Tabloid Suaka News Edisi XX 2005
Editorial
Trendi
Pada dasarnya, tidak sedikit pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pihak rektorat. Baik sarana dan prasarana yang kurang mendukung proses belajar-mengajar, maupun yang lainnya. Namun, hal itu terkesan diremehkan pihak rektorat. Dan tidak diperhatikan. Sepertinya, mereka tidak mau tahu segala permasalahan kampus. Dan lebih mementingkan perubahan institusi menjadi universitas.
Padahal, perubahan bukan hanya sekedar perubahan. Pergantian bukan hanya sekedar pergantian. Tapi harus tersimpan makna didalamnya. Termasuk kualitas. Apakah perubahan menjadi UIN itu bisa menjamin meningkatnya kualitas mahasiswa dan dosen? Kalau hanya “mengganti baju”, untuk apa berubah?
Bila perubhan IAIN menjadi UIN itu tiak mempunyai makna, hanya sekedar berganti nama, masih perlukah untuk dilakukan? Bila dosen-dosen masih dipertanyakan kualitas dan moralnya, masih pantaskah institus berubah mnejadi universitas? Bila fasilitas-faslitas kampus masih amburadul dan terbatas, masih perlukah memperjuangkan sebuah kata “universitas”?
Itulah pertanyaan kecil yang harus diperhatikan seluruh kalangan kampus. Dan, bukan tidak mungkin kalau masih banyak ‘koleksi’ persoalan yang kudu’ dipertanyakan, dan tentunya wajib diselesiakan.
Sangat sayang bila segala permasalahan yang ada, dikesampingkan begitu saja. Dan kita lebih mementingkan mengikuti tren pergantian nama institusi menjadi universitas. toh permasalahan tersebut bisa menjalar dan semakin parah di kemudian hari.
Secara tiak langsung, perubahan IAIN ke UIN merupakan tren belaka. Yaa, hanya sekedar trendi-trendian di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri se-Indonesia. Dan kita memaksakan diri untuk mengikuti tren yang sedang berkembang itu. Lalu, apa jadinya bisa sesuatudi paksakan? Sempurnakah? Atau hanya membuahkan penyesalah dan kekecewaan.
Yang namanya trendi, pasti tidak menghabiskan sedikit uang. Karenanya, seluruh mahasiswa IAIN Suanan Gunung Djati Bandung harus menyiapkan uang yang banyak, untuk biaya pendidikan yang segera melambung tinggi. Bukankah bila kelak IAIN mejadi UIN, biaya pendidikan mahasiswa akan melangit?
Sehingga, yang miskin teta sulit untuk kuliah, dan yang gampang hanya orang yang banyak uang,. Alhasil, tidak ada lagi kampus alternatif bagi rakyat miskin, bila semua IAIN di Indonesia berubah nama menjadi UIN. Kalau begitu, betapa kejamnya UIN !!!
Dari proses perjalanannya, hingga reaksi mahasiswa dalam menanggapi perubahan kampus, semua kami sajikan pada eidisi kali ini. Selain itu, laporan dari lapangan mengenai dana praktikum juga sayang bila dilewati.benarkah mahasiswa angkatan 2004 tidak tahu, untuk apa dana praktikum digunakan?
Tak ketinggalan, ada sebuah opini yang mengkritik Amina Wadud Muhsin, mengenai tindakan yang telah dilakukannya. Kritik apa yang ditunjukkan kepadanya, dan sejauh mana hubungan tindakan Amina dnegan kesetaraan gender? Selamat membaca! [Redaksi]