SUAKAONLINE.COM, Infografis – Revisi Rancangan Undang-Undang Penyiaran atau RUU Penyiaran kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Pasalnya, terdapat beberapa kerancuan yang termuat dalam draf RUU Penyiaran ini. Salah satunya ialah pasal 50 B ayat 2 huruf C mengenai larangan penayangan eksklusif jurnalisme investigasi yang bertentangan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Jurnalisme investigasi sendiri merupakan serangkaian proses penelusuran secara mendalam mengenai sebuah kasus untuk diinformasikan kepada khalayak. RUU Penyiaran yang memuat aturan tersebut telah diajukan pada 17 Desember 2019 oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk merevisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Komisi I DPR RI mengemukakan alasan dicantumkannya pasal tersebut ialah agar menghindari opini publik yang dinilai mengganggu proses penyelidikan yang dilakukan oleh para penegak hukum. Selebihnya, Komisi I DPR RI juga mengklaim bahwa RUU Penyiaran ini tidak ada tendensi untuk membungkam pers.
Menurut data dari Reporter Without Borders (RSF) menunjukan bahwa kebebasan pers di Indonesia berada pada posisi 111 dari 180 negara pada tahun 2024. Angka ini mengalami penurunan tiga tingkat dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 108.
Kekhawatiran mengenai kebebasan pers ini turut dinyatakan oleh berbagai pihak. Terutama oleh Dewan Pers yang menyayangkan proses perumusan RUU Penyiaran tersebut tidak melibatkan pihaknya dan tidak memenuhi meaningfull participation (partisipasi penuh makna) sebagai hak masyarakat untuk didengar pendapatnya padahal aturan tersebut banyak mengatur mengenai kerja kejurnalistikan.
Lebih lanjut, Dewan Pers juga menyebut bahwa pelarangan penayangan jurnalisme investigasi merupakan bentuk penentangan terhadap UU Pers yang telah lebih dulu menyebutkan bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau bahkan pelarangan penyiaran. Sehingga ditakutkan dapat membatasi ruang gerak pers dalam melaksanakan tugasnya.
Terkait pelarangan penyiaran jurnalisme investigasi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga turut memberi tanggapan bahwa selama ini media sudah menjadi mitra strategis bagi KPK dalam melancarkan upaya-upaya pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia.
Tidak hanya mengenai korupsi, peliputan investigasi juga turut berperan dalam kasus besar seperti pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), prostitusi, serta kasus-kasus kriminal lainnya. Maka hadirnya RUU Penyiaran ini memiliki indikasi untuk membuat pers menjadi tidak merdeka. Tentunya, persoalan tersebut akan berbahaya bagi kualitas demokrasi yang ada di Indonesia.
Peneliti: Sabrina Nurbalqis/Magang
Redaktur: Ighna Karimah Nurnajah/Suaka
Sumber: dpr.go.id., dewanpers.or.id., nasionaltempo.co.