Aspirasi

"Hegemoni Minoritas Melalui Mekanisme Pemilihan Rektor"

Lalu apa yang perlu kita dilakukan

Sebagai mahasiswa yang mengharapkan lahirnya pemimpin yang amanah/ sholeh, propesional dan berkualitas tentunya apapun sistem yang dilakukan dalam pemilihan rektor kali ini, maka lakukanlah. tapi dengan catatan harus ada transparansi yang jelas antara calon, mekanisme, visi, misi dan laninya dari kedua belah pihak yaitu penyelenggra ataupun pihak calon yang diusungkan. Karena subtansi dari kejelasan dalam mekanisme pemiliahn rektor kali ini adalah sebuah babak baru menjadikan uin bandung yang berdiri sesuai dengan visi dan misinya. Dan sesuai dengan ISLAM sebagai acunya.

Kejelasan nama calon dan latar belakangnya

Kejelasan nama disini bukan berarti jelas namanya secara lengkap, ya hal itupun penting. Namun yang dimaksud nama disini adalah sebebanrnya siapakan nama ini apakah ia sebagai orang terpercaya atau hanya numpang nama ingin beken dengan jabatan rektor. Latar belakang ia dari mana, apakah lahir dari kalangan orang sholeh/melek politik atau dari kalangan orang biasa saja yang ingin memperbaiki nasibnya dengan cara yang sehat atau memperbaiki kehidupannya dengan cara licin. Bukan hanya darimana asasl-usul keluarganya, tapi dari fakultas apa, jurusan apa, mejabat apa di fakultas, guru besarkah atau OB. Karena kebanyakan orang ketika ingin mendapatkan kekuasaan apapun dialakukan (berbagagi jenis kepicikan). Dan bukan hanya nama yang jelas, latar belakang yang jelas pula tapi perlu diketahui sebenarnya ia itu ingin menjabat sebagai rektor dan ingin benar-benar mengabdi dan memperbaiki UIN Bandung yang carut marut dan arogan, atau akan memperparah keadaan dengan kebijakanya. Ini perlu ditekankan jangan sampai kejadian yang terdahulu akan tumbuh kembali dan akhirnya mencorengkan nama baik uin itu sendiri. Tupoksi visi seseorang perlu dipertegas demi terwujudnya pemimpin yang memiliki kapasitas yang memadai dalam menjalankan amanahnya.

Setidaknya ada lima permasaahan yang akan muncul jika pemilihan rektor uin ini dilakukan dengan sistem keterwakilan oleh para senat universitas.

Jika kita melihat bahwa dari tanggal 21-30 april 2015 pendaptaran calon rektor uin bandung telah dibuka. Dan kita bisa melihat secara jelas melalui papan reklame dengan slogan “UIN Sunan Gunung Djati Bandung mengundang putera/ puteri terbaik bangsa untuk menjadi Rektor UIN Bandung masa jabatan 2015-2019” untaian kalimat ini sangatlah mulia dengan mengusung putera/ puteri terbaik bangsa. Jadi diharapakan yang terpilih pun adalah pure dengan cara yang jelas.

Dalam mekanisme pemilihan rektor dari tahun-ketahun yang dilakukan dengan sistem keterwakilan oleh kalangan senat universitas, dan menentukan keputusan bahwa apa yang perlu dilakukan oleh para kandidat dengan pemaparan visi dan misi dihadapan senat univ dan penyelenggara saja. pasti hal ini akan menimbulkan permasalahan yang serius setidaknya permaslahan bagi kalangan civitas akademika (CA).

Pertama, terpilihnya rektor baru tahun ini akan menjadi penentu UIN bdg kedepanya hingga 2019, maka dari itu penting kiranya bagi para calon untuk melakukan sebuah gerakan atau sosialisasi kepada para mahasiswa (civitas akademika), dengan cara beridalog, berkomunikasi istilahnya kampanye umum, mempromosikan dirinya sebagai calon terbaik rektor uin bandung. Karena yang diharapkan oleh para mahasiswa adalah “apa yang menjadi program untama dalam masa kepemimpinannya nanti jika ia terpilih” dalam artian ada proses mutualisme simbiosisi yang baik antara calon dan civitas akademika. Bertukar pikiran, gagasan dengan secara langsung agar para calon bisa mengilkuti alur pemikiran dan mendengarkan keluhan mahasiswa mengenai permasalahan di lingkungan kampus uin ini. Dan tentunya para civitas akademika mengharapkan adanya kejelasan ada di posisi mana CA jika ia terpilih. Maka dengan penuturan seperti ini penulis mengatakan bahwa CA tidak bisa diwakili oleh para anggota senat universita.

Kedua, pemaparan visi dan misi Yang hanya dihadapan para senator universitas dan para penyelenggara, itu adalah hal yang tidak demokratis. Bagaimana tidak dikatakan demokratis? Karena kita ketahui bahwa bahwasanya jika terpilihnya rektor bukan hanya untuk senat saja, akan tetapi adanya seorang rektor adalah bagi semua stakeholder, civitas akademika, pengamat, orang tua para mahasiswa dll. Maka dari hal tersebut sangatlah penting adanya aseuah kejelasan dalam pemilihan yang melibatkan seluruh masyarakat kampus uin bandung ini dengan cara berkampanye secara terbuka di taman rektorat atau dimana saja yang sifatnya bisa untuk umum, bahak dilahan parkir sekalipun tanpa adanya panggung atau peneduh.

Ketiga, walaupun status dan keberadaan senat sebagai wakil dari seluruh masyarakat kampus (civitas akademika) , termasuk diantaranya adalah perwakilan dosen tetapi pada kenyataannya ditakutkan banyak sekali penyelewengan wewenang dlm pelaksanaanya. Perlu melakukan proses “dengar pendapat” dari para dosen yang diwakilinya. Ini belum terhitung dengan para pegawai dan mahasiswa yang tidak memiliki perwakilan di senat. jadi, kalau proses hearing ini tidak ada, dan yang ada cuma pemaparan visi dan misi hanya dihadapan senat, lalu bagaimana mungkin asas keterwakilan dalam demokrasi bisa terpenuhi? Apalagi hal ini terjadi di perguruan tinggi dimana seharusnya menjadi contoh perwujudan demokrasi. Dan sebagai pembelajaran pada dunia pendidikan bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin atau mekanisme pemilihan ini dijadikan latihan untuk pembelajaran kedepanya. Karena pada hakikatnya jika kita mengacu pada statuta yang tidak lagi diharapkan sebagai sistem yang tepat maka, menurut saya perlu adanya sebuah rekonsiliasi sistem tersebut agar tercipta mekanisme pemilihan rektor uin bandung ini secara transparan dan sehat.

Laman: 1 2 3

7 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas