Advertorial

Muradi: Menguatnya Populisme Menjadi Ancaman Demokrasi

Sejumlah Narasumber hadir sebagai pemantik dalam acara Sharia Hukum Lawyers Club (SHLC) 2019 yang diselenggarakan di Aula Fakultas Syarkum, Jumat, (6/12/2019). Acara ini merupakan agenda tahunan Dema-F Syarkum, yang tahun ini mengusung tema “Menakar Ulang Demokrasi Kita Indonesia dan Tantangan Pasca Pemilu 2019” (Abdul Azis Said/Suaka)

SUAKAONLINE.COM – Pakar Politik Pemerintahan, Polisi, Pertahanan dan Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad), Muradi menyebut sedikitnya ada enam hal yang muncul sebagai ancaman terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia. Itu disampaikannya saat hadir sebagai salah satu pembicara dalam Sharia Hukum Lawyers Club (SHLC) di aula Fakultas Syariah dan Hukum, Jumat, (6/12/2019).

Dalam paparannya tersebut, enam hal yang mengancam itu diantaranya menguatnya populisme, utopia demokrasi, politik identitas, ambiguitas kelas menengah, fundamentalisme politik, termasuk ancaman adanya korupsi politik. Secara khsusus Muradi mengatakan ancaman kemunculan populisme menjadi krusial, pasalnya sangat berpengaruh pada kualitas penilaian masyarakat terhadap calon yang akan dipilih. Populisme memungkinan kecondongan politik hanya didasarkan pada kepentingan personal kelompoknya sendiri.

“Ketidakmampuan kita meliat dinamika politik dan sosial yang ada, yang kemudian banyak dari mereka merasa termarjinalkan dengan kebijakan politik yang ada, misalnya adanya perasaan dikriminalisasi atau sebagainya.Sebenarnya itu juga jadi bagian situasi yang membuat orang akhirnya melihat politik itu menjadi sangat personal,” ujarnya.

Lebih lanjut Muradi menyebut, pengaruh munculnya populisme saat Pemilu sangat rentan menjadi magnet yang mendorong masyarakat sangat subjektif saat pemilihan. Calon-calon tertentu kerap kali dijadikan sebagai simbolisasi dari kelompok-kelpompok yang menganggap dirinya pihak yang termarjinalkan  atau diintimidasi. Walhasil akan meredusir penilaian yang objektif, yaitu terhadap visi-misi, program ataupun ide yang diusung.

Penguatan populisme di Indonesia disebut Muradi didominasi oleh isu-isu sensitif, terutama keyakinan dan agama. Sehingga carut-marutnya demokrasi Indonesia karena menguatnya politik identitas, disebunya juga menjadi permulaan mengapa populisme ikut berkembang pesat di Indonesia. 

“(Bentuk populisme paling mengancam) Kalau di Indonesia sih agama, yang agama tadi merasa bahwa mayoritas tapi kemudian menjadi minoritas. Agak mirip-mirip gitulah (dengan politik identitas) karenakan populisme itu lahir lahir dari politik identitas tadi, misalnya anda muslim saya muslim kemudian muncul figur, nah figur ini yang kemudian dianggap menjadi bagian dari kelompok itu,” ungkapnya.

Karena hal itulah, pria yang juga Sekjen IKA Unpad ini menekankan pentingnya penilaian yang objektif dalam Pemilu. Masyarakat menyeleksi bakal calon bukan berdasarkan asal-usul identitasnya, melainkan penilaian objektif terhadap ide, program juga visi-misi. Publik juga menurutnya penting untuk berpartisipasi aktif dalam partai politik untuk mencetak kader-kader yang baik. Karena menurut Muradi reformasi partai politik merupakan salah satu hal penting untuk mencapai optimisme demokrasi.

Sementara itu, apa yang disebut Muradi sebagai partisipasi publik untuk reformasi politik juga bertautan dengan tema yang diusung dalam acara SHLC tahun ini, yaitu “Menakar Ulang Demokrasi Kita Indonesia dan Tantangan Politik Pasca Pemilu 2019”. Urgensi keterlibatan mahasiswa juga penting untuk lebih banyak mengetahui kondisi politik yang berkembang saat ini.

“Mahasiswa ini selain cakap dengan dialektinya tapi juga mengerti dengan euphoria politik di lapangan. Makanya kita mengambil narasumber yang sudah terjun ke lapangan. yang kemudian kita kombinasikan antara teori dan prakteknya, biar lebih tahu dan bisa memecahkan permasalahan tantangan politik pasca pemilu 2019,” sebut Ketua Pelaksana SHLC 2019, Ahmad Muhammad Rojab.

Sebagai informasi, selain mengundang Muradi, acara rutin tahunan Dema-F Syarkum itu  turut dihadiri dua pembicara lainnya, yaitu Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kota Bandung, Zaky Muhammad Zamzam dan Komisaris KPU kota Bandung, Budi Tresnayadi.

Reporter : Abdul Azis Said

Redaktur : Lia Kamilah

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas