Hukum dan Kriminal

Cerita di Balik Aksi Buruh Uji Formil UU Ciptaker

Massa Aksi Sejuta Buruh dari berbagai serikat dan aliansi melakukan long march dari Bundaran Hotel Indonesia (HI) ke Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023). (Foto: Mohamad Akmal Albari/Suaka).

SUAKAONLINE.COM – Senin (2/10/2023), Matahari mulai muncul dari ufuk Timur. Massa aksi yang terhimpun dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) menginjakkan kaki di Jakarta pada pukul 7.07 WIB pagi. Selang empat jam kemudian, mereka bergabung dengan massa Aksi Sejuta Buruh di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jalan M. H. Thamrin, Jakarta Pusat untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas lima permohonan judicial review Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

Lima mobil komando demo bersiap. Spanduk dan poster mulai dibentangkan. Panji-panji organisasi dikibarkan untuk long march ke Gedung Mahkamah Konstitusi. Para buruh berbaju SBSI, FSPPM, GSBI, KSPSI, AASB, FSP, SPN, FSPMI, PPMI, FSPMI, FPBI, SPEBURPAS dan FSPRI dari daerah Jakarta, Jawa Barat dan Banten berbaris membentuk barikade memenuhi sepanjang Jalan Thamrin.

Orasi dari setiap serikat buruh dilontarkan. Berjalan dengan langkah teratur, ada dua spanduk besar yang dibawa dan digotong 8 hingga 10 orang bergambar presiden dengan empat menterinya, serta spanduk sembilan wajah hakim MK. Pukul 14.48 WIB, mobil komando demo disambungkan dengan live streaming sidang putusan, massa duduk dan mendengarkan di tengah jalan.

Setelah beberapa lama hakim MK membacakan pertimbangan, MK menolak permohonan uji formil yang diajukan 15 serikat buruh pada perkara Nomor 54/PUU-XXI/2023. Di hari Jakarta Pusat dipenuhi buruh, perkara yang sama, Nomor 40/PUU-XXI/2023, 41/PUU-XXI/2023, 46/PUU-XXI/2023 dan 50/PUU-XXI/2023 bernasib serupa. Namun, MK tetap melanjutkan uji materil dari perkara 54/PUU-XXI/2023.

Massa kecewa dan kesal, mereka langsung mengerahkan massa ke Gedung MK, mulai memblokade persimpangan jalan, namun akses ke MK tertahan di air mancur Thamrin karena pagar besi aparat kepolisian.

Partai Buruh dan aliansinya telah lama demonstrasi di air mancur tersebut. Massa Aksi Sejuta Buruh yang kesal, membakar spanduk-spanduk, kericuhan antar sesama buruh tidak terelakkan. Massa saling dorong dan melempar botol, mengakibatkan terpecah belahnya dua kubu.

Tidak hanya disuarakan buruh, tetapi juga mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN). FMN membantu mengondisikan mobilisasi AGRA Pangalengan yang dirasa imbas UU Ciptaker mempengaruhi sektor pangan, khususnya dalam masalah agraria dan pangan.

Koordinator lapangan Agra Pangalengan, Sutarman mengaku bahwa Omnibus law berdampak pada penegakkan reformasi agraria, di mana tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. Menurutnya, land reform sejati adalah menjalankannya dengan cara kerakyatan, bukan dengan mengesahkan UU Ciptaker.

Sutarman juga menyampaikan keresahannya terkait bahan-bahan pertanian yang cukup mahal bagi para petani, seperti obat pertanian yang tidak sebanding dengan hasil pendapatan. “Sekarang kan obat-obatan sangat menjulang tinggi harganya, satu kilo sampai 100 ribu, 120 ribu, sementara harga tomat sekarang dibawah 2000, ada yang 1000, ada yang 1500 satu kilo. Jadi kalo satu pohon dapat dua kilo, masih jauh keuntungannya,” ujarnya kepada Suaka, Senin (2/10/2023).

Selaras dengan pernyataan Sutarman, petani sayur Pangalengan dari Desa Sukamana, Eliana, mengatakan penghasilan petani yang tidak bisa ditentukan dan kesulitan dari obat, pupuk dan bibit yang mahal tidak membuat balik modal mereka yang biasa panen tiga bulan sekali.

Lebih lanjut, Sutarman sangat menyayangkan Indonesia sebagai negara agraria justru sangat memprihatinkan pada sektor pertaniannya. Harga bahan pertanian yang tinggi, adanya sengketa lahan pertanian, serta pemenuhan fasilitas pertanian yang belum menyeluruh menjadi hambatan dalam sektor pertanian.  “Jadi sekarang petani tuh memang sangat resah ya keadaan seperti ini. Karena petani mengharapkan dari hasil taninya, bukan bantuan, jauh lah ada bantuan” Jelasnya.

Ayah beranak empat itu berharap agar pemerintah bisa memberikan jaminan fasilitas lahan dan harga bahan pertanian yang murah. Sehingga dengan modal minim dan hasil pertanian meluas bisa membantu ekonomi para petani.

Berselang beberapa saat, hari menuju sore membuat sebagian massa aksi membubarkan diri pulang ke daerah masing-masing. Sebagian lainnya bertahan di sekitar Air Mancur Thamrin terus menyuarakan penolakan atas putusan hakim MK yang dinilai tidak bisa membawakan suara rakyat.

Reporter: Mohamad Akmal Albari & Nadia Ayu Iskandar/Suaka

Redaktur: Yopi Muharram/Suaka

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas