Adzan merupakan panggilan bagi umat Islam dari seorang muadzin guna memberitahukan bahwa waktu shalat fardu telah tiba. Disini penulis tidak akan membahas lebih jauh soal adzan beserta muadzinnya, melainkan akan membahas seperangkat sarana yang digunakan oleh muadzin agar adzan-nya lebih mudah didengar oleh masyarakat di sekitar masjid, yaitu speaker pengeras suara. Toa.
Berpendapat bahwa semangat nasionalisme di tengah masyarakat luas telah meluntur, penulis sebagai bagian dari bangsa ini tentu merasa prihatin. Dalam sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia, bersatunya pulau-pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, tentu tidaklah lain dari pada semangat nasionalisme itu sendiri yang pada tanggal 28 Oktober 1928 pernah dikumandangkan oleh para pemuda.
Dalam penampilan Sudjiwo Tejo ketika mendalang di atas panggung dalam suatu program siaran tv swasta pada tanggal sebelas September lalu. Dirinya berkata bahwa Bung Karno tidak lebih pintar dari pada Bung Hatta dan Tan Malaka. Mungkin benar. Tapi apakah dengan kepintaran Bung Hatta dan Tan Malaka ketika itu mampu membawa Indonesia kepada gerbang kemerdekaan? Bagi penulis ini bukan masalah siapa yang lebih pintar, tetapi soal kecakapan sebagai seorang pemimpin dalam memimpin rakyatnya. Kata Pramoedya Ananta Toer, dengan seorang diri, dengan semangat nasionalisme, Sukarno mampu menyatukan pulau-pulau yang terbentang dari sabang sampai Merauke.
Andaikan Karto Suwiryo dengan DI/TII-nya menang dalam merebut kekuasaan dari tangan Sukarno ketika itu, mungkin rakyat Maluku Selatan akan memisahkan diri dari NKRI dan mendirikan Republik Maluku Selatan. Apalagi dengan Papua Barat yang mayoritas beragama Kristen? Begitu pun andai kata komunis yang berkuasa, Aceh yang kekeuh dengan syariat Islamnya sudah tentu ogah bergabung dengan NKRI. Maka disini penulis pun berpendapat bahwa dengan semangat nasionalis dan Pancasila sebagai dasar negaranya lah yang telah mampu mempersatukan anak semua bangsa di Bumi Nusantara ini.
Dalam usia NKRI yang terus berjalan ini, nampaknya semangat nasionalisme saban tahun terus meluntur. Terbukti contohnya dengan lama telah hadir kelompok massa yang meneriakan sebuah ajakan untuk merdirikan Khilafah Islamiyah. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Belum lagi beberapa waktu lalu masih saja ada kelompok sparatis yang menginginkan Irian Jaya memisah memerdekakann diri.
Sekarang saatnya penulis menulis tentang salah satu cara bagaimana yang paling efektif untuk mengangkat kembali semangat nasionalisme di tengah masyarakat Indonesia, mengangkat kembali moral-moral rakyat yang telah pesimis untuk yakin kembali bahwa kelak bumi pertiwi ini akan kembali berjaya, sebagaimana pernah berjayanya Sriwijaya dan Majapahit di Bumi Nusantara.
Toa Mesjid, Media Propaganda
Umat Islam menghadap Tuhannya lima kali dalam sehari. Hal itu dipraktekan dalam bentuk shalat fardu pada waktu-waktu yang sudah di tentukan. Dengan adanya teknologi berupa speaker, adzan yang dikumandangkan oleh muadzin tentu menjadi lebih mudah di dengar oleh masyarakat saat ini. Sebagaimana ketika di bulan puasa berlangsung, orang-orang menanti suara adzan pada speaker yang terpasang di atas menara masjid. Keadaanya sudah tentu sangat bermanfaat.
Tidak hanya itu, banyak para ustad pun ketika ceramah selalu menggunakan pengeras suara agar isi ceramahnya dapat di dengar oleh orang-orang yang tidak bisa hadir mengikuti majelisnya. Apakah ada yang melarang? Memang ada saja, tapi kebanyakan masyarakat tidak meskipun mereka sedikit terganggu. Di antara mereka berkata, “Kalau isinya untuk kepentingan agama, boleh.” Berkenaan dengan ini penulis tidak akan menulisnya terlalu panjang lebar, karena bukan pokok pembahasannya.
Disini penulis sebagai mahasiswa Perbandingan Madzhab dan Hukum, maka berpendapat bahwa membunyikan atau memutar lagu nasionalis seperti Garuda Pancasia, Bangun Pemuda-Pemudi, Indonesia Raya, Bagimu Negeri dan lagu-lagu lainnya melalu speaker-speaker toa di masjid, secara urgensi hukumnya diperbolehkan, bahkan bisa saja diwajibkan. Karena hal ini dilihat dan ditimbang dari sudut maqashid syariah, yakni; memelihara agama, jiwa, kehormatan, keturunan dan harta.
Penulis mencoba memandang masalah ini dari sudut yang cukup luas. Umat Islam diingatkan dan dipanggil dengan suara adzan untuk menghadap Tuhannya, maka umat Islam dengan jumlah mayoritas ini pun harus diingatkan untuk tidak lupa bahwa bagian dari segala aktivitasnya di Bumi Nusantara ini adalah bagian dari membangun bangsa. Tidak hanya itu, yang non muslim pun dapat mendengarkannya dan menikmatinya dengan lebih hikmat.
