Sosok

Menginisasi Demi Mengabdi Kepada Masyarakat

Heny Gustini Nuraeni

Banyak kegiatan yang bisa dilakukan sebagai bentuk pengabdian manusia kepada Tuhan. Berbagi ilmu pengetahuan dan ide gagasan demi mengabdikan diri kepada masyarakat, menghantarkan Heny Gustini Nuraeni untuk terus berpacu dengan waktu demi membuat lingkungan bernilai toleransi yang tinggi. Bagi perempuan yang lahir 55 tahun silam ini, berdakwah tidaklah harus berbicara dengan lantang diatas mimbar masjid saja. Tetapi dengan mengabdi kepada masyarakat dan membuat perubahan di lingkungan mereka, itu sudah bagian dari dakwah.

Salah satu bukti pengabdiannya terhadap masyarakat, perempuan yang akrab disapa Ambu ini membuat Yayasan Pendidikan dan Sosial Siti Hajar atau yang yang saat ini dikenal dengan Pesantren Sunan Ambu ditahun 2000, fokusnya pada saat itu kepada sosial dan masyarakat marginal untuk membantu memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak yang tidak mampu. Pesantren Sunan Ambu memiliki 11 pengajar dari kalangan mahasiswa dan 60 santri. Dengan sistem santri “Kalong” atau pulang pergi, tak menginap atau menetap.

Hingga saat ini dirinya terus  berusaha meperbaiki keadaan sosial. Perlahan namun pasti, ia terus melakukan riset ke lapangan untuk menganalisis permasalahan dan membuat solusinya. Hingga pada tahun 1985 hingga saat ini riset dilakukan terhadap kelompok Pekerja Seks Komersial (PSK). Lalu Ambu ikut membantu tim Bandung Satu untuk membuat tempat dakwah bernama At-Taubah di Saritem yang bertujuan memberikan pencerahan khususnya kepada para PSK tersebut.

Dosen Budaya Sastra Sunda, Fakultas Dakwah dan Komunikasi tersebut kini sedang melakukan pembinaan kepada satu kelompok Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di Bekasi, risetnya mengatakan ada tiga hal yang membuat mereka menjadi LGBT. Lingkungan, biologi, dan orientasi yang mereka bentuk. Hasil pembinaannya memang tak selalu berbuah manis, dari kasus ini beberapa ada yang tersadar lalu meninggalkan perilaku menyimpangnya menyukai sesama jenis, namun tak jarang ada juga yang sulit meninggalkannya.

“Mereka punya hak dengan Tuhan-Nya, mereka tak harus dijauhi maupun dijudge, mereka butuh pendampingan kita. Yang saya tekankan kepada mereka adalah tentang shalat, meskipun sudah banyak yang lupa dari mulai gerakan dan bacaan. Saya kira kalau ibadah sudah bagus, keinginan bermaksiat bisa berkurang, ” ujarnya, Jumat (15/3/2019).

Tak henti menebar kebaikan, Ambu juga turut memberdayakan masjid-masjid yang dinilai kurang baik dalam segi bangunan, atau pun kegiatannya. Masjid Al-Marjan di daerah Bandung yang sama sekali tidak ada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) serta tidak ada kegiatan didalamnya, bangunannya pun dirasa kurang layak. Ambu bersama teman-temannya sedang melaksanakan perbaikan masjid tersebut dan membuat struktur pengurus masjid serta memberikan kegiatan pengajian.

Banyak hal dan pelajaran yang bisa Ambu ambil dari segala kegiatan yang sudah dilakukan. Ambu berharap dirinya bisa terus memberikan pengabdian yang terbaik kepada masyarakat-masyarakat yang membutuhkan dan berharap masih banyak orang yang mau bekerja sama menciptakan penghidupan yang layak bagi masyarakat kecil. “Life of Struggle. Bahwa hidup itu tak pernah mengenal menyerah, hidup itu harus rahmatan lil ‘alamin. Selalu yakin bahwa Allah tidak pernah memberikan kesulitan diluar kemampuan hambanya, ” jelas Ambu dengan yakin.

Menurut salah satu mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI), Utari Sawitri, sosok Ambu dinilai sangat menginspirasi. Ambu sebagai praktisi dakwah yang aktif melakukan pendekatan terhadap masyarakat, selalu memberikannya acuan hidup baru yang lebih positif melalui seni Sunda. “Sangat menginspirasi, karena beliau salah satu praktisi dakwah yang konsen melakukan pendekatan dengan seni, terutama seni sunda yang beliau punya, turun langsung mengabdi masyarakat.” ujarnya kepada Suaka, Selasa (19/3/2019).

Utari Sawitri menjadi salah satu mahasiswi yang beberapa kali terlibat dalam kegiatan Ambu, terutama dalam kegiatan mengajar maupun memperkenalkan bahasa budaya sunda. Ia juga sering dibekali Ambu dengan pendekatan dakwah yang luas, salah satunya bisa digunakan pendekatan sen Dakwah memang kewajiban umat Islam yang harus dimiliki, namun menurutnya tak melulu soal dakwah di mesjid, dakwah bisa dilakukan dengan dasar potensi yang kita miliki untuk membantu kehidupan yang lebih layak.

Reporter : Yunita Rosdianti

Redaktur : Lia Kamilah

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas