Kampusiana

Strategi Mewujudkan Media Rahmatan Lil’alamin

Parni Hadi (kiri) memaparkan materi mengenai strategi untuk menghadapi pengembangan media massa islam di Indonesia, di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung, Selasa (23/2/2016). Melihat persaingan media massa yang semakin ramai diperbincangkan, Parni Hadi sepakat dengan terciptanya media yang memiliki ruh islam didalamnya. (SUAKA/Ibnu Fauzi)

Parni Hadi (kiri) memaparkan materi mengenai strategi untuk menghadapi pengembangan media massa islam di Indonesia, di Aula Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung, Selasa (23/2/2016). Melihat persaingan media massa yang semakin ramai diperbincangkan, Parni Hadi sepakat dengan terciptanya media yang memiliki ruh islam didalamnya. (SUAKA/Ibnu Fauzi).

SUAKAONLINE.COM — Peran pers Islam di Indonesia saat ini dirasa masih kurang terlihat. Ini dikarenakan saat ini masyarakat lebih mendewakan sajian informasi cepat saji. Maka dibutuhkan strategi dalam persaingan media massa berbasis Islami di Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh wartawan senior Republika, Parni Hadi saat memberikan materi dalam studium general (kuliah umum) yang diselenggarakan oleh Fakultas Dakwah dan Komunikasi di aula fakultas, Selasa (23/2/2016).

Parni menjalaskan, di era modern seperti saat ini, media konvensional akan bersaing dengan media baru. Media konvensional saat ini memasuki masa senjakala, dimana infomasi akan digantungkan ke dalam hal yang serba praktis (online) meskipun kerap informasi yang disajikan kurang akurat.

Namun seharusnya, antara kedua media tersebut harus melengkapi dan memperkuat kondisi media kedepannya. Karena media massa adalah lembaga yang padat otak (intelektualitas), modal, teknologi, emosi dan suara hati (conscience) dan wartawan yang bertugas untuk memberdayakannya.

“Informasi adalah kekuatan, informasi tidak bebas nilai dan kepentingan, jadi yang perlu diperhatikan, menyiarkan informasi sangat syarat dengan muatan nilai ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta ketahanan keamanan,” papar Parni.

Profesi wartawan bukan perkara mudah dan sering kali dipandang sebelah mata.  Namun, Parni menegaskan bahwa menjadi wartawan berarti menjadi pewaris nabi dan pengembang profesi mulia. Menjadi wartawan tidak sekedar menjadi pelapor tetapi juga menjadi pelopor.

Profetik jurnalisme, sebuah genre jurnalisme yang mengamalkan empat akhlak mulia Rasullullah. Jurnalisme berdasarakan keinginan ajaran cinta, kepedulian, dan keikhlasan yang telah dipraktikan oleh nabi dan rasul dalam perjuangan dakwahnya. Parni sendiri merumuskan hal yang perlu diingat dalam sebuah informasi.

“Apakah ideologinya islam? Nafasnya islam? Nuansanya islam? Harus berbasis luar, mencakup keseluruhannya namun tetap dapat mewujudkan media yang rahmatan lilalamin,” lanjut lelaki yang sudah 43 tahun berkiprah di dunia kejurnalistikan tersebut.

Parni juga menjelaskan, sebelum mendirikan sebuah media islam, alangkah baiknya kita berkaca dahulu kepada ideologi dalam penggarapan sebuah media. Berdasarkan pengalaman Parni, sewaktu dirinya menjadi Pimpinan Redaksi disebuah media banyak organisasi islam menuntut medianya untuk berbasis islam. Namun, media tetaplah bersifat umum yang salah satu tujuannya adalah informatif.

Selanjutnya, didalam sebuah media Islam, memiliki beberapa unsur penting yakni, humanisasi yang mencakup amar ma’ruf nahi munkar di dalamnya, lalu librasi dan transendensi. “Sehingga kedepannya, mampu terwujudnya media yang memiliki ruh Islam didalamnya,” pungkas Parni.

Reporter : Awallina Ilmiakhanza / Magang

Redaktur : Edi Prasetyo

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas