Kampusiana

Jatuh Bangun Pers Mahasiswa

(Kiri ke Kanan) Enjang Muhaemin, Asep Saefulloh, Muradi dan Basith Patria menyampaikan materi terkait Pers Mahasiswa Sebagai Inkubator Jurnalis dalam Diskusi Terbuka Diorama yang digelar oleh Jurnalpos Media dan Bidang Nalar di Aula Student Center, Selasa (29/11/2016) Ridwan Alawi/SUAKA.

(Dari kiri) Enjang Muhaemin, Asep Saefulloh, Muradi dan Basith Patria menyampaikan materi terkait Pers Mahasiswa Sebagai Inkubator Jurnalis dalam Diskusi Terbuka Diorama yang digelar oleh Jurnalpos Media dan Bidang Nalar di Aula Student Center, Selasa (29/11/2016). (Ridwan Alawi/Suaka)

SUAKAONLINECOM-, Pers mahasiswa (persma) dipandang sebagai cikal bakal jurnalis masa depan. Peran dan fungsi pers mahasiswa selain dapat menjadi media informasi, juga menyuarakan hak-hak mahasiswa yang kadang tak tersalurkan. Meski demikian, persma tidak mendapatkan pengakuan secuil pun dari birokrasi kampus dan juga Dewan Pers. Persma diposisikan tidak menguntungkan, bahkan resiko dibredel pun sangat besar.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran, Muradi dalam diskusi terbuka Diorama. Dengan mengusung tema ‘Pers Mahasiswa Sebagai Inkubator Jurnalis’ yang digelar oleh Jurnalpos Media bekerjasama dengan Bidang Nalar BEM-J Jurnalistik, di Aula Student Center lantai satu, Selasa (29/11/2016).

“Tantangan menjadi persma pada jaman dahulu hingga sekarang itu berbeda. Konten dalam media persma juga menentukan, pertanyaan yang kaya datang dari wartawan yang kaya,” ujar Muradi.

Menurutnya, dewasa ini media persma banyak berorientasi pada perubahan sudut pandang mahasiswa yang heterogen. Tak hanya itu, persma dalam hal pemberitaan terkesan hanya menyuarakan pesan pihak tertentu. Ia memprediksi, kedepannya pers mahasiswa hanyalah sebatas aktivisme, dan akan kehilangan ideologi progresif pers mahasiswa itu sendiri.

Muradi menambahkan semakin lama persma cenderung kurang mengkritisi lingkungan sekitar, bahkan banyak yang ketergantungan terhadap peradaban kampus sehingga pemahaman isu tidak banyak berkembang.

“Persma diciptakan untuk membangun paradigma baru progresif di kampus, jika persma kehilangan orientasinya maka persma hanya sebuah media industri yang dibangun tanpa menjaga konten informasi,” jelasnya.

Senada dengan Muradi, Ketua Bidang Internet Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Asep Saefullah mengungkapkan persma lahir dari rahim perjuangan yang dibesarkan dengan darah kebebasan dan semangat perubahan. Sejak dulu represif terhadap persma tidak ada hentinya. Kekerasan terbesar adalah intimidasi dan pembredelan yang dilakukan oleh birokrasi kampus sendiri, yang beralasan karena konten terkesan menuduh satu pihak.

“Pada prinsipnya, menjadi seorang jurnalis berhak memiliki kedekatan dengan siapapun, bahkan dengan pejabat sekalipun namun yang perlu diingat jurnalis harus dekat dengan kejujuran, sehingga tidak ada lagi represif berlebihan,” kata Asep

Reporter : Awallina Ilmiakhanza

Redaktur : Ibnu Fauzi

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas