Lintas Kampus

Kamisan Bandung ke-269, Murungnya Hak Perempuan

Salah seorang peserta aksi berorasi dalam Aksi Kamisan Bandung ke-269 di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (07/03/2019). (Aldy Khaerul Fikri/Magang)

SUAKAONLINE.COM – Sore itu, dibaik mendungnya Bandung sekelompok orang berpakaian serba hitam dan berpayung hitam berkumpul di halaman Gedung Sate, Kamis (07/03/2019. Berbekal pengeras suara, payung hitam bertuliskan kasus pelanggaran HAM dan spanduk-spanduk bertuliskan perlawanan, mereka menyuarakan hak-hak perempuan yang murung karena masih dibatasi dan kasus-kasus pelecehan yang tak kunjung tuntas.

Adalah beberapa mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Kamisan Bandung yang tengah melaksanakan Aksi Kamisan Bandung ke -269. Bertemakan International Woman Day’s mereka menyuarakan tentang hak-hak perempuan yang dirampas, stigma perempuan yang terus menerus dibawah laki-laki dan pelecehan seksual yang selalu menimpa perempuan tetapi tidak ada kejelasan hukum yang menjerat pelaku.

Satu persatu dari mereka menunggu giliran untuk berorasi mengemukakan aspirasinya, salah satunya yaitu Rannesa Nainggolan, seorang Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional Universitas Parahyangan yang mendapat kesempatan untuk berorasi. Di depan para peserta Aksi kamisan lainnya, Rannesa mengemukakan pendapatnya tentang stigma perempuan selalu dibawah laki-laki, perempuan itu hanya mengurusi dapur, kasur, dan sumur dan banyak hak-hak perempuan yang dirampas seperti pelecehan seksual.

“Harusnya dari dua pihak perempuan dan laki-laki ikut berjuang, solidaritasnya dapet dan perempuan pun ikut bersuara, berjuang pun perempuan gak harus jadi feminis gitu, banyak kan stigma negatif tentang feminis yang mau menghilangkan ekspresi laki-laki yaudah memperjuangkan hak perempuan gak usah pake embel-embel feminis gitu ” ujar perempuan yang disapa Ran.

Saat ini di Indonesia sendiri banyak kasus-kasus pekecehan seksual yang tidak diusut tuntas dan sanksinya sangat ringan. Kemudian muncul Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang disusun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai solusi kegundahan tersebut. Menurut Ran sendiri, ia setuju dengan RUU ini karena saat ini Undang-Undang yang mencakupi masalah pelecehan seksual sangat sempit.

“Aku jujur sih belum baca semua, cuman aku setuju sih karena untuk saat ini kan Undang-Undang yang sekarang belum mencakupi tapi ada Undang-Undang KUHP isinya cuman penetrasi Penis dan Vagina, sedangkan dalam konteks kekerasan seksual kan ada 14 bentuk kekerasan seksual tapi di Undang-Undang ada dua bentuk Pelecehan Seksual, perkosaan dan pencabulan. Undang-Undang sangat sempit untuk mendefinisikan bentuk kekerasan seksual,” katanya.

Ran juga mengatakan, beberapa kasus pelecehan seksual ketika diusut oleh pihak kepolisian sering berhenti diproses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena tidak adanya saksi, karena pelecehan sering kali terjadi di ranah-ranah private seperti kos-kosan dan gang-gang sempit jadi tidak ada yang melihat kejadian tersebut. Dan pihak kepolisian jarang ada yang melihat dari perspektif korban.

Ditambahkannya, beberapa solusi tentang pelecehan seksual ini, dengan santai ia menjelaskan bahwa perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang pelecehan seksual kemudian edukasi sejak dini kepada anak-anak tentang integritas tubuh yang boleh disentuh.

“Mungkin yang pertama edukasi kepada masyarakat dulu, karena gatau bentuk pelecehan seksual itu seperti apa kadang orang-orang masih bingung gitu, pelecehan itu terjadi ketika misalnya dipegang sama temen laki-laki, perempuan ini merasa gak nyaman itu termasuk pelecehan gitu, Yang kedua sosialisasi di sekolah-sekolah, sekarang udah ada tuh anak TK itu dikenalkan apa-apa aja sih tubuhnya yang boleh dipegang-pegang jadi ada edukasi sejak dini,” ungkap perempuan berambut pendek itu.

Disudut lain, seorang laki-laki berambut gondrong dengan jaket jeans hitam yang tidak ingin disebut namanya sedang merapihkan payung hitam dipenghujung acara Aksi Kamisan pun ikut angkat bicara. Adalah sang Koradinator Aksi Kamisan Bandung, ia berpendapat diangkatnya tema International Woman’s Day (IWD) pada Aksi Kamisan ke-269 ini dengan alasan sembari memperingati hari IWD sendiri. Pun karena melihat situasi hari ini masih banyak hak-hak perempuan yang dirampas dan meruaknya kasus-kasus pelcehan seksual, ia berharap perempuan lebih berani melawan dan berbicara.

“Aksi Kamisan kali ini sih sambil memperingati International Woman’s Day karena pas sekali dengan kondisi perempuan hari ini yang dimana selalu dirugikan oleh sebab itu perempuan harus berani berbicara kebenaran, jangan takut untuk membuka suara apa yang pernah dialami dirinya, harus berani berbicara tentang pelecehan dan sebagainya jangan mau ditindas apalagi oleh laki-laki karena kita sama-sama punya hak dan setara dan harus melawan intinya,” ujar sang kordinator Aksi Kamisan.

Dengan berkumandangnya suara adzan magrib, Aksi Kamisan Bandung ke-269 yang bertemakan IWD pun berakhir. Banyak harapan-harapan yang diinginkan para peserta Aksi Kamisan tentang kesetaraan perempuan dan laki-laki dan penjeratan hukum yang adil bagi seorang pelaku pelecehan seksual yang disuarakan melalui Aksi Kamisan ini.

Reporter : Aldy Khaerul Fikri/Magang

Redaktur : Dhea Amellia

Komentar Anda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ke Atas