Dilansir dari Bisnis.com (11/5/13), Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung Feri Wibisono mengatakan bahwa penanganan perkara korupsi di Indonesia mencapai 1.600 hingga 1.700 perkara per tahun atau menduduki peringkat kedua di dunia setelah China. Bagaimana mungkin negara dengan penduduk mayoritas muslim, pemimpin-pemimpin muslim, bahkan presidennya pun seorang muslim mendapat peringkat kedua di dunia perihal korupsi? Jangan hanya salahkan mereka yang korup, mencuri dan melakukan kerusakan di Bumi Nusantara ini karena tidak beriman atau lemah imannya. Tidaklah perlu kita menyalahkan iman kita itu! Lihatlah negara-negara barat yang katanya kafir! Mereka lebih baik dari kita dalam mengelolah negaranya. Mau dibawa kemana jiwa nasionalisme kita pemuda-pemudi Indonesia? Mau dibawa kemana kita orang-orang tua yang tidak percaya kepada kami yang muda?
Dengan diputarnya lagu nasional berulang-ulang pada waktu-waktu yang telah ditentukan, secara keras dan secara serempak di kampung-kampung, di desa-desa, dan di kota-kota besar di seluruh Indonesia melalui toa-toa masjid yang terpasang pada menaranya yang tinggi, diharapkan bahwa kepada setiap orang yang mendengarnya, dalam keadaan apapun, bahwa kegiatan yang sedang dilakukannya hendak selalu disadari bahwa itu bagian dari membangun bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia dalam peran membangun bangsa harus selalu diingatkan dengan lagu-lagu nasional sebagaimana mereka sholat diingatkan oleh lantunan suara adzan. Tidak boleh berbuat curang saat bekerja, senantiasa berbuat jujur. Tidak boleh mencuri kalau lapar, minta dulu, jika tidak dikasih, curilah secukupnya. Tidak boleh korupsi, karena akan merugikan negara ini. Bertani dengan baik, guna memenuhi kebutuhan nasional. Agama kita, atau semua agama pasti menuntut suatu kebaikan dan kebenaran, tanpa agama pun, kita memang dituntut untuk seperti itu.
Musik, Dapat Mempengaruhi Moral Kita
Imam Al-Gazali dalam kitab Kimiya al-Sa’ada menuliskan bahwa Allah Yang Mahakuasa menciptakan hati manusia bagaikan sebuah batu api. Ia menyimpan api yang akan berpijar-pijar musik dan harmoni, yang mampu memberikan ketenteraman kepadanya dan orang lain. Harmoni yang dinikmati manusia merupakkan gema dari keindahan dunia yang lebih tinggi, yang kita sebut dunia ruh. Ia mengiingatkan bahwa manusia terhubung dengan dunia itu, dan membangkitkan emosi yang sedemikian dalam dan asing dalam dirinya sehingga ia sendiri tak kuasa menjelaskannnya. Musik dan tarian sangat dalam mempengaruhi keadaan hati manusia; ia menyalakan cinta yang tertidur dalam hati—cinta yang bersifat duniawi dan indrawi, maupun yang ilahi dan ruhani.
Lebih lengkapnya, Al-Gazali pun mengatakan bahwa musik tidak memberikan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dalam hati, tetapi ia hanya membangunkan emosi yang tertidur. Pada jaman Revolusi Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno, diceritakan bahwa musik barat dilarang masuk karena beralasan khawatir akan mempengaruhi kejiwaan pemuda-pemudi Indonesia, yang ketika itu negara sedang dalam keadaan revolusi. The Beatles, sebagai grup band terpopuler pada masa itu pun dilarang lagunya diputar di radio-radio nusantara. “Musik ngak-ngik-ngok.” Kecam Sukarno ketika itu. Jangankan lagu asing, grup musik lokal pun yang menyanyikan lagu ngak-ngik-ngok akan dijerat dengan aturan subversif, seperti Koes Bersaudara. Berdasarkan pengalaman pribadi yang penulis rasakan pun memang seperti itu, musik akan mempengaruhi jiwa, mustahil pembaca tidak!
Dengan diputarnya lagu nasionalis sesering mungkin, penulis yakin akan memberikan dampak kejiwaan bagi pendengarnya, bagi rakyat Indonesia. Akan mengangkat moralnya, sebagaimana para tentara yang sedang pergi berperang, mereka menyanyikan yel-yel yang dapat membuatnya lebih semangat dan tidak takut mati. Al-Gazali kembali berkata bahwa memang banyak musik yang membangkitkan nafsu setan dalam diri manusia. Namun, katanya ada juga musik yang justru membangkitkan kebaikan. Marilah kita putar musik-musik nasional melalui sarana yang sudah banyak tersedia di setiap masjid-masjid di Bumi Nusantara. Karena masjid selalu ada dimana-mana, jumlahnya banyak di negeri ini, tersebar di setiap daerah, di kampung terkecilpun setidaknya pasti ada masjid, sehingga negara tidaklah perlu mengeluarkan dana oprasional terlalu banyak untuk melaksanakan program ini.
I
de dan konsep ini hanya salah cara untuk membangkitkan kembali semangat nasionalisme yang semakin memudar dari masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu, ini salah satu cara untuk membawa Indonesia kembali melakukan sebuah revolusi yang sebelumnya telah tertunda (Orba). Revolusi Sosial. Tulisan ini dipersembahkan oleh seorang Mahasiswa Indonesia untuk negaranya.
*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Founder Rumah Kita, menjabat sebagai Ketua Umum. Dan aktif di LPM Suaka, sebagai Ketua Litbang.