Advertorial

Psikologi UIN Bandung Menggelar Seminar Jawa Barat

Dekan Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung, Agus Abdul Rahman tengah menyampaikan materi pada  Seminar Jawa Barat bertemakan “Mahasiswa, Masalah dan Pemecahannya di Revolusi Industri 4.0” yang diselenggarakan oleh Dewan Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) Psikologi UIN SGD Bandung di Auditorium Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung, Minggu (28/4/2019). (Tasya Augustiya/Suaka)

SUAKAONLINE.COM-Dewan Mahasiswa Fakultas (DEMA-F) Psikologi mengadakan Seminar Jawa Barat sebagai acara puncak dari Pekan Intelektual Psikologi 2019, di Auditorium Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung.  Dengan mengangkat tema “Mahasiswa, Masalah dan Pemecahannya di Revolusi Industri 4.0”, Minggu (28/4/2019).

Ketua Umum DEMA-F Psikologi,  Insan Fauzi mengatakan bahwa tema ini diambil sebagai ajang mempersiapkan diri dalam menghadapi masalah yang akan selalu muncul dan unpredictive pada Revolusi Industri 4.0. “Revolusi Industri 4.0 ini merupakan perubahan besar dari beberapa sektor, baik ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain yang tidak bisa kita tentukan, maka sebagai mahasiswa dibutuhkan persiapan untuk menghadapi setiap permasalahan di era ini,” jelasnya.

Senada dengan Insan Fauzi, Dekan Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung, Agus Abdul Rahman dalam sambutannya pun mengutarakan bahwa tema Seminar Jawa Barat yang diusung kali ini adalah tema yang tidak akan lapuk sebab masalah pasti selalu ada, tidak terbayang dan terus-menerus seiring dengan manusia yang juga terus berevolusi.

 Agus Abdul Rahman yang juga bertindak sebegai pemateri pada Seminar kali ini menjelaskan bahwa Psikologi berperan penting dalam mengatasi masalah-masalah di tengah perubahan besar-besaran yang tidak dapat ditebak pada era ini. Psikologi bisa menjadi ilmu pengetahuan yang berkontribusi bukan hanya dalam penyelesaian masalah secara makro tapi juga secara mikro pada era disrupsi.

Revolusi Industri 4.0 menyebabkan adanya disrupsi yang harus diantisipasi sehingga menimbulkan masalah. Menurut Agus masalah tidak hanya mencakup permasalahan makro atau sosial saja, tetapi masalah bisa secara mikro yakni personal dan interpersonal. Dalam hal ini, mahasiswa memiliki potensi untuk dalam pemecahannya agar tidak terkungkung oleh permasalahan tersebut. Ada dua hal yang harus mahasiswa miliki ketika menghadapi masalah, yakni sikap proposional terhadap masalah dan problem solving skills.

Agus pun menambahkan lebih rinci bahwa sikap proposional yang dimaksud adalah sikap menerima bahwa sebagai manusia yang terus berevolusi kita tidak bisa dipisahkan dari masalah dan masalah tidak akan melebihi batas kemampuan. Sementara problem solving skill yang krisis dapat menyebabkan masalah kecil menjadi masalah yang dalam dan luas, “Kita sebaiknya memiliki kemampuan memecahkan masalah dengan langkah utama yaitu mendefinisikan masalah. Caranya dengan merinci apa harapan, yang terjadi dan apa dampak dari permasalahan tersebut,” imbuhnya.

Selanjutnya, Chief Executive Officer (CEO) Lentera Digital Global, Feby M Faisal menjelaskan detail bagaimana transformasi digital yang pesat dapat menangani permasalahan kompleks yang dihadapi pada era revolusi industri 4.0, sebagaimana skill utama yang harus dimiliki pada tahun 2020 adalah complex problem solving dan diiringi dengan cara berpikir yang kritis.

Dalam hal ini, Feby menyebutkan empat pemikiran utama yang harus mahasiswa miliki, diantaranya bisa menghubungkan titik-titik dari pengalaman masa lalu dan masa kini (Connecting the dots), harus serba tahu dengan tidak hanya menjadi pakar dalam satu hal tapi juga paham berbagai bidang, memiliki visi yang jelas serta mampu berkolaborasi dengan banyak orang karena akan memberi pengaruh yang besar. “Connceting the Dots, Cognitif Ambidexterity, Vision dan Collaborative Intelligence merupakan mindset-mindset yang harus dimiliki anak muda.” tutupnya.

Reporter : Tasya Augustiya

Redaktur : Lia Kamilah

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas