Kampusiana

Senjakala Media Cetak Jadi Topik Utama Diskusi di UIN Bandung

Dari kiri, pemimpin redaksi Tribun Jabar Cecep Burdansyah, praktisi dan dosen komunikasi Enjang Muhaemin dan moderator diskusi Ismail Abdurahman dalam Diskusi Publik Mencari Terang dalam Senjakala Media Cetak, Rabu (20/4/2016) di Gedung Abjan Soelaeman UIN SGD Bandung. Kedua pemateri yakin media cetak tak akan pernah mati, karena hingga saat ini belum ada riset komprehensif yang membuktikannya.

Dari kiri, pemimpin redaksi Tribun Jabar Cecep Burdansyah, praktisi dan dosen komunikasi Enjang Muhaemin dan moderator diskusi Ismail Abdurahman dalam Diskusi Publik Mencari Terang dalam Senjakala Media Cetak, Rabu (20/4/2016) di Gedung Abjan Soelaeman UIN SGD Bandung. Kedua pemateri yakin media cetak tak akan pernah mati, karena hingga saat ini belum ada riset komprehensif yang membuktikannya. (Mochammad Aziz Pratomo/ Magang)

SUAKAONLINE.COM, — Pembahasan kekinian senjakala media cetak menjadi isu hangat dalam Launching Website suakaonline.com dan Diskusi Publik Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka UIN SGD Bandung, Rabu (20/4/2016). Hadir dalam acara tersebut, dua pembicara yakni pemimpin redaksi harian umum Tribun Jabar Cecep Burdansyah, serta praktisi dan dosen komunikasi Enjang Muhaemin.

Dalam diskusi yang dihadiri sektiar 150 peserta baik mahasiswa, dosen, dan pelajar itu, masing-masing pembicara memaparkan kondisi kekinian bisnis media massa, khususnya media cetak yang sedang menghadapi tantangan berat lantaran merambahnya media daring (online) atau digital lainnya.

Bagi Cecep, transformasi media cetak ke media daring menjadi pengalaman pahit yang dialami jurnalis saat ini, termasuk bagi dirinya dan Tribun Jabar. “Kami di Tribun Jabar mengalami shock teknologi,” kata Cecep. Karena, lanjutnya, Tribun belum siap dengan karakteristik media digital.

Kemudian, Cecep menambahkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang berkembang pesat dalam hal media online. Tak sedikit media cetak di Indonesia yang gulung tikar, seperti Sinar Harapan. “Di Amerika juga banyak media cetak yang gulung tikar dan berubah ke media online,” ujar Cecep.

Cecep juga menjelaskan dua karakteristik media online hingga dapat berkembang pesat. Melalui daring, berita dapat diakses semua orang lebih cepat dan efektif. Mengingat dewasa ini juga hampir semua masyarakat sudah memiliki smartphone.

Kedua, karena faktor pertama di atas, media online mampu menarik banyak pemasang iklan. “Saat ini para pemasang iklan lebih nyaman memasang iklannya di media cetak. Karena online berfungsi sebagai penopang jurnalisme cetak,” terang Cecep.

Meski demikian, Cecep tetap yakin media cetak tak akan mati. Adanya perbedaan karakteristik dari media online dan cetak membuat Cecep meyakinikan hal ini. “Saya yakin media cetak akan bertahan karena pertama, karakteristik jurnalistik media cetak berbeda dengan media online,” kata pria yang juga mengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung ini.

Yang terpenting saat ini, lanjut Cecep saat ini bagaimana menciptakan anak muda yang berfikir digital yang dituntut tetap mengembangkan kreatifitas jurnalismenya.

Senada dengan Cecep, Enjang Muhaemin juga yakin media cetak tak akan mati. “Asusmsi determinologi yang mempersepsikan media cetak akan mati di taun 2043 tergantung pada beberapa faktor,” Enjang membuka pemaparannya.

Perilaku sosial, ekonomi dan politik dapat merubah sikap seseorang. “Namun kita harus memepercayai bahwa  media cetak tidak akan pernah mati, karena karakteristik media cetak dan online itu sangat berbeda. Berkurang mungkin ia, namun tidak akan pernah mati,“ ujar pria yang saat ini menjabat sebagai pembina dari Bandungoketv.com

Faktor lain yang juga mempengaruhi ialah, faktor internal dari sebuah media itu sendiri. Konflik internal dan manajemen yang tidak sehat membuat media cetak tidak bisa bertahan. Selain itu faktor eksternal, melihat karateristik media online, media ini cenderung memberitakan peristiwa hanya pada permukaannya. “Faktanya karakteristik media online yang fokus beritanya Cepat dan berkelanjutan namun hanya membahas permukaannya saja dalam sebuah berita,” ujarnya.

Enjang juga menegaskan, media cetak dengan tingkat akurasi yang lebih baik dari online akan tetap bertahan. Sebuah media cetak dalam memaparkan informasi akan lebih fokus karena sudah ada pemisah antara suatu rubrik dengan rubrik lain, tidak seperti media online yang terkadang dengan satu kali klik. “Kita akan tergoda untuk melihat berita lain yang bukan menjadi fokus utama yang kita tuju,” tambah Enjang.

Harapannya, karena media online saat ini yang lebih fokus pada straight news dan feature ini saatnya media cetak harus melakukan penyiasatan dan konsisten dalam penyajian konten. “Misanya, depth reporting serta investigasi dan merancang tim media yang solid, menjadi kunci utama untuk bertahan,” ujarnya.

Enjang semakin yakin media cetak masih akan bertahan lama bahkan tak akan pernah mati. Ia mengatakan hingga saat ini belum ada riset komperensif yang menjelaskan media online sebagai penyebab kematian media cetak.

Reporter: Agung Tri Laksono/ Magang

Redaktur: Ridwan Alawi

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas