Opini

Sekadar Opini Tentang Demonstrasi

Oleh Dian Nurrachman*

Dalam dunia kampus, atau yang sering orang bilang sebagai civitas akademika, benturan-benturan gagasan, pemahaman, penafsiran, bahkan ideologi, merupakan hal yang lumrah. Bahkan, hal itu mungkin bagi sebagian orang menjadi suatu keharusan, karena ilmu, bagi mereka, haruslah berjalan secara dialektis, atau dalam bahasa yang tidak njelimet, haruslah berjalan secara natural, semacam siklus hidup. Patah tumbuh, hilang berganti.

Ketika benturan itu masuk ke dalam kategori kelumrahan dan bahkan keharusan, maka masyarakat kampus tentunya menjadi masyarakat yang memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Kapanpun, di manapun. Semua elemen kampus, mulai dari para pejabat rektorat, pejabat dekanat, dosen, mahasiswa, satpam, sampai orang-orang yang berjualan demi memenuhi kebutuhan perut (terutama) mahasiswa, memiliki hak untuk bersuara, bertukar pikiran, dan saling membenturkan gagasan/pemikiran/ideologi mereka.

Salah satu yang sering muncul dan terutama dilakukan oleh mahasiswa dalam kategori kelumrahan itu adalah kegiatan menyampaikan aspirasi mereka (sering disalahkaprahkan dengan hanya istilah ‘demo’ atau ‘demonstrasi’) terkait berbagai hal, baik yang terkait secara langsung dengan isu-isu kampus atau yang terkait dengan isu-isu global di luar kampus.

Saya sudah mengatakan bahwa itu kelumrahan, dan bisa jadi mungkin sebuah keharusan. Yang sering membuat saya kesal adalah proses penyampaian aspirasi itu sering tidak pada tempatnya. Bagaimana tidak, aktivitas demonstrasi dengan isi pesan mengkritisi kebijakan kampus, misalnya, yang dikeluarkan para pejabat kampus itu sendiri, kok malah teriak-teriak gak karuan di depan kelas, berkeliling membuat gaduh, mencoba mengajak mahasiswa lain yang nota bene sedang serius belajar.Dan yang lebih mengesalkan lagi jika isu yang diangkatnya isu global.

Menurut saya, demonstrasi yang seperti itu pantas untuk dibubarkan. Dan wajar saja kemudian para pejabatnyapun tak pernah menanggapi, la wong ‘demonstrasi’ nya juga ga mencerminkan mahasiswa banget yang katanya bagian dari masyarakat kampus yang beradab.

Perlu diingat bahwa istilah civitas merujuk pada masyarakat yang ‘civic’ atau sama dengan ‘beradab, beretika, dan bermoral’. Maka dari itu, ‘demonstrasilah’, tapi ‘demonstrasilah’ dengan elegan, beradab, beretika, dan bermoral! Demonstrasilah! Tapi jangan pernah mengganggu teman-teman yang sedang belajar.

Jangan pernah mengira bahwa teman-teman yang sedang belajar itu tak pernah peduli dengan kampus mereka sendiri. Mereka peduli. Bahkan sangat peduli. Karena mereka, belajar, berdiskusi, membuat diri mereka cerdas dan pikirannya lebih terasah secara bermoral, beretika, dan beradab. Bukan dengan teriak-teriak ga karuan. Salam.

*Penulis adalah salahsatu Dosen di Fakultas Adab dan Humaniora, Jurusan Bahasa Sastra Inggris.

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas