Lintas Kampus

Hari Lahir Pancasila, Maknai Toleransi dan Keberagaman

Ketua FLADS, Kiagus Zaenak Mubarok yang merupakan salah satu pembicara acara talkshow ‘Ngabuburit Pancasila’ sedang memaparkan materi di Wisma Sejahtera, Dago, Kamis (1/6/2017). (Fitriani Utami Dewi/ SUAKA).

SUAKAONLINE.COM – Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan dengan cara ‘Ngabuburit Pancasila’, diperingati oleh belasan organisasi masyarakat dan instansi pendidikan di Wiswa Sejahtera, Dago, Senin (1/6/2017). Acara utama dalam kegiatan ini yaitu talkshow  bertajuk ‘Masihkah Pancasila?’ yang membahas refleksi pancasila pada situasi negara saat ini.

Belasan organisasi tersebut yaitu GP Anshor Jawa Barat, Jaka Tarub, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Forum Dialog Antar Agama Untuk Kesejahteraan Anak (Fordaka), Gereja Kristen Pasundan (GKP), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Bandung, Gerakan Kristen Indonesia (GKI) Basis Bandung, Forum Lintas Agama Deklarasi Sanca (FLADS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, BKKP, Pusat Kajian dan Kebhinnekaan dan Perdamaian (PPKP), FIKI Jawa Barat, dan Universitas Kristen Maranatha.

Dengan melibatkan tujuh pembicara yang terdiri dari perwakilan organisasi, ahli, dan akademisi,  disampaikan bagaimana kondisi bangsa kini dengan maraknya konflik intoleransi. Hal ini disebabkan masyarakat masih belum mengaplikasikan Pancasila, seperti yang diungkapkan pembicara Ketua FLADS, Kiagus Zaenak Mubarok bahwa makna pancasila sebenarnya ialah keberagaman.

Maka dari itu, Kiagus mengimbau perlu peran dari berbagai elemen seperti pemerintah, ulama, tenaga pendidik, organisasi masyarakat, orangtua, mahasiswa dan lainnya. Misalnya dalam menyikapi perbedaan ras, agama dan suku yang ada, karena itulah yang membentuk Indonesia. Terakhir Kiagus mengingatkan, tidak ada yang harus dipertentangkan dan semua harus saling selaras.

Ketua Umum Jaka Tarub, Wawan Gunawan mengungkapkan pemerintah harus membuat kebijakan yang mencerminkan kelima nilai Pancasila. “Misalnya di sila kedua, buatlah kebijakan-kebijakan yang berperikemanusiaan dan mengedepankan hak asasi,” ujarnya, Kamis, (1/6/2017).

Sementara itu Antropolog, Kartini Shajrir mengungkapkan pandangannya soal kebutuhan bangsa untuk meredam intoleransi yang marak terjadi. “Melihat kondisi bangsa saat ini, yang kita butuhkan adalah tiap individu yang bisa menerima kemajemukan. Toleransi dipertaruhkan untuk meredam ego masing-masing,” pungkasnya, Kamis (1/6).

Untuk itu saat ditemui usai acara, Kartini menawarkan solusi pada aspek pendidikan keberagaman yang harus dimulai sejak dini. Seperti membuatkan modul tentang keberagaman sesuai dengan jenjang pendidikan, dimulai dari pendidikan di sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

 

Reporter : Fitriani Utami Dewi

Redaktur : Hasna Salma

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas