Tabloid Suaka News Edisi XXIX 2010
Editorial
Dana Musema, Apatisme Mahsiswa dan Ketidaktahuan Rektorat
Pelaksanaan Musyawarah Senat Mahasiswa (Musema) untuk memilih ketua Dewan Mahasiswa (Dema) beberapa waktu lalu ternyata tidak menimbulkan reaksi yang berarti dari kalangan mahasiswa. Bahkan, mayoritas mahsiswa tidak mengetahui apa pun mengenai hal ini. Padahal, Musema yang berlangsung di Pantai Pangandaran tersebut menghabiskan dana yang tidak sedikit, sekitar 100 juta rupiah.
Hal ini cukup mengherankan. Mahasiswa selalu mengeluhkan minimnya fasilitas yang ada di kampus ini, namun mengapa tidak ada protes saat uang mereka digunakan untuk mendanai Musema di tempat wisata, bukannya untuk menambah fasilitas perkuliahan?
Jika mahasiswa tidak mengetahui apa pun, lalu bagaimana respons para birokrat kampus mengenai pendanaan Musema ini? Ternyata sma halnya dengan mahasiswa, Pembantu Rektor III Endin Nasrudin juga menyatakan tidak tahu apa-apa. Bahkan, ia mengaku tidaki tidak mengetahui apa pun tentang hasil Musema, yang mengangkat M. Jatnika Sadili sebagai ketua Dema periode 2010-2011. Kemudian, ketidaktahuan ini diungkapkan pula oleh kepala Biro A2KPSI Yamin. Hal yang tidak logis, mengingat seluruh kegiatan mahasiswa haruslah atas sepengetauan mereka, termasuk jumlah dana yang dikeluarkan.
Pertanyaanya, apakah mereka benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahy? Jika benar-benar tidak tahu, lalu apa kerja mereka? Duduk manis di atas kursi empuk dan meminum secangkir kopi dengan berkipaskan uang?
Namun, sungguh menyedihkan jika mereka hanya berpura-pura tidak tahu. Di kampus Islam seperti UIN, rupanya masih banyak tersimpan ketidakjujuran. Mungkin, mereka takut diminta pertanggungjawaban terkait mudahnya mengeluarkan dana 100 juta untuk pelaksanaan Musema lalu. Entahlah.
Kini, jangan herna jika kita menyaksikan sering melihat mahasiswa apatis yang aktivitas setiap harinya hanya pulang-kuliang pulang (kupu-kupu). Kejadian ini sepertinya sudah diatur sedemikian rupa agar mahasiswa hanya berorientasi pada kegiatan akadmeik semata tanpa tahu keadaan kampus sebenarnya. Keadaan seperti ini sangat menghawatirkan. Layaknya zaman Orde Baru, mahasiswa dibuat bisu, tuli, dan buta terhadap keadaan kampusnya.
Dengan keadaan seperti ini, kesejahteraan bagi seluruh komponen kampus sepertinya masih jauh untuk bisa tercapai. Kita hanya bisa berharap, semoga kampus ini tidak benar-benar mengalami kehancuran yang diakibatkan ulah segelintir kelompok yang berkepentingan. Semoga. [Redaksi]