SUAKAONLINE.COM — Dimas Suryotomo terlihat santai seolah tak ada masalah. Wakil ketua komunitas Rumah Kita itu sengaja tak menampakan persoalan komunitasnya, padahal sudah dua bulan lebih mereka kehilangan tempat bermain anak didiknya, yang membuat gusar ialah nasib anak-anak Desa Cipadung yang khawatir salah pergaulan.
Sejak lahan dekat gazebo beralih fungsi menjadi tempat parkir, beberapa kegiatan mahasiswa terhenti, malah ada yang kelabakan mencari tempat pengganti. Bagi mahasiswa UIN SGD Bandung, gazebo bukan hanya sebuah bangunan kecil melainkan termasuk lahan yang ada di sekitarnya yang acapkali digunakan sebagai tempat kegiatan mahasiswa.
Bagi Dimas, gazebo di kampus UIN merupakan tempat bermain yang penting dan disukai oleh anak-anak didiknya. Namun sejak beralihfungsi, komunitas peduli sosial anak-anak itu sudah tidak tampak keberadaanya. “Terakhir kita berkegiatan seminggu sebelum lebaran dan setelah itu kegiatan di Rumah Kita menjadi berkurang,” katanya. Gazebo yang dahulu menjadi tempat beradu ceria setiap harinya sudah menjadi lapangan si roda dua, terpaksa mereka mencari tempat lain.
Dimas pantas galau. Sebab, pihaknya tidak bisa memprotes kebijakan gazebo menjadi lahan parkir. Ia menyadari Rumah Kita tidak ada hubungannya dengan kampus tapi mereka berharap ada lahan kosong untuk kegiatannya.
Menjadikan sekretariat sebagai tempat bermain merupakan solusi sementara dengan harapan akan menghidupkan kembali kegiatan di Rumah Kita. Namun jumlah anak yang semakin berkurang telah menjadi konsekuensi. Pasalnya tidak semua anak yang ingin bermain di sekretariat tersebut karena alasan tidak nyaman dan tidak leluasa.
“Dari semua anak di Rumah Kita, hanya sebagian yang ingin bermain di sekretariat. Mereka tidak mau karena tempatnya yang terpencil di belakang kampus,” tambah Dimas. Penyebab lain yakni sebagian lahan di sekretariat sering digunakan usaha las oleh warga, pengurus Rumah Kita tak punya hak melarangnya karena status sekretariat tersebut sebatas pinjaman.
Dimas mengaku selain alih fungsi gazebo, keberadaan dan kesibukan pengurus menjadi faktor lain yang menyebabkan kegiatan Rumah Kita berkurang. Seperti terbengkalai. Namun, nyatanya kebanyakan dari mereka menginjak semester akhir dan masa job training sehingga dalih Rumah Kita terbengkalai dirasa tak matching.
Membenahi Kepengurusan
Transisi kepengurusan Rumah Kita menjadi perhatian utama untuk menjaga eksistensi komunitas yang berdiri sejak 2013 itu tetap ada dan berkembang. Permasalahan yang terjadi saat ini merupakan momentum terbaik untuk membenahi internal Rumah Kita, terutama hal kepengurusan. “Untuk saat ini, perbaikan internal kepengurusan dirasa penting karena jika pengurusnya baik maka yang diurusnya pun dalam hal ini anak-anak akan baik,” kata penasihat Rumah Kita Rifky Riswana.
Saat ini Rumah Kita tengah menginjak kepengurusan ketiga dan hadir dengan strategi berbeda dari dua kepengurusan sebelumnya yang fokus pada anak-anak. Kepengurusan baru itu menjadikan dua fokus, selain kepada anak juga kepada pengurus yang dengan berbagai latar belakang dapat menerapkan ilmunya kepada anak. Strategi tersebut akan diimplementasikan pada program mobile library.
Program yang digagas setahun lalu itu baru akan dilaksanakan di kepengurusan ketiga Rumah Kita. “Masih dimatengin konsepnya,” ungkap Rifky. Mobile library berkonsep jemput bola, yakni Rumah Kita melakukan observasi ke suatu tempat terkait buku yang diperlukan kemudian menyediakannya, di tempat itu pula dibangun perpustakaan.
Dengan strategi dan program tersebut, Rifky mengharapkan Rumah Kita akan kembali hadir untuk anak-anak dengan kegiatan rutin seperti biasa. Rumah Kita hadir sebagai sarana mengekspresikan keaktifan mahasiswa, maka secara tidak langsung butuh dukungan dari kampus diantaranya berupa fasilitas.
Reporter : Dede Lukman Hakim
Redaktur : Robby Darmawan