnya.
Dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum tertulis jelas dalam pasal 1 ayat 3, pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti rugi yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Pihak yang berhak (terera dalam ayat selanjutnya) tak lain adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah, yang dalam kasus ini adalah warga Tamansari RW 11.
Namun pada kenyataannya, tak ada ganti rugi yang layak maupun adil yang dilakukan oleh Pemkot terhadap warga. “Karena adanya SK tersebut warga jadi disengsarakan, kehilangan pekerjaan. Jadi tidak sesuai dengan janji mereka (Pemkot) yang mau menyejahterakan,” ucap salah satu warga RW 11, Eva yang juga datang pada persidangan.
Kedepannya, dalam agenda sidang ke empat dengan agenda duplik tanggapan dari replik yang sudah ada, nantinya dari kuasa hukum warga akan mempersiapkan bukti-bukti tertulis. Hardi beserta timnya akan mempersiapkan bukti tertulis dari saksi dan penduduk setempat, mulai dari adanya warga yang diberi ganti rugi tidak layak, adanya konflik sosial dan adanya pembentukan organisai masyarakat.
Masih tersiar dalam rilisan aksi sebelum sidang, warga Tamansari yang tergabung dalam Forum Juang Tamansari Bersatu bersama Aliansi Rakyat Anti Penggusuran memberikan pernyatan sikap, yaitu menolak pembangunan rumah deret (enam susun) di Tamansari RW 11, mengutuk keras kegiatan – kegiatan terkait proses pembangunan rumah deret yang masih berjalan di Tamansari, cabut SK DPKP3 karena cacat prosedur dan menolak segala bentuk pembangunan yang menindas dan sewenang – wenang terhadap rakyat.
Reporter : Rafi Fachmi
Redaktur : Nizar Al Fadillah