Kampusiana

Mahasiswa Keluhkan Kebijakan Wisuda Ganjil Genap

Rektor UIN SGD Bandung, Mahmud, memberi sambutan dan selamat kepada 1380 wisudawan dalam prosesi Sidang Senat Terbuka Wisuda 71, di Aula Anwar Musaddad, Sabtu (15/9/2018). (Harisul Amal /SUAKA)

SUAKAONLINE.COM – UIN SGD Bandung menjelang akhir tahun 2019 akan mewisuda sebanyak 2944 mahasiswa. Wisuda ini dibagi ke dalam dua gelombang yang berselang 2 minggu yaitu pada 22 September 2019 dan 6 Oktober 2019 yang akan dilaksanakan di Gedung Anwar Musaddad. Pihak kampus berdalih regulasi tersebut diberlakukan demi kenyamanan bersama.

Berdasarkan data yang didapat dari Bagian Kemahasiswaan Al-Jamiah, pada wisuda yang akan berlangsung pada akhir bulan September, pelaksanaan wisuda yang ke-75 berjumlah 1516 terdiri 609 wisudawan dan 907 wisudawati yang berasal dari Program Sarjana semua jurusan, Program Pascasarja dan Program Magister. Sedangkan pada wisuda yang akan berlangsung pada bulan Oktober, pelaksanaan wisuda yang ke-76 berjumlah 1428 terdiri 534 wisudawan dan 894 wisudawati yang berasal hanya dari Program Sarjana semua jurusan.

Staf bagian Hubungan Masyarakat (Humas) UIN SGD Bandung, Muhammad Helmi Kahfi menjelaskan dengan adanya regulasi yang ada akan menjadikan kenyamanan dan keindahan di utamakan. “Kita melihat kenyamanan dan kita melihat regulasi, tidak bisa kegiatan itu dilakukan tanpa aturan, aturan yang sudah ada makanya pada bulan September satu dan bulan Oktober satu, juga karena setiap kegiatan akan selalu dievaluasi, jadi keindahan dan kenyamanan diutamakan,”ujarnya, Jum’at, (23/8/2019).

Tak hanya itu, diterapkannya regulasi ini untuk mempermudah perkerjaan dalam kampus itu sendiri dan untuk meminimalisir kemacetan yang ada. Kemudian konsep tersebut diupayakan agar tidak mengganggu aktivitas masyarakat dan selalu menjaga keharmonisasi masyarakat internal kampus dan eksternal yang lebih luas.

Menanggapi hal tersebut, mahasiswa tingkat akhir jurusan Pendidikan Agama Islam, Yegi Rizki Pratama merasa sedikit kurang nyaman dengan adanya regulasi itu. Menurutnya, sistem itu seperti ajang mengadu nasib, karena waktu pelaksanaannya tak sesuai dengan dengan niat awalnya dan memberikan kesan yang berbeda untuknya dan sahabat-sahabat perjuangannya saat kuliah.

“Seolah-olah ini sebagai ajang mengadu nasib kalau bahasa sundanya mimilikan. Mahasiswa yang baru melaksanakan sidang di bulan Agustus bisa dapat wisuda ke 75, dan mahasiswa yang sudah sidang sejak bulan juni bisa dapet ke 76. Memang jarak waktunya tidak seberapa, hanya berselang 2 minggu saja antara 75 dan 76 tetapi kesan yang akan didapat pasti akan jauh berbeda, yang tadinya niat wisuda bareng-bareng seorang semuanya sirna hanya karena sistem ganjil genap yang diberlakukan. Masuknya bareng, sidangnya bareng tapi wisudanya belum tentu barengan khususnya dengan sahabat perjuangan, ini yang membuat kesan berbeda”, tuturnya, Sabtu, (14/9/2019).

Hal senada disampaikan mahasiswa jurusan Tasawuf Psikoterapi, Devi Komala Sari, menurutnya kebijakan ini mendapatkan kesan yang berbeda dari wisudawan. “Kebanyakan dari temen-temen yang sidangnya lebih awal di bulan Juni ketika dia daftar wisuda online dan dapatnya wisuda ke-76 bulan Oktober itu tuh mereka yang galau kecewa sedih gitu. Sebenernya bagus, Cuma buat orang yang engga terima ini tuh kok sistemnya begini ya ganjil genap kaya untung-untungan gitu,”ungkapnya, Minggu (15/9/2019).

Devi juga mengherankan sistem pembagian wisuda pada tahun 2019 disusun jadwalnya melihat dari sudut pandang mana sehingga berbeda antar mahasiswa. Walaupun begitu, ia merasa hal ini mempunyai sisi positif mungkin agar lebih teratur dan praktis karena sistem pendaftarannya online.

Reporter : Hasna Fajriah, Anggi Nindya

Redaktur : Harisul Amal

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas