SUAKAONLINE.COM, JAKARTA — Konferensi Nasional Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang diselenggarakan LSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat) di Paramadina Graduated School, Jakarta, rupanya mendapat apresiasi dari Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Nazarudin Umar.
Nazar mengatakan bahwa forum lintas agama memang sudah seharusnya digelar secara intents. “Saya salut dengan acara ini, kalau bisa hadirkan teman-teman mahasiswa dari seluruh provinsi dan sebarkanlah semangat toleransi. Semua kelompok harus duduk di sini,” papar Nazar seraya memberikan sambutan key note speaker dalam acara konferensi yang akan dilaksanakan sejak 3 – 7 maret ini.
Menyoal kebebasan agama di Indonesia, Nazar mengatakan, bahwa kebebasan beragama dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. “ Secara kualitatif Indonesia berada pada anak tangga kedua proses pencerahan. Pemahaman Indonesia soal persoalan keagamaan sudah lebih maju dari negara lainnya. Kita tidak bisa mengukur presentasi keberhasilan kebebasan beragama hanya dari segi kasus kuantitatif,” Papar Nazar, Selasa (3/3).
Nazar pun mengemukakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara adalah sebuah modal konstitusi yang luar biasa dalam melandasi berbagai konstitusi di Indonesia, termasuk konstitusi perihal kebebasan beragama di Indonesia.
Selain itu Nazar membeberkan fakta bahwasanya terjadi ketidakadilan publikasi media terhadap agama mayoritas. “ Sebetulnya kasus pelanggaran kebebasan beragama tidak hanya terjadi pada minoritas. Bila kita terima kabar berita 4 gereja tidak bisa berdiri, maka sebetulnya ada 7 masjid yang dibakar, saya punya datanya, hanya saja media tidak pernah meng-expose. Hanya pelanggaran minoritas saja yang di-expose, ini ketidakadilan media pada kaum mayoritas,” papar Nazar.
Selain itu Nazar pun mengungkapkan bahwa Kemenag sejauh ini sudah berusaha untuk meredam konflik yang terjadi antar agama atau antar aliran. Ia menjelasakn bahwa pihak Kemenag sudah berusaha menyaring buku-buku yang berisi tentang kefanatikan sebuah ajaran yang bisa memprovokatori terjadinya konflik atau perang.
Nazar pun berbagi pengalamannya soal kultur toleransi agama di New York sana. Nazar mengaku pengalaman hidup sebagai minoritas di sana membuat ia paham bagaimana harus menghargai agama dan keyakinan orang. “ Orang yang tidak pernah menjadi minoritas akan fanatik karena keenakan jadi mayoritas,” paparnya.
Reporter : Dinda Ahlul Latifah/Suaka
Redaktur : Adi Permana