SUAKAONLINE.COM- Dalam memperingati Hari Kartini, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM( Women Studies Center (WSC) menyelenggarakan Diskusi Umum dengan mengusung tema “Perjuangan Kartini Belum Usai” yang bertempat di Aula Student Center, Selasa (24/4/2018). Diskusi Umum yang membahas mengenai spirit Kartini ini dihadiri oleh Pembina WSC, Neng Hannah, dan Komite Pembebasan Perempuan Agin Malam, Deti Sopandi.
Berbicara tentang perjuangan Kartini, Komite Pembebasan Perempuan Angin Malam, Deti Sopandi mengatakan, ada beberapa fase ketika berbicara perjuangan Kartini, karena kita melihat perjuangan Kartini bisa disebut dengan perjuangan literasi.Kartini menuangkan gagasan serta visi dan misi nya memalui buku dan menuangkannya kedalam tulisan.
Pembina WSC, Neng Hannah memaparkan spirit yang bisa diambil dari sosok Kartini. “Spirit ini tidak boleh mati begitu saja dan harus terus di lanjutkan karena perjuangannya belum usai. Spririt tentang Kartini saya ambil dari aktivis perempuan, Yuniyanti Chuzaifah selaku Demisioner Ketua Komnas Perempuan,” papar Neng Hannah, Selasa (24/4/2018).
Neng Hannah menjelaskan, Spirit yang pertama yaitu anti-kolonialime dan feodalisme. Spirit ini di ungkapkan dengan mengontras kehidupan jelata pribumi Jawa dengan pengerukan kekayaan oleh kompeni. Kemudian yang kedua yaitu pendidikan untuk literasi, Karena pada akhir abad ke-18, ketika tradisi beraksara latin baru dimiliki oleh beberapa elite pribumi, dan melalui aksara latin ini sebagian besar jendela pengetahuan modernisme dan geliat perjuangan membuka akses politik yang disebarkan.
“ Yang Ketiga yaitu pluralism dan pembumian agama. Disini dijelaskan bahwa pemikiran kartini adalah melting pot dari berbagai penyerapan aneka agama yang berlalu lalang dalam tradisi dan bacaannya,” ungkapnya
Keempat yaitu Peace Builder dengan cara Kartini sebagai agen upaya perdamaian, bukan di meja perundingan yang kerap tidak efektif, bukan dengan bahasa hard politic dan stategi formalis lainnya, tetapi dengan kesaksian penuturan yang empiris berbasis pengalaman yang di tuturkan dengan cara yang menyentuh.
“Dan yang terakhir yaitu negosiasi politik feminitas. Dalam kultur tradisional, memasak, dikawinkan, dan di pingit adalah sejarah linier yang lekat dengan pembakuan perempuan. Dan Kartini menggunakan peran domestik itu sebagai strategi accommodating protest atau upaya cerdik untuk mengadopsi aspek feminitas di negosiasikan menjadi kekuatan,” tambahnya.
Neng Hannah mengatakan selain dari lima spirit yang bisa kita teladani dari sosok Kartini, hal lainnya adalah kehidupan Kartini yang sangat heroik. Karena, pernikahan Kartini dengan suaminya Djojo Adhiningrat hanya berjalan selama sepuluh bulan saja. Dan tepat setelah tiga hari melahirkan anak pertamanya pada usia Kartini yang waktu itu menginjak 25 tahun, ternyata suaminya memiliki dua gundik dan hal ini sangat melukai hati Kartini.
Menurut ketua pelaksana,Irnawati mengatakan bahwa Tema yang di usung kali ini di lihat dari realita perempuan zaman sekarang yang hanya melihat hal-hal dari sisi domestik saja, meskipun Kartini menuangkan fikirannya melalui surat, tetapi Kartini telah bisa menerima pikiran yang modern dan perempuan-perempuan. Menurutnya sekaranglah merupakan pejuang Kartini yang sebenarnya
“Semoga dengan ada nya Diskusi Umum ini, kita bisa mengetahui bagaimana perjuangan R.A Kartini pada zaman dahulu dan bagaimana cara mengaplikasikan nya pada zaman sekarang. Dan bukan hanya sekedar memakai kabaya saja, tetapi lebih mengetahui perjuangan Kartini yang sebenarnya” tutup ketua pelaksana.
Reporter: Anisa Nurfauziah/Magang
Redaktur: Elsa Yulandri