Kampusiana

Sertifikasi Profesi, Langkah Menjadi Insinyur

Ketua Pesatuan Insinyur Indonesia (PII) wilayah Bandung, Harijono A. Tjokronegoro saat memberikan materi dalam diskusi umum yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himanitro) UIN SGD Bandung, Rabu (24/2/2016). Menurut Harjono, diperlukan program sertifikasi profesi atau keahlian sebagai salah satu langkah menjadi insinyur yang profesional agar dapat bersaing dalam MEA. (Ayu Isnaini/Magang)

Ketua Pesatuan Insinyur Indonesia (PII) wilayah Bandung, Harijono A. Tjokronegoro saat memberikan materi dalam diskusi umum yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himanitro) UIN SGD Bandung, Rabu (24/2/2016). Menurut Harjono, diperlukan program sertifikasi profesi atau keahlian sebagai salah satu langkah menjadi insinyur yang profesional agar dapat bersaing dalam MEA. (Ayu Isnaini/Magang)

SUAKAONLINE.COM — Diperlukan sertifikasi profesi atau keahlian sebagai salah satu langkah menjadi insinyur yang profesional guna bersaing secara global. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pesatuan Insinyur Indonesia (PII) wilayah Bandung, Harijono A. Tjokronegoro saat menghadiri diskusi umum yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himanitro) UIN SGD Bandung, Rabu (24/2/2016). Diskusi yang mengusung tema “Membangun Kualitas Insinyur Muda untuk Bersaing di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)” diselenggarakan di Aula Fakultas Sains dan Teknologi.

Harijono mengungkapkan bahwa saat ini sertifikasi profesi di Indonesia sedang gencar-gencarnya diperbincangkan. Meskipun demikian, lembaga sertifikasi berskala internasional di Indonesia, masih jarang dijumpai. Berbeda jauh dengan Indonesia, di Amerika istilah sertifikasi telah dikenal sejak lama. “Amerika sudah menyiapkan engineer mereka yang telah tersertifikasi keahliannya agar dapat diterima keberadaanya jauh-jauh hari saat kita sedang masih terlelap,”  tutur Harijono.

Harijono mengungkapkan bahwa saat ini  merupakan Abad Asia.  Karena pada abad ini kawasan Asia sudah mulai dilihat oleh dunia, terutama dalam bidang ekonomi dan sumber daya manusia dengan adanya MEA. Beliau pula menegaskan supaya mahasiswa dapat berrgerak dengan cepat dan tepat, terutama dalam demam MEA yang sedang melanda tertutama terhadap tenaga ahli dari Indonesia.

Persaingan dunia yang semakin kompetitif terutama di bidang industri, mendorong adanya tuntutan untuk memiliki keahlian di suatu bidang tertentu. Sertifikasi profesi atau keahlian ini dikatakan dapat memudahkan seorang engineer untuk masuk ke ranah industri. Hal ini dikarenakan sertifikasi merupakan bentuk interpretasi dari kualifikasi-kualifikasi yang diinginkan oleh bidang industri dari diri seorang engineer sebagai sumber daya.

Mahasiswa sebagai tunas bangsa yang kelak akan turut andil dalam meyelenggarakan pembangunan negara yang berpacu dengan Masyarakat Internasional terutama dalam kebutuahan tenaga ahli yang berkecimung di dunia Teknik. Makai diharapkan mahasiswa mempunyai basic science dan basic engineering yang kuat karena yang dibutuhkan saat ini tidak hanya sebatas kemapuan kajian keilmuan. “Tapi memiliki skills yang mumpuni karena dunia industri mebutuhkan orang yang memiliki dasar yang kuat dari dua komponen tersebut,” lanjut Harijono.

Selain itu, mahasiswa harus lebih meimprovisasi perkembangan tekhnologi yang ada. Hal ini dikarenakan teknologi dapat menempatkan manusia dalam usaha yang lebih jauh dari perkiraan manusia itu sendiri. Oleh karena itu untuk membuat mahasiswa memiliki basic science dan basic engenering yang kuat dibutuhkan dukungan dari pihak Universitas dalam memfasilitasi mahasiswa terutama dalam segi praktikum. “Hal yang terserap dari ruang kelas itu hanya 25 sampai 30 % sedangkan selebihnya adalah dari praktik yang dilakukan,” kata Harijono.

Harijono pun menjelaskan, permasalahan yang terjadi dalam era MEA ini adalah ketika Sumber daya manusia lokal tidak bisa bersaing degas umber daya dari luar. Maka dari diperlukan peingkatan kemampuan mahasiswa terutama untuk diterima oleh pihak industri. Industri tidak mau membuang waktunya, hanya untuk mengajarkan karyawannya. “Maka dari itu kualitas mahasiswa terutama yang akan menjadi insinyur perlu terus bergerak. Kita boleh diam, tapi kita akan tertinggal,” tambahnya.

Harjono menambahkan, dalam Sertifikasi Insinyur Profesional (IP) mempunyai tiga jenjang yaitu Insinyur Profesional Pratama (IPP), Insinyur Profesional Madya (IPM), dan Insinyur Profesional Utama (IPU). Ketiga jenjang tersebut dapat diraih dalam kurun waktu 5 tahun setelah seseorang dapat mengumpulkan pengalaman praktek keinsinyurannya. Namun jenjang tersebut dapat menjadi 3 tahun bila seseorang tersebut dapat bekerja dalam lingkungan yang sangat kondusif dan memberikan pengalaman secara terstruktur. “Sedangkan Insinyur Profesional dengan pengalaman lebih dari delapan tahun mendapat pengakuan kesetaraan APEC,” lanjut Harijono.

Untuk kedepannya, Harijono sedang berupaya meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) insinyur yang diperjuangkan bersama dengan rekan-rekannya di PII. Jika RUU Insinyur berhasil diloloskan, maka ada peluang bagi yang berminat menjadi insinyur dengan mengikuti test terlebih dahulu di Program Profesi Insinyur (PPI) dengan syarat memiliki memiliki latar belakang sarjana teknik, sarjana sains, sarjana pendidikan sains atau teknik ataupun seseorang yang sudah berkecimpung dibidang keinsinyuran sejak lama.

Reporter : Ayu Isnaini, Rifki Mutaali, Devi Novitasari / Magang

Redaktur : Edi Prasetyo

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas