SUAKAONLINE.COM, JAKARTA — Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) , Ulil Abshor Abdala hadir sebagai salah satu pemateri dalam Konferensi Nasional Kebebasan Bergama dan Berkeyakinan yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), di The Energy Tower, Paramadina Graduated School, Jakarta, Selasa (4/3).
Selain Ulil, yang menjadi pemateri di hari kedua tersebut juga ada dari ketua jurusan Filsafat Universitas Indonesia, Saraswati Dewi dan ketua Pusat Studi Agama dan Multikulturalisme (PUSAM), Samsul.
Menurut Ulil, bahwa ada tiga level konsep dalam proses menghargai dan menghormati perbedaan. Pertama adalah toleransi, kita harus siap menerima perbedaan yang ada sekaligus menghargai dan menghormatinya,suka atau tidak suka. Namun, kata Ulil, dalam level toleransi masih ada kecenderungan untuk menginginkan perbedaan yang terjadi menjadi sama dalam perspektif yang kita ingin.
Kedua adalah inklusifisasi yaitu kondisi di mana kita tidak hanya bisa menerima dan menghargai perbedaan. Namun juga bersedia berkenalan dan merangkul perbedaan tersebut untuk berdampingan dengan kita. “Insklusifisasi itu selangkah lebih maju dari toleransi, karena kita sudah berusaha mencoba untuk merangkul dan mau belajar berbaur, meskipun masih ada kecenderungan kita melihat orang lain lebih rendah posisinya dari kita,” ujar Ulil.
Sementara level tertinggi dari tiga konsep yang dipaparkan ulil adalah pluralisme. Menurut Ulil, pluralisme bukanlah suatu paham yang membenarkan semua agama lalu mengenyampingkan keyakinan kita sendiri. “Pluralisme itu adalah tingkatan tertinggi dari menghargai sebuah perbedaan. Kita tidak hanya menghargai perbedaan, namun juga mau merangkul dan berdampingan orang-orang yang berbeda dengan kita dan tidak memaksa mereka untuk menjadi sama dengan kita.”
Ulil menambahkan bahwa selama ini banyak orang yang takut untuk menjadi toleran atau pluralis terhadap orang yang berlainan keyakinan atau agama. Menurutnya, ada salah persepsi yang terjadi. Selama ini, pluralisme sering disamakan dengan relativitas, yaitu memandang segala kebenaran sebagai hal yang relatif.
“Kita bisa menjadi plural serta menjunjung tinggi toleransi pada keyakinan atau agama orang lain, sambil tetap menjadi orang yang taat pada agama kita sendiri, artinya kita tetap mengimani keyakinan kita sebagai keyakinan yang benar menurut kita dan menghormati keyakinan mereka. Menjadi pluralis tidak akan mendegradasi iman kita,” pungkasnya.
Sosok Ulil Abshor yang kontroversial dengan wacana Islam liberalnya rupanya menjadi daya tarik sendiri bagi para peserta konferensi. Mereka antusias untuk memberikan pertanyaan pada ketua JIL ini. Diakhir diskusi pun para peserta konferensi berbondong-bondong untuk berfoto dengannya.
Reporter : Dinda Ahlul Latifah/Suaka
Redaktur : Adi Permana