SUAKAONLINE.COM – Ada sebuah pribahasa yang mengatakan “dunia ada digengaman tanganmu.” Pribahasa tersebut relevan dengan kondisi masyarakat khususnya Indonesia hari ini dengan perkembangan teknologi yang sangat memudahkan manusia. Internet contohnya, membuat seseorang seakan-akan bisa melihat kesebrang benua lain, tanpa harus mengunjunginya.
Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 menunjukan 132.7 juta orang Indonesia sudah terhubung ke internet dari total penduduk Indonesia sebanyak 256,2 juta orang. Kebanyakaan pengguna tersebut terpusat di pulau jawa dan rentan umur mayoritas penggunannya adalah kalangan muda atau biasa disebut generasi milenial.
Perkembangan terknologi internet di Indonesia ternyata tak sejalan dengan tujuan dan manfaat dari internet tersebut, ujaran kebencian, hoax, isu sara, dan penyebaran fitnah berseliweran di linimasa media sosial. Menurut salah satu pengurus Pewarta Foto Indonesia (PFI) Lucky Pransisca, hal tersebut disebabkan karena masyarakat belum siap menerima perkembangan teknologi. “Tahun 2017 merupakan puncaknya orang menggunankan internet, tapi sangat disayangkan karena manusianya belum siap dan belum tahu tentang manfaat dan fungsi internet tersebut,” ujarnya saat ditemui di diskusi Anushka di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Minggu (29/7/2017).
Acara diskusi Anushka yang bertema “Anomali Media dan Citizen Journalist” diselenggarakan oleh Pewarta Foto Indonesia Bandung, dihadiri oleh Tri Joko Heriadi perwakilan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lucky Pransisca perwakilan dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan M.Fadillah perwakilan dari Wartawan Foto Bandung (WFB).
Tidak hanya membicarakan tentang kondisi media sosial dan media informasi arus utama, dalam diskusi ini perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Tri Joko Heriadi menyoroti tentang tantangan insan pers dalam menghadapi perubahan kondisi zaman, dimana media cetak satu persatu mulai berguguran dan beralih ke media online dan minat para pembaca masyarakat yang menyukai hal-hal yang berbau spektakuler dan fantastik. “Para wartawan harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang, tapi harus dipegang tetap etika persnya,” ujarnya.
Masalah hak cipta pun menjadi perbincangan, dikarenakan banyak para wartawan dan pewarta foto yang hasil karyanya sering kali diambil lalu kemudian diunggah oleh akun-akun media sosial tanpa permisi. Hal seperti ini dianggap merugikan para pewarta karena hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Wartawan Foto Bandung (WFB), M.Fadillah mengatakan bahwa hak komersil, ekonomi dan moral para pewarta harus dipenuhi dan akan berencana mengkampanyekan aturan tersebut kepada pemilik akun-akun yang mempunyai basis pengikut yang banyak.
Acara diskusi tentang “Anomali Media dan Citizen Journalist” merupakan acara penutup dari rangkaian acara Anushka yang dimulai pada tanggal 23 juli sampai 30 juli, acara tersebut juga menampilkan hasil karya-karya para pewarta foto di Bandung, dan juga diisi oleh acara bedah karya peserta dan workshop street photography.
Reporter : Galih Muhamad
Redaktur : Dadan M. Ridwan