Epaper

Majalah Suaka Tahun 2015

MAJALAH SUAKA TAHUN 2015

EDITORIAL

Punya Apa Menghadapi MEA?

Majalah Suaka Tahun 2015

Tahun 2016 menjadi babak baru bagi Indonesia dalam menghadapi gempuran pasar bebas. Pasalnya, belum lama ini keran Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah dibuka. Kehadiran MEA sudah tak bisa dibendung lagi, Mau tidak mau siap tidak siap, kita mesti pasang badan melawan era persaingan baru. Lantas sebuah pertanyaan pun muncul, bagaimana dengan Kampus Hijau dalam menghadapi kondisi itu? Sudahkah kampus ini memasang kuda-kuda kokoh menerima serangan MEA?

Pertanyaan semacam itu layak untuk dilontarkan pada kampus bernapaskan Islam ini. Mengingat selain di bidang ekonomi, MEA pun akan berdampak pada sektor pendidikan, yang pengaruhnya tidak lain bisa menghasilkan orientasi pendidikan berbeda: mencitakan lulusan untuk menjadi pekerja atau membentuk jiwa-jiwa kreatif yang mampu menghasilkan lapangan pekerjaan baru.

Sayangnya, sejauh ini, secara eksplisit Kampus Hijau belum terasa terobosan-terobosan yang serius unutuk menghadapi MEA. Jangankan ke arah sana, persoalan tetak bengek seperti kesemrawutan lahan parkir dan minimnya sarana-prasarana penunjang perkuliahan pun masih belum terpecahkan jalam keluarnya.

Akreditasi kampus pun masih tertatih-tatih untuk mengejar standar nasional. Sekitar 16 jurusan baru akan mengejar ketertinggalan dengan mengajukan peningkatan akreditasi ke Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN SGD Bandung. Sementara, bila kita berkaca pada kampus tetangga misalnya, mereka justru tengah gencar-gencarnya mengejar standar internasional. Selain itu, dari data yang diberikan LPM, jumlah profesor di kampus ini baru 32 orang dari 771 dosen yang ada. Dari jumlah dosen itu pun baru 35% yang bergelar doktor. Data itu semakin memperkuat pernyataan bahwa, kualitas tenaga pengajar UIN SGD Bandung masih harus benar-benar ditingkatkan. Sebab dosen menjadi elemen krusial sebagai katalisator lulusan yang progresif dan inovatif.

Itu semua harusnya menjadi tamparan keras bagi para pemangku kebijakan di kampus ini, bahwasanya tidak ada waktu leha-leha kalau tak mau terus tertinggal. Apalagi jika para birokrat kampus dalam menghadapi MEA, tak punya kebijakan visioner, Kampus Hijau akan semakin tertinggal.

Tentu tidak etis jika yang disoroti hanya para pemangku kebijakan atau para dosen. Dalam menghadapi MEA, mahasiswa pun harus berperan aktif mengembangkan potensi dan aktualisasi diri. Bisa dengan cara berorganisasi, sering-sering diskusi atau mengikuti kegiatan lain yang bisa mengikis budaya tak produktif. Apalagi jika ingin “menang” melawan gempuran MEA.

Ada sebuah ironi dari hasil riset Litbang Suaka kepada 160 mahasiswa di UIN SGD Bandung, 39,37% di antaranya tidak memahami dan mengerti apa itu MEA, hanya 12,5% yang mengerti, sisanya ragu-ragu. Ditambah lagi engan kondisi itu, kampus kurang sigap memberikan sosialisasi dan edukasi akan MEA.

Sebetulnya jika berbicara MEA, UIN SGD Bandung punya kans yang besar. Pasalnya kampus ini memiliki kekhasan dibanding kampung lain: keislaman. Apalagi jika melihat penduduk di Jawa Barat yang 95% mayoritas adalah beragama Islam. Melihat fakta tersebut lulusan-lulusan UIN SGD Bandung terutama dari jurusan keagaman, amat sangat dibuthkan kontribusnya.

Namun yang menjadi keheranan, justru jurusan-jurusan keagamaan kalam pamor dengan jurusan umum. Entah di mana yang salah, apakah calon mahasiswa memang sudah pragmatis pola pikirnya atau jurusan keagamaan yang tak cermat melihat peluang yang ada. Untuk menanggung hal tersebut, Jurusan Tasawuf Psikoterapi misalnya, banyak memberikan program-program beasiswa kepada calon mahasiswa, ttujuannya tidak lain menjaga peminat tetap ada. Langkah itu perlu diapresiasi, akan tetapi masih kurang tapat, sebab tidak mungkin mahasiswa harus terus diiming-imingi beasaiswa agar mau kuliah di jurusan keagamaan, sementara kualitas lulusan tidak jadi jaminan.

MEA memang baru dimulai. Tapi tidak salah, jika kita adn kampus ini sudah mempunyai strategi yang matang dalam menghadapi MEA. Yang amat terasa bagi mahasiswa misalnya, kampus memperbaharui kurikulum yang ada agar sesuai dengan perkembangan zaman. Bukankah sebuah hasil itu bergantung pada proses dan perencanaan yang baik? Yan gjelas, kampus ini sudah bukan waktunya untuk tetap jalan di tempat. Melangkahlah ke depan! Jangan sampai seperti bayi yang masih meraba-raba bola dunia. Sudah saatnya untuk berani mengambil risiko yang ada. Tentunya dengan inovasi dan semangat kemajuan, atau kita akan kalah saing (lagi) dengan kampus lain di era MEA. [Redaksi]

DOWNLOAD DI SINI

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas