SUAKAONLINE.COM – Suasana sore Rabu di kantin Koperasi Mahasiswa itu seketika hening diikuti cuaca yang mendung (22/11/2017). Ibu Itoh (55) dengan ketiga ibu lainnya sebentar terdiam. Ia melanjutkan bicara. Air matanya dan hujan pun ikut jatuh tak tertahan.
“Ibu mohon,” ujarnya. “Kepada mahasiswa, bisa ikut solidaritas dengan warga Kebon Jeruk besok (23/11/2017),”. Besok direncanakan warga dengan mahasiswa dari beberapa kampus di Kota Bandung akan melakukan demonstrasi di depan Polda Jabar.
Aksi itu merupakan protes warga Kebon Jeruk, Kota Bandung, karena beberapa warganya dipanggil ke Polda Jabar. Diduga, Polda Jabar memanggil warga Kebon Jeruk terkait masalah sengketa lahan warga Kebon Jeruk dengan PT KAI yang dimenangkan oleh warga Kebon Jeruk di Pengadilan Tinggi Kota Bandung.
“Ibu tidak bisa apa-apa. Hanya bisa menangis dan selalu berharap. Ibu meminta bantuannya sekali lagi. Karena kebanyakan dari kita ibu-ibu,” ujar Ibu Itoh. Keempat ibu itu sengaja dihadirkan untuk menceritakan bagaimana penderitaan warga Kebon Jeruk dalam Diskusi Kriminalisasi Warga Kebun Jeruk yang diadakan oleh Komite Aksi Mahasiswa UIN. Selain ibu Itoh ada Yayah (55), Jamiah (53), dan Hamdiyah (37)
Warga menganggap bahwa pemanggilan oleh Polda Jabar ini merupakan kriminalisasi terhadap warga. Karena yang seharusnya warga mendapatkan ganti rugi dari PT KAI, sebaliknya malah warga dipanggil ke Polda Jabar. PT KAI seharusnya membayar ganti rugi sebesar 375 juta rupiah, namun hingga saat ini PT KAI belum membayar.
Menurut Muhammad Bambang, yang dilakukan ibu Kebun Jeruk seharusnya dilakukan oleh mahasiswa.Yang seharusnya meminta tolong adalah mahasiswa kepada masyarakat. “Kita disubsidi oleh uang rakyat, seharusnya belajar untuk rakyat, dan kita harus berjuang untuk rakyat,” ucapnya.
Ia menjelaskan mengenai di mana posisi mahasiswa dalam struktur sosial. “Mahasiswa berada di poros tengah,” terangnya. Yang dimaksud poros tengah itu, mahasiswa haruslah menjadi corong atau penyambung suara rakyat ke pemerintah.
“Tinggal pertanyaannya, kita ikut atau tidak, ikut suara rakyat atau tidak?,” tanya Bambang, yang menjadi salah satu pemantik dalam diskusi tersebut.
Lalu Yuris Fahman Zaidan, sebagai pemantik menjelaskan mengenai relasi antara hubungan keilmuan mahasiswa dengan masyarakat. “Apakah keilmuan kita ini yang dipelajari di kampus ini, saya menyebut keislaman kita ini, apakah ada hubungannya dengan rakyat?” ia bertanya. Bagi Yuris, keilmuan yang mahasiswa pelajari saat ini tidak ada relasinya.
Apa yang terjadi di Kebon Jeruk, membuktikan, keislaman tidak menentukan perjuangan kepada rakyat yang tertindas. “Justru kita dibikin jauh dari masalah-masalah konkrit,” keluhnya.
Di sela diskusi, salah satu penyelenggara diskusi , Yoga Zara mengatakan sebelum diskusi tersebut sempat ditanyai empat intel polisi, mereka ingin diskusi tidak diselenggarakan. Namun, sampai diskusi selesai diskusi berjalan dengan lancar.
Suara adzan magrib berkumandang. Diskusi diakhiri. Setelah diskusi selesai, mahasiswa menyatakan solidaritas terhadap warga Kebon Jeruk dan menyatakan ikut dalam aksi di depan Polda Jabar esok hari, Kamis. Ketika akan pulang, ibu-ibu Kebon Jeruk menyampaikan harapannya. “Ibu berharap, kembalikan hak-hak kami. Hentikan kriminalisasi kepada kami,” ujar ibu Itoh saat akan pulang.
“Ibu berharap kriminalisasi ini segera berhenti. Ibu ingin hidup tenang, ingin memulai dagang lagi,” lanjut ibu Ulfatun Hamdiyah salah satu ibu yang hadir dalam diskusi.
Warga Kebun Jeruk berharap mahasiwa mampu membantu rakyat, layaknya warga Kebon Jeruk. “Selalu berharap bantuannya kepada mahasiswa. Dengan ikhlas, dengan tujuan yang baik, semoga diganti dan dijadikan orang-orang terbaik dan bisa membantu rakyat yang tertindas,” saut Ibu Itoh.
Reporter : Muhamad Iqbal
Redaktur : Dadan M. Ridwan