Terkini

S.Sy dalam Polemik

Peraturan Menteri Agama RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Penetapan Pembidangan Ilmu dan Gelar Akademik di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam se-Indonesia (PTAI), menjadi sebuah polemik baru di lingkungan mahasiswa syariah.

Sarjana Syariah (S.Sy), itulah gelar yang akan disandang oleh lulusan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH). Perubahan gelar ini menimbulkan penolakan dari hampir seluruh mahasiswa syariah, khususnya di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Menurut Ahmad Hidayat, mahasiswa Hukum Pidana Islam,  S.Sy belum dikenal oleh masyarakat, sehingga ada ketakutan bahwa masyarakat tidak bisa menerimanya. Karenanya, ia merasa dirugikan dengan pergantian gelar tersebut.

Senada dengan Ahmad, Neng Fitri, Mahasiswa Ilmu Hukum menyatakan gelar itu belum tentu diterima di masyarakat. “Kalau melihat senior UIN yang gelarnya masih S.HI saja susah cari kerja, apalagi jika diganti menjadi S.Sy.”

Menurut Agnel Fedrianto, sarjana-sarjana hukum syariah terhambat karena tingginya persaingan baik di tingkat pegawai negeri, atau di Depag. Persaingan yang sangat ketat dan dominasi  yang ada adalah Sarjana Hukum, “Sudah 10 tahun berjalan, gelar yang dimiliki sarjana syariah saat ini (S.HI, red-) tidak mendominasi atau memberikan trackrecord yang bagus. Selama 10 tahun tapi belum ada perubahan, tidak ada peningkatan yang signifikan. S.HI aja belum terfasilitasi xx1toto dengan baik, sudah diganti dengan S.Sy. Nah ini yang jadi pertanyaan. Mau dibawa kemana kita ini sarjana-sarjana syariah? Sarjana Syariah ini mau dijadikan apa?” lanjut mahasiswa Perbandingan Mazhab dan Hukum ini.

Bukan hanya mahasiswa, penolakan juga muncul dari kalangan dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Bandung. Menurut Hendi Suhendi Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, pergantian gelar ini seharusnya tidak terjadi. Ia mengatakan , yang harus diganti adalah perubahan ulang terhadap sistem yang ada. Hingga saat ini, pihak Fakultas dan mahasiswa sedang mengusahakan untuk mengembalikan gelar lama. (dilansir dari Suaka Flash Edisi 18 Mei 2010).

Dalam pandangan Ayi Sofyan, Pembantu Dekan III Fakultas Syari’ah dan Hukum mengatakan bahwa perubahan gelar itu adalah mutlak. “Perubahan adalah mutlak terjadi di atas dunia termasuk kehidupan akademis. Dalam kehidupan akademis terdapat perubahan gelar yang menjadi salah satu kebutuhan, misalnya dulu dengan gelar Doktorandus (Drs) diganti menjadi Sarjana Agama (S.Ag), kemudian ‘S.Ag’ diganti dengan xx1toto Sarjana Hukum Islam (S.HI) dan sekarang diganti lagi dengan Sarjana Syari’ah (S.Sy). Sebagian orang terperanjat dengan perubahan gelar tersebut, walaupun sebetulnya sudah diwacanakan sejak tahun lalu dan dekan-dekan pun sudah mengetahuinya. Hal tersebut ada kaitannya dengan kebijakan, oleh karena itu barangkali kita dapat bertanya kepada Pak Nurul Huda Kasubbag Akademik PTA Depag”, ujar PD III tersebut. (Sumber : http://www.uinsgd.ac.id/public/news.php?grid=view&key=201)

Nandang Najmudin mengungkapkan bahwa, pergantian gelar yang terlalu sering merupakan bentuk ketidak konsistenan pemerintah. “Untuk mengenalkan kepada masyarakat ini butuh waktu yang lama,” ungkapya. Ia menganalogikan gelar dengan produk baru yang harus diiklankan. “Biaya iklan itu mahal, seharusnya jangan dirubah-rubah!” lanjut ketua Jurusan Ilmu Hukum ini.

Lain halnya dengan Uwes Fatoni, Sekertaris Pribadi Pembantu Rektor I ketika ditemui diruangannya, Dia menyebutkan bahwa tidak ada masalah dengan adanya pergantian gelar ini, demi merubah ke arah yang lebih baik. Mengenai bagaimana nasib para sarjana-sarjana UIN ini jika telah lulus, dia menjelaskan, “Ketika para sarjana turun ke masyarakat bukan gelar yang dilihat, namun kemampuan yang patut dihargai”.

Imma Janati Mahasiswi Bahasa dan Sastra Inggris (BSI) mengungkapkan kepada Suaka bahwa kenapa harus menolak pergantian gelar tersebut jika demi kemajuan Fakultas Syariah dan Hukum itu sendiri. []Nia, Ratih/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas