Terkini

UIN Citarasa IAIN

Oleh Maliya

Awal tahun 2006 lalu, rektor Nanat Fatah Natsir meresmikan perubahan IAIN menjadi UIN. Seiring dengan perubahan yang telah bergulir tiga tahun ini, nampaknya UIN Bandung masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan Jakarta dan Yogya. Waktu tiga tahun ternyata belumlah cukup untuk menyongsong sebuah perubahan yang lebih baik. Salah satu faktor misalnya adalah pembangunan fisik gedung-gedung yang telah di gembor-gemborkan beberapa tahun silam, ternyata hingga kini masih sebatas harapan yang menggantung di langit.

Tak usah jauh-jauh tengok saja gedung rektorat yang berada di garda depan, dari IAIN hingga UIN masih yang itu-itu saja. Yang kemudian dilakukan tidaklah perubahan fisik secara keseluruhan melainkan hanyalah perbaikan semata seperti misalnya pengecatan yang baru-baru ini dilakukan di beberapa tempat seperti gedung rektorat, aula, serta gedung-gedung fakultas yang lainnya menyusul kemudian.

Tak heran, jika kemudian pada moment Dies Natalis yang ke 41 tempo hari mahasiswa melakukan aksi dan menuntut berbagai perubahan yang signifikan dari UIN. Baik dari segi sarana maupun prasarana, yang hingga kini masih terkatung-katung kondisinya.

Banyak faktor yang membuat pembangunan fisik di UIN Bandung ini tersendat–sendat, salah satunya adalah IDB funding utama yang akan membiayai pembangunan ini terlalu berbelit-belit. Upaya yang dilakukan mulai September 2007 ini memerlukan proses yang panjang pula rumit, demikian menurut Najib selaku PR 4 yang disampaikan dalam kesempatan audiensi tempo lalu di gedung rektorat.

“Pada prinsipnya pembangunan di UIN tidak ada masalah, IDB (Islam Development Bank) sudah menyetujui, hanya tinggal prosesnya saja”. Ujar Nanat meyakinkan. Tidak ada kendala yang berarti, namun untuk tahun 2009 pembangunan akan difokuskan pada Ma’had Ali yang akan dibangun dikawasan Jl. Soekarno Hatta.

Semula pembangunan gedung baru ini terbentur oleh area tanah yang dirasa tidak cukup strategis untuk perkembangan universitas, namun seiring berjalannya waktu kawasan Cileunyi menjadi salah satu area dibangunnya kampus UIN. Sempat, salah satu bekas perusahaan Industri Sandang Nusantara–Patal Cipadung, yang kini telah bangkrut diajukan untuk dibangun, namun sayangnya tidak memperoleh izin dari pihak IDB.

Seyogyanya sebuah universitas meskilah memiliki persiapan yang matang, yang salah satunya dari segi fisik sebagai sarana belajar maupun secara akademik. Berbagai jurusan baru dibuka secara umum sementara untuk ruang yang menampung mahasiswa belajar tidak mumpuni.

Misalnya untuk jurusan Pertanian dari fakultas Saintek yang ruang belajarnya kadang tak menentu, berpindah-pindah dari gedung satu ke yang lainnya. hal ini sangatlah tak nyaman, seperti yang dituturkan oleh salah seorang mahasiswi jurusan Pertanian semester 4 yang akrab di sapa Gita, “gak nyaman kuliah di kelas Fakultas lain, meskipun bagus ya tetep lebih enakan di tempat sendiri”, tuturnya. Selain ketidaknyamanan para mahasiswa Pertanian ini harus keliling untuk mencari ruang kosong yang sekiranya bisa dipakai. Bahkan, untuk menggunakan kelas yang tersedia pun harus mengantri dengan jurusan yang lainnya.

Masalah fasilitas tentunya menjadi sangat urgen, Gita Ayuningtyas berharap pembangunan di UIN bisa dilakukan sesegera mungkin, terutama untuk fasilitas di Saintek, seperti kelas, lab dan yang paling pokok adalah kebun, yang kini ada dirasa kurang memadai bahkan terkesan dipaksakan.

Mesjid Ikomah salah satu pembangunan yang disinggung-singgung monumental oleh Rektor Nanat Fatah Natsir di kampus ini, selain gedung poliklinik, takhasus dimana dananya hasil iuran orang tua wali mahasiswa setiap tahunnya.

Namun hal itu disayangkan oleh Nissa Habibah, salah seorang mahasiswi Jurnalistik, sebab air untuk keperluan bersuci sering kali kering. Apalagi tempat parkir kendaraan roda dua, yang melucuti salah satu ruas jalan terlihat sangat acak-acakan.

Tak hanya itu, meski kini telah berganti jadi Universitas namun rasa-rasanya masih saja suasananya IAIN, gedung kelas masih ada yang kursinya sudah reyot namun tetap saja dipakai.

Nampaknya harus dilakukan evaluasi yang komprehensip perubahan ke unversitas ini karena ternyata masih banyak aspek yang meski dibenahi, biar kemudian tidak dianggap latah mengikuti tren ke-UIN-an padahal mentalnya masih mental IAIN. Yang akhirnya perubahan ini hanyalah menimbulkan persolaan baru saja.

[] Kru Suaka News

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas