Advertorial

Acep Zamzam Noor : Kebudayaan sebagai Ruang Kreatifitas dan Kegembiraan


Dari kiri, Programer Artist in Recidencies, Trisna Sanjaya, Sastrawan Indonesia, Acep Zamzam Noor, Musisi Angklung, Manshur Praditya dan Peneliti Bahasa, Asep Rahmat pada acara Talkshow Bahasa dan Sastra Arab ke-31, di Aula Abdjan Soelaeman, Jumat (12/4/2019).  (Lu’lu Uswatun Hasanah/Suaka).
 

SUAKAONLINE.COM – “Kebudayaan pada intinya adalah kreatifitas yang didalamnya harus ada karakter kegembiraan dan ketulusan,” ujar Sastrawan Indonesia, Acep Zamzam Noor dalam Talkshow Milad Bahasa dan Sastra Arab ke-31 dengan tema “Internasionalitas di Ruang-ruang Kebudayaan” di Aula Abdjan Soelaeman, Jumat (12/4/2019).

Ia menuturkan, budaya merupakan sebuah proses dari kepribadian, keadaan dan kedalaman batin seseorang yang berkembang menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Proses tersebut lahir secara koheren dan menjadi sebuah aspirasi bagi banyak orang.

“Kita hidup di dunia sekarang ini enak, sedang memakai baju, sudah bisa makan bermacam-macam makanan itu adalah sebuah proses kebudayaan. Bayangkan dulu orang tua kita ketika menentukan baju, menentukan alat tenun kemudian menentukan pabrik dan sampai sekarang ini menjadi sebuah baju dan itu adalah sebuah proses,” ujarnya.

Ia menambahkan, budaya di Indonesia kini baik-baik saja. Menurutnya dari berbagai makna kebudayaan yang meliputi barbagai suku, agama, kesenian, bahasa yang satu sama lain kita merdeka dan bersatu. “Kita sangkut pautkan semisal kebudayaan sunda mempengaruhi Jawa, bagaimana orang-orang sunda menyerap kesenian dari jawa karena hal ini merasa kesulitan dan orang sunda juga harus mengabdi bahwa mereka terlatih dari Jawa, dalam juga dalam rangkaian-rangkaiannya pun terkait yang lain-lainnya,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, ketika menyebutkan pancasila hal ini merupakan temuan dari kreatifitas yang membentuk kebudayaan. Menurutnya karena pancasila bisa menyatukan kebudayan daerah, suku yang berbeda-beda, bahasa yang berbeda-beda menjadi sebuah wadah, mengisi dan juga sangat mengedukasi  bagi yang satu dan lainnya.

Ia pun mengatakan, kebudayaan juga menjadi alat untuk menyampaikan niai-nilai agama dengan proses yang sangat luar biasa. Ketika mendidik anak tidak diberi dulu konsep agama ataupun hukum-hukum agama yang berat, tetapi mereka disuruh bernyanyi lewat doa-doa, solawatan, ditumbuhkan rasa cintanya terhadap agama dan rasa cintanya terhadap tuhan, menghapal nama-nama malaikat, rosul dan itu adalah sebuah proses dan dengan cara seperti ini agama yang diajarkan secara kebuayaan itu sama dosisinya terukur.

Musisi Angkung, Manshur Praditya mengatakan bahwa alat musik angklung juga merupakan warisan budaya tahap benda. Ia mengatakan dalam wujud angklung memiliki dua tabung yaitu tabung besar dan tabung kecil. Menurutnya filosofi dari kedua tabung ini menandakan tabung besar sebagai ibu sedangkan tabung kecil sebagai anak, ketika digoyangkan ibu mendorong sang anak untuk mencapai sesuatu yang baik.

“Angklung itu alat musik yang kompak, bergotong royong, disiplin dan fokus. Jadi kalo temen-temen pernah bermain angklung orkesta, apabila pegang 5 angklung ada temen yang ga dateng, main angklung itu bakal mengusik, jadi angklung itu kesatuan, angklung itu gotong royong dan kita saling meghargai satu sama lain dan angklung mengajarkan kita dalam wujudnya.” pungkasnya.   

Reporter : Lu’lu Uswattun Hasanah

Redaktur : Lia Kamilah

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas