Buletin Momentum Edisi Juni 2003
Editorial
Sprit Of Crisis
Dampak krisis multidimensi tengah melanda negeri kita, belum jelas kapan berakhirnya. Tentunya, lebih dirasakan oleh wong cilik ketimbang mereka yang berekonomi lebih. Bukanlah sesuatu dapat membatasi antara si miskin dan si kaya dalam menjalani kehidupan sosial. Cara mereka dalam menyiasati kehidupan tentunya berbeda-beda. Hal ini, tampak dalam pergaulan hidup mahasiswa IAIN Sunan Gunung Djati Bandung yang komplek keberadaan. Di kampus ini, mereka berangkat dari keluarga yang keadaan duitnya kurang hingga serba berkecukupan. Hal ini bukanlah sesuatu yang dapat melahirkan class sosial baru di kampus, sebab mereka berstatus sama ialah mahasiswa.
Bagi orang tuanya yang isi sakunya pas-pasan, tidak berarti menjadi penghalang selesainya studi. Lagi pula, tak dapat menyuruh spirit anak-anaknya yang terus melangkah menyelesaikan studinya dengan segala siasat. Langkah dalam memburu masa depan, bersiasat merupakan kuncinya. Pepatah bilang “berakit ke hulu berenang ketepian” tentunya bukan sekedar kata-kata yang tak bermakna apa-apa, sebagian besar “orang sukses” memahami pepatah ini dan mereka mampu membuktikannya. Menjalani proses lebih penting ketimbang menikmati hasil. Sebab yang krusial bukanlah hasilnya melainkan pada proses itu sendiri.
Seperti halnya yang telah dilakoni sebagian mahasisw IAIN SGD Bandung. Di samping kuliah sebagai tugas pokoknya, merekapun mempunyai segudang aktivitas lain yang dapat membantu isi sakunya tanpa bergantung pada keluarga. Tentunya, bagi mereka menyelesaikan studi dengan keringat sendiri adalah ladang untuk berlatih. Melakoni kehidupan di perkotaan di tengah-tengah krisis sembari mencari ilmu adalah perbuatan yang layak di puji dan patut di taladani. Why not? Tak semua orang sanggup menghadapinya. Menumbuhkan spirit of life adalah sangat penting. Sebab bila tidak, mau apa? Tak sekedar berjalan apa adanya di atas skenario orang. “Berakit kehulu berenang ketepian” tentunya bukan sekedar kata biasa. Ada makna didalamnya pernah ada kata menyerah menghadapi gelombang.
Kuliah bukanlah jaminan satu-satunya dalam mewujudkan impian. Salah satunya dengan berlatih mandiru. Baginya kuliah tak sekedar bermain dengan buku dan bercanda dengan ria bersama kawan. Bisa jadi yang lain tengah menikmati hari libur. Disaat yang sama mereka harus bersaing dengan dunia riil. Yang ada pada mereka adalah kata “semangat”. Semangat dapat tumbuh ketika ada sesuatu yang dicapai. Masa depan bukan lagi impian dan fatamorgana bila percaya diri dan semangat bisa menyatu.
Edisi Momentum kali ini, mencoba berbeda dengan sebelumnya. Di edisi ini, kami menampilkan beberapa mahasiswa yang sedang bersiasat untuk membidik masa depannya. Kondisi yang tak menentu ini bukanlah sebuah alasan. Faktanya ada pada mereka. Mengail ikan dengan umpan di tengah gelombang tak sekedar hobi dan iseng. Seperti itulah, cara mereka menghadapi kenyataan yang menuntut dirinya berbuat sesuatu.
Tentunya setiap kita punya cara yang berbeda dalam menghadapi kenyataan itu. Satu hal yang mesti tak berlebihan yaitu merendahkan diri dihadapan orang. Hidup tak perlu dianggap sulit dan tak juga tak bisa dianggap gampang. Siapapun pasti sanggup melakoninya, tanpa harus membebani orang lain. [Redaksi]