Kampusiana

Era MEA, Indonesia Harus Perbaiki Wajah Pertanian

(Kiri) Moderator Enceng Sobari sedang memandu para hadirin untuk mendengarkan materi yang di sampaikan oleh Nunung Sondari, Edhi Sandra, Boyke Setiawan Soeratin dalam acara seminar nasional Semarak Agroteknologi Ke-10 di Aula Anwar Mussadad, Selasa (27/9/2016).

(Kiri) Moderator Enceng Sobari sedang memandu para hadirin untuk mendengarkan materi yang disampaikan oleh Nunung Sondari, Edhi Sandra, Boyke Setiawan Soeratin dalam acara seminar nasional Semarak Agroteknologi Ke-10 di Aula Anwar Mussadad, Selasa (27/9/2016). (Elya /Suaka)

SUAKAONLINE.COM, — Di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia dituntut banyak dalam mengahapus mafia jual beli produk pangan. Fenomena tersebut berdampak pada nilai jual yang rendah, akibatnya para petani tidak memiliki kesempatan untuk menentukan harga produk pangan yang dihasilkan.

Jumlah petani yang tidak mendominasi, membuat petani kerap kali dikorbankan oleh pemerintah. Memperbaiki wajah pertanian tidak cukup jika hanya meningkatkan produksi pangan. Pengawasan jual beli pun patut diperbaiki untuk menghindari kecurangan yang akan merugikan petani.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Bidang Wirus Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (Pispi) Boyke Setiawan Soeratin pada seminar nasional Semarak Agroteknologi ke-10 dengan tema ‘Masa Depan Pertanian Nasional di Tangan Generasi Muda Indonesia Untuk Mewujudkan Indonesia Kreatif dan Tangguh dalam Mengahadapi MEA’, Selasa (27/9/2016) di Aula Anwar Musaddad.

Menurutnya, pemerintah merupakan problem solver yang turut andil dalam meningkatkan rasa kepedulian terhadap usaha di sektor pertanian. Permasalahan dalam aspek pertanian sering kali diabaikan. Seperti harga jual yang rendah, lahan yang minim dan produksi pangan yang tidak konsisten.

Boyke juga menambahkan banyak pebisnis pangan yang akhirnya jatuh ke dalam ranah perpolitikan. Hal tersebut bukan malah mensejahterakan petani, melainkan petani semakin mendapatkan harga yang rendah. Permasalahan tersebut menurutnya harus dibenahi, mengingat saat ini pangan menjadi sektor viral di seluruh negara.

“Jika ingin bersaing dalam sektor pangan, hindari politik jika ingin fokus bisnis. Nantinya pangan akan dikuasai korporasi kapitalistik yang semakin liberal,” jelas Boyke.

Berbeda dengan Boyke, Dosen Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Edhi Sandra mengatakan salah satu dampak dari ketertinggalan terhadap MEA, sebanyak 30 persen kultur jaringan di Indonesia belum bisa bersaing mengalahkan ketertinggalan, dibandingkan dengan negara maju.

Menurut Edhi, bukan hanya soal harga jual beli, sumber daya manusia yang ada pun dinilai belum dikelola dengan baik. Pemerintah seharusnya memperhatikan lulusan pertanian yang kompeten untuk disebarkan ke berbagai pelosok negeri, mengejar ketertinggalan dengan mengajarkan teknologi dalam pertanian.

“Mengajarkan ilmu pertanian yang berkaitan dengan iptek, menjadi salah satu tugas sarjana pertanian. Tidak hanya mencetak ilmunya, namun strategi juga untuk meningkatkan kualitas pertanian juga,” tambah Edhi.

Reporter : Awallina Ilmiakhanza

Redaktur: Ibnu Fauzi

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas