Kampusiana

Mohammad Nuh : Interindependent dan Pendidikan, Penting Bagi Pemuda Indonesia

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2009-2014, Mohammad Nuh saat memberi materi dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himanitro) UIN SGD Bandung dalam Techno Festival 2016 di Aula Anwar Musaddad, Sabtu (23/4//2016). (Khairul Umam/Magang)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2009-2014, Mohammad Nuh saat memberi materi dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himanitro) UIN SGD Bandung dalam Techno Festival 2016 di Aula Anwar Musaddad, Sabtu (23/4//2016). (Khairul Umam/Magang)

SUAKAONLINE.COM, – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) periode 2009-2014, Mohammad Nuh menyampaikan pentingnya interindependent dan pendidikan bagi pemuda Indonesia. Hal ini bertujuan agar bisa terbentuk karakter generasi yang mampu menciptakan masa depan.

Hal ini disampaikan dalam seminar Nasional yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himanitro) UIN SGD Bandung dalam acara Techno Festival 2016, di Aula Anwar Musaddad, Sabtu (23/4/2016).

Dalam seminar yang mengusung tema “Membangun Jiwa Kemandirian Intelek Muda untuk Kemajuan Bangsa” tersebut, Nuh menjelaskan hierarki ketergantungan berbentuk segitiga yang meliputi dependent, independent dan interindependent. Namun yang harus dimiliki pemuda adalah interindependent atau saling-ketergantungan. Dengan demikian, pemuda bisa memenuhi kebutuhan sendiri dan bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Dependent serba ketergantungan, independent itu mandiri yang bisa memenuhi kebutuhan sendiri tapi belum bisa memberikan manfaat ke yang lain, dan interindependent baru bisa bermanfaat bagi yang lain atau dikenal dengan khairu al-nas anfa`uhum li al-nas. Kita tergantung ke orang lain, begitupun orang lain tergantung ke kita. Inilah the global connected,” kata Nuh.

Selanjutnya, kepribadian yang utuh harus ada dalam diri pemuda, terutama mahasiswa. Jika kepribadian itu tidak utuh, setinggi apapun pangkatnya, maka tidak akan berarti. Namun, bilamana kepribadian tersebut utuh, pangkat yang tinggi akan jadi bermakna.

“Setengah pangkat satu hasilnya setengah, setengah pangkat dua hasilnya satu perempat, setengah pangkat tiga hasilnya satu perdelapan. Satu pangkat satu sama dengan dua, dua pangkat dua hasilnya empat dan seterusnya. Bahkan akan menjadi lebih kecil. Sehingga jangan berorientasi pada pangkat, tapi berorientasi pada kepribadian,” lanjut Nuh.

Lebih lanjut, Nuh juga mengatakan bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini ada tiga hal, yaitu kemiskinan, ketidaktahuan, dan keterbelakangan peradaban. Semua tantangan tersebut dapat dijawab dengan adanya pendidikan. “Pendidikan sebagai pemutus penyakit sosial tersebut. Sebagiamana yang disampaikan oleh Nelson Mandela, education is the most powerful weapon which you can use to change the world,” kata Nuh.

Pendidikan tidak memandang orang kaya dan miskin. Banyak orang miskin yang bahkan lebih hebat dari orang kaya. Sistem pendidikan pun harus mengikuti perkembangan zaman. Nuh mengutip dari quote Ali Ibn Abi Thalib bahwa didiklah anakmu sesuai dengan zamannya. Sungguh mereka akan menghadapi masa yang berbeda dari masamu.

Dalam mencari ilmu, Nuh menyarankan agar memperbanyak teman kemudian menjalin silaturahmi. Karena silaturahmi merupakan kemuliaan etika dan teman adalah bagian dari kesuksesan seseorang. Nuh menganjurkan, “Perbanyak kawan dan sahabat. Karena mereka yang jadi bagian kesuksesan kita. Janganlah mencari musuh, karena satu musuh saja bisa menjadi bagian dari kegagalan,” ujar Nuh.

Reporter : Khairul Umam / Magang

Redaktur : Edi Prasetyo

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